Dukung Revisi UU Narkotika, Yasonna Laoly: Mereka Biang Kerok Lapas Over Kapasitas

Dukung Revisi UU Narkotika, Yasonna Laoly: Mereka Biang Kerok Lapas Over Kapasitas

RIAUMANDIRI.CO, JAKARTA - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham), Yasonna Laoly tuding napi kasus narkoba sebagai biang kerok over kapasitas yang terjadi hampir di seluruh Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) di Indonesia.

"Biang kerok di lapas kami adalah over kapasitas, karena warga binaan narapidana narkotika. Selalu saya katakan sangat aneh sekali satu jenis crime yaitu kejahatan narkotika mendominasi lebih dari 50 persen isi Lapas," kata Yasonna dalam acara Newsroom yang disiarkan di CNNIndonesia TV, Rabu (8/9/2021). 

Yasonna menyebut bahwa akses masyarakat terhadap keadilan harus dilakukan dengan revisi atas UU Narkotika yang dianggapnya sudah tidak relevan lagi dengan kondisi darurat narkoba di Indonesia seperti sekarang.


Sebab, pemidanaan pengguna narkotika seperti diatur UU Nomor 35 Tahun 2009 bukan cuma mengurangi keberhasilan penyembuhan pengguna, tetapi juga menyebabkan lapas dan rutan mengalami kelebihan penghuni. Ia menilai, pengguna narkotika seharusnya direhabilitasi alih-alih dijatuhi sanksi pidana penjara.

"Saya sudah laporkan tadi ke Pak Menkopolhukam, saya ditelepon pak Presiden, saya jelaskan masalahnya, kenapa? Kalau pemakai itu hendaknya direhabilitasi," kata dia.

Yasonna lantas mengklaim selama tiga tahun terakhir secara berturut-turut selalu mengajukan Revisi UU Narkotika dalam Prolegnas. Hanya saja keputusan polemik ini belum selesai lantaran masih ada perdebatan internal di pemerintah.

Ia mengaku heran, banyak jenis kejahatan seperti pembunuhan, pencurian, korupsi, pemerkosaan, dan penganiayaan, namun apabila seluruh kasus itu diakumulasi. Maka kasus pada narapidana narkotika paling banyak.

"Jadi waktu saya ke Belanda, saya tanya kenapa di sini narkotika tidak masalah? mereka mengatakan, 'kamu mendekati persoalan pemakai dari segi aspek kesehatan atau aspek pemidanaan?' Sementara kita masih aspek pemidanaannya yang dilihat," ujar Yasonna.

Hal serupa sebelumnya juga disampaikan oleh Peneliti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Maidina Rahmawati. Ia mengamini, over kapasitas disebabkan oleh sistem peradilan pidana di Indonesia sangat bergantung dengan penggunaan pidana penjara sebagai hukuman utama. Padahal, kata dia, banyak hukuman alternatif lain.

Lebih lanjut, Maidina menerangkan bahwa overcrowding Lapas juga terjadi akibat beberapa masalah yang bersumber dari tidak harmonisnya sistem peradilan pidana dalam melihat kondisi kepadatan Lapas di Indonesia.

Ia menilai, polisi, jaksa, dan hakim terlihat tidak terlalu peduli dengan kondisi Lapas yang sudah kelebihan beban di luar ambang batas yang wajar seperti di Lapas Kelas I Tangerang.

Kebakaran hebat sebelumnya terjadi di Lapas Kelas I Tangerang, tepatnya di Blok C2 pada Rabu (8/9) dini hari pukul 01.45 WIB. Peristiwa ini mengakibatkan 41 orang meninggal dunia, delapan orang luka berat, dan 73 lainnya luka ringan.

Kapolda Metro Jaya Irjen Fadil Imran menyampaikan kebakaran diduga disebabkan hubungan arus pendek listrik. Namun, tim Puslabfor Mabes Polri, Ditreskrimum Polda Metro Jaya, dan Satreskrim Polres Tangerang masih mendalami lebih lanjut soal penyebab kebakaran ini.

Terkait itu, pihaknya mendorong agar sistem peradilan pidana tidak lagi bergantung pada pidana penjara. Sehingga Lapas tidak sesak. Ia menilai, perubahan paradigma itu harus disegerakan.

Berdasarkan data yang diperoleh dari Kemenkumham diketahui bahwa 40 dari 41 narapidana yang tewas dalam kebakaran di Lapas Kelas I Tangerang ialah narapidana kasus narkoba. Sedangkan satu korban tewas lainnya ialah narapidana kasus terorisme.



Tags Narkoba