Menjadi Guru dari Generasi Alpha

Menjadi Guru dari Generasi Alpha

Oleh: Annajmi, SPd, MPd
Dosen FKIP Universitas Pasir Pengaraian, Riau

RIAUMANDIRI.CO - Dunia pendidikan memasuki fase baru dari perkembangannya, salah satunya, generasi yang disebut sebagai generasi Z (lahir 1995-2010) dan generasi Alpha (lahir 2011-2025) memasuki bangku sekolah. Usia generasi Z saat ini berkisar antara usia 24 tahun (usia tertua) dan 9 tahun (usia termuda), generasi Alpha pada kisaran usia 0 hingga 8 tahun. Artinya sebagai besar dari generasi Z dan sebagian kecil generasi Alpha saat ini berada pada bangku pendidikan dasar dan menengah. 

Karakteristik dari generasi Z dan generasi Alpha tidak berbeda jauh, dimana keduanya akrab dengan kemajuan teknologi yang semakin canggih. Karakteristik keduanya secara umum, dirangkum dari berbagai sumber dan pendapat para ahli, yaitu sangat bergantung pada teknologi (gadget), akrab dengan internet, pola komunikasi terbuka, sangat aktif dalam media sosial (Instagram, Youtube dan lainya). 


Kelebihan generasi ini, memiliki daya kreativitas tinggi, penuh kejutan, toleransi yang sangat tinggi dan ingin tampil beda. Namun, memiliki kelemahan, sulit merasa bersyukur, egosentris, individualisme, mudah bosan dan multitasking.

Data yang diungkapkan oleh Wibawanto, H tahun 2016 bahwa generasi Z menghabiskan waktunya  sekitar 7,5 jam perhari berinteraksi dengan perangkat digital, sekitar 75% remaja generasi Z memiliki ponsel sendiri, 25% digunakan untuk media sosial, 54% untuk texting, dan 24% untuk instant messaging. 

Hal ini menggambarkan bahwa setiap aktivitasnya selalu berkaitan dengan teknologi (gadget), tak dapat dipungkuri generasi Alpha, bisa diprediksi akan menghabiskan lebih banyak waktunya untuk beraktivitas dengan gadget. Gen A yang saat ini masih berusia dibawah 9 tahun, sudah sangat dekat dan akrab dengan gadget.  

Apabila diperhatikan anak-anak tersebut bahkan mereka yang berusia kurang dari 3 (tiga) tahun, sudah terbiasa dengan kemajuan teknologi. Mereka sudah mampu mengakses youtube melalui smartphone, bahkan game online, malahan mereka lebih mampu mengoperasikan fitur-fitur yang ada pada smarphone tersebut daripada orang dewasa lainya.  
    
Peneliti dan demografi sosial Mark McCrindle menjelaskan Generasi Alpha adalah bagian dari percobaan global yang tidak disengaja di mana screens ditempatkan di depan anak sejak usia dini sebagai pacifiers, entertainers and educational aids. Ada lebih dari 2,5 juta Gen A lahir didunia setiap minggunya. 

Mereka sudah mulai memasuki Sekolah Dasar dan akan menjadi generasi yang paling terdidik secara formal, generasi yang paling akrab dan dekat dengan teknologi, dan secara umum generasi terkaya yang pernah ada. 

Artikel dari Schawbel tahun 2014, seorang penulis terlaris, peneliti dan kolumnis FORBES menuliskan ciri yang akan dimiliki oleh Gen Alpha, yaitu 1) Mereka akan menjadi generasi yang lebih berwirausaha, 2) Mereka akan menjadi yang paling mengerti teknologi dan tidak tahu dunia tanpa jejaring sosial, 3) Mereka terutama akan berbelanja online dan memiliki lebih sedikit kontak manusia daripada generasi sebelumnya, 4) Mereka akan sangat dimanja dan dipengaruhi oleh orangtua Gen X dan Y mereka, 5) Mereka akan lebih mandiri, berpendidikan lebih baik dan siap menghadapi tantangan besar.

Secara logikanya mereka akan menjadi generasi yang lebih cerdas dari generasi sebelumnya, mengingat mereka lebih dekat dengan informasi dan mudah mengakses informasi, dikarenakan mereka paling akrab dengan internet, tidak lepas dari gadget. Apabila diperhatikan hampir di setiap waktunya perangkat digital berupa smartphone tak pernah lepas dari tangannya. 

Namun demikian Generasi Alpha mendapat stigma negatif, seperti oportunis, kurangnya rasa menghargai, kurang bersosialisasi dan juga bersikap individualis, sering kali menginginkan hal-hal yang instan dan kurang menghargai proses. 

Melihat kebiasaan dan karakter dari Gen A, maka dari itu diperlukan peranan orang tua dan guru dalam memberikan bimbingan dan arahan agar mampu menggunakan media teknologi informasi (gadget)  lebih bermanfaat dan bijak. 

Karakter dari kedua generasi tersebut, tentunya akan sangat mempengaruhi mereka dalam dunia pendidikan (khususnya di sekolah), mulai dari gaya belajar, sikap dalam memperoleh materi pelajaran, hingga pergaulan mereka di sekolah dan dalam kehidupan sehari-hari. 

Permasalahannya adalah karakteristik generasi Z dan generasi Alpha yang berbeda jauh dari generasi sebelumnya (generasi X dan Y), sedangkan Guru sebagai pendidik saat ini di Sekolah Dasar dan Menengah adalah generasi X dan generasi Y. 

Guru memegang peranan penting dalam pembentukan sikap dan karakter anak didiknya untuk mempersiapkan SDM Indonesia yang berkualitas dan berdaya saing global. Guru merupakan sebagai insan cendekia yang memiliki tugas mulia dalam mencerdaskan anak bangsa, membentuk pemimpin-pemimpin masa depan Indonesia yang berkarakter dan berkuliatas. 

Profesi guru merupakan suatu profesi yang bisa dikatakan sebagai profesi yang sulit dan berat. Profesi guru saat ini memiliki tantangan yang lebih kompleks dari tahun-tahun sebelumnya. 

Tantangan terbesar bagi guru saat ini salah satunya adalah menghadapi generasi-generasi baru yaitu Generasi Z dan Generasi Alpha di era baru. Menjadi guru dari gen Z dan gen A yang diprediksi sebagai generasi yang paling cerdas dari generasi generasi sebelumnya, tentu ini adalah tugas yang tidak mudah, apalagi di zaman yang perkembangan dan kemajuan teknologi begitu cepat. 
Guru memiliki tantangan untuk bisa mengoptimalkan dan mengembangkan potensi peserta didiknya (Gen A) menjadi lebih produktif, konstruktif, dan ke arah positif di era serba canggih ini.
Guru sebagai tenaga pendidik tidak hanya dituntut untuk mampu mendidik dan membentuk karakter perserta didiknya, namun di era teknologi ini guru juga dituntut untuk mampu menyeimbangkan diri dengan kemajuan dan perkembangan teknologi yang semakin melesat. 

Selain itu guru juga harus bisa mengikuti perkembangan sosial dan emosional peserta didiknya. Hal ini dikarena peserta didik yang dihadapi saat ini (Gen A) sudah berbeda jauh dengan peserta didik tahun-tahun sebelumnya. 

Guru memiliki tantangan untuk dapat mengikuti tuntutan perkembangan zaman dalam kegiatan pembelajaran, menjadi guru merupakan profesi yang memerlukan keterampilan tinggi, karena guru-guru sebagai tenaga pendidik kepada mereka dibebankan tanggungjawab yang besar untuk mengajarkan dan mendidik anak-anak Indonesia supaya memiliki berbagai keterampilan dan kecakapan berpikir, keterampilan berkomunikasi dan kematangan emosi serta penanaman karakter yang terpuji. 

Guru sudah seharusnya meninggalkan cara-cara lama dalam mengajar dan melakukan perubahan dengan memahami hal-hal baru dengan lebih cepat. Sistem pembelajaran konvensional sudah tidak relevan lagi. 

Perubahan peran guru sebagai satu-satunya sumber belajar, menjadi fasilitator, motivator, mentor bahkan sebagai inspirasi dalam mengembangkan kreativitas dan membentuk karakter peserta didik. 

Pembelajaran yang dilaksanakan tidak sekedar hanya mentransfer ilmu atau materi pelajaran kepada siswa, namun lebih kepada how to learning dan how to thinking. UNESCO untuk Pendidikan, merekomendasikan  empat  pilar  dalam  bidang pendidikan, yaitu: learning to know, learning to do, learning to live together, dan learning to be,

Guru seyogianya melaksanakan pembelajaran student center bukan lagi teacher center, salah satunya adalah dengan memanfaatkan media teknologi informasi dalam pembelajaran di kelas. Peserta didik saat ini (Gen Z dan Gen A) adalah generasi digital yang sudah menggunakan teknologi sebagai bagian dari kesehariannya dan memiliki ekspektasi yang tinggi bahwa teknologi akan digunakan dalam proses mereka belajar. 

Maka dari itu guru juga harus dekat dan akrab dengan kemajuan dan perkembangan teknologi media informasi. Guru juga harus mampu memanfaatkan teknologi informasi sebagai media pembelajaran yang akan memberikan kemudahan dalam proses pembelajaran kepada peserta didiknya.

Guru seyogianya harus mampu mengikuti perkembangan dan perubahan zaman untuk bisa menciptakan proses pembelajaran yang menarik, menyenangkan, inovatif, kreatif dan efisien, sehingga bisa menciptakan peserta didik yang memiliki daya saing sesuai dengan tuntutan pembelajaran abad 21.  

Pembelajaran abad 21 penting untuk diterapkan saat ini adalah untuk mempersiapkan peserta didik memiliki berbagai keterampilan belajar dan mampu berinovasi dengan memanfaatkan teknologi informasi. Karakteristik dari 21st century learning diantaranya adalah student centered, active learning, accelerated learning, pembelajaran berbasis aktivitas (hands on activity dan minds on activity), dan pemanfaatan teknologi informasi dalam pembelajaran.

Ini tentunya perlu menjadi perhatian Guru untuk bisa diterapkan dalam pembelajaran di kelas, keterlaksanaan pembelajaran tersebut diperlukan guru yang profesional dibidangnya yang memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi guru yang berkualitas, yaitu kompetensi profesional, kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian dan kompetensi sosial. 

Keempat kompetensi tersebut menjadi modal dasar guru untuk mendidik generasi Alpha yang memiliki karakteristik berbeda jauh dari peserta didik sebelumnya. Selain itu keterampilan dan pengetahuan yang harus dimiliki guru adalah keterampilan dalam memanfaatkan teknologi sebagai media dalam pembelajaran, pemanfaatan teknologi digital dalam pembelajaran akan membatu guru dan siswa untuk belajar lebih cepat dan lebih efektif.

Berkaitan dengan itu, maka guru dituntut untuk melakukan peningkatan kompetensinya. Menjadi guru dari generasi Alpha harus memiliki berbagai keterampilan yang sesuai dengan tuntutan perkembangan dunia pendidikan khususnya pendidikan di abad 21. 

Guru harus lebih kreatif dan melakukan berbagai inovasi dalam melaksanakan pembelajaran supaya menjadi pembelajaran yang menyenangkan, menarik, menantang dan mampu mengembangkan kemampuan berpikir siswa sebagaimana tuntutan 21st century learning. 

Selain itu siswa yang mengikuti pembelajaran menjadi tidak cepat bosan, sehingga akan ada berpengaruh terhadap  hasil belajar, hal ini dikarenakan kompetensi guru akan memiliki impact yang besar terhadap outcomes learning dan kualitas peserta didik.