Pengacara Nilai Tuntutan Mati Aman Abdurrahman Tak Sesuai Fakta Hukum

Pengacara Nilai Tuntutan Mati Aman Abdurrahman Tak Sesuai Fakta Hukum

RIAUMANDIRI.CO, JAKARTA - Pengacara Aman Abdurrahman, Asrudin Hatjani, membacakan pleidoi di persidangan. Dia mengatakan tuntutan mati terhadap Aman tidak sesuai dengan fakta-fakta hukum. Menurutnya, jaksa tidak mempertimbangkan keterangan Aman dan saksi meringankan.


"Tuntutan hukuman mati tidaklah sesuai dengan fakta-fakta hukum yang terungkap di persidangan sebagai dasar tuntutan," ujar Asrudin saat membacakan nota pembelaan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jl Ampera Raya, Jakarta Selatan, Jumat (25/5/2018).


Menurutnya, jaksa penuntut umum saat menyampaikan tuntutan mati tersebut tidak mempertimbangkan keterangan dari terdakwa dan saksi yang meringankan.



"Tidak memakai fakta-fakta hukum yang terungkap di persidangan sebagai dasar tuntutan, bahkan keterangan terdakwa dan saksi yang meringankan tidak dipertimbangkan oleh jaksa penuntut umum," jelas dia.


Dia menjelaskan, dalam fakta persidangan yang telah diungkap, tidak ditemukan bukti Aman terlibat dalam peledakan bom bunuh diri di Thamrin, Kampung Melayu, dan bom di Samarinda.


"Dalam persidangan ini bahwa fakta yang terungkap didukung keterangan saksi, ahli, dan terdakwa, maka apa yang dimuat jaksa penuntut umum tidak sesuai fakta hukum, antara lain terdakwa dikaitkan sebagai orang yang terlibat ledakan bom bunuh diri di Kampung Melayu, Thamrin, dan Samarinda sangat tidak berdasar alasan hukum yang harus dijatuhkan hukuman mati karena dalam hal ini kami lihat keterlibatan terdakwa hanya mengisi tausiah yang memerintahkan orang untuk hijrah ke Suriah. Oleh karena itu, ini tidak dapat dikaitkan pidana terorisme," ucap Asrudin.


Sebelumnya, jaksa menyatakan Aman melanggar Pasal 14 jo 6 dan Pasal 14 jo 7 UU No 15/2003. Perbuatan Aman juga menghilangkan nyawa anak dalam peristiwa bom Samarinda. Aman pun dituntut vonis mati oleh jaksa.


Jaksa juga meyakini Aman menggerakkan sejumlah teror, di antaranya bom Gereja Oikumene di Samarinda, bom Thamrin, bom Kampung Melayu, serta penembakan polisi di Sumatera Utara dan Bima. 

 

Sumber: detik