Prof Syafrinaldi: Masih Relevan, UU 22/2009 Tidak Perlu Direvisi

Prof Syafrinaldi: Masih Relevan, UU 22/2009 Tidak Perlu Direvisi
RIAUMANDIRI.CO, PEKANBARU - Undang-undang (UU) Nomor 22 Tahun 2009 dinilai masih relevan diterapkan. Untuk itu, peraturan yang mengatur tentang lalu lintas dan angkutan umum itu tidak perlu direvisi lantaran maraknya mode transportasi online atau daring yang berbasis aplikasi saat ini.
 
Hal itu seperti disampaikan pakar hukum Prof Dr H Syafrinaldi, SH, MCL kepada Dirlantas Polda Riau dalam bincang-bincang siang di Pekanbaru, Rabu (11/4/2018).
 
Syafrinaldi bertemu secara informal dengan Dirlantas dalam kapasitasnya sebagai ahli hukum yang dimintai pendapat terkait munculnya desakan berbagai pihak terhadap Revisi UULAJ. Selain dirinya ikut pula berkontribusi pemikiran Prof Dr Ir. Sugeng Wiyono, MMT dan Ir Mardianto Manan dari Fakultas Teknik. Dari Polda Riau hadir AKBP Roy Ardhya Candra SIK (Wadir Lantas), AKBP Darimi, SH, MH, MM (Kasubdit Kamsel Ditlantas), Kompol Zulanda, SIK, MSi (Kasi STNK Subdit Regident) dan Kompol Robert (Kasi Prasjal Subdit Dikyasa Ditlantas).
 
Menurut Rektor Universitas Islam Riau (UIR) itu, angkutan umum berbasis daring bukanlah bentuk moda angkutan umum yang baru, karena sama dengan angkutan umum cara sewa lainnya. Hanya saja berbeda pada pola pemesanannya karena menggunakan aplikasi elektronik.
 
"Karena tetap mengharapkan kendaraan angkutan tersebut untuk menjadi plat kuning tergabung pada badan usaha maupun koperasi, sehingga PM Nomor108 tahun 2017 sudah tepat, dan tidak perlu merevisi UU Nomor 22 tahun 2009 untuk mengakomodir hal tersebut," ungkap Syafrinaldi.
 
Sementara itu, terkait kendaraan bermotor roda dua (R2) sebagai kendaraan umum, kata Syafrinaldi, sebaiknya diakomodir melalui Peraturan Daerah (Perda) sebagai local wisdom atau kearifan lokal. Karena jika dinaikkan dalam perubahan UU Nomor 22 tahun 2009 akan membawa dampak secara nasional.
 
"Sedangkan kendaraan ojek daring hanya ada di beberapa daerah tertentu saja sehingga tidak perlu diatur dalam UU Nomor 22 tahun 2009 sepanjang tidak ada larangan tegas dengan sanksi dalam UU Nomor 22 tahun 2009," lanjut Syafrinaldi.
 
Apabila R2 menjadi kendaraan umum, hal ini bisa dilihat pada penerapan perizinan plat kuning pada bentor di Medan, Sumatera Utara. Sehingga apabila ada ojek daring beroperasi pada daerahnya, yang memang daerah tersebut sangat membutuhkan, sebaiknya pemerintah daerah dapat mengakomodir dengan Perdanya berikut wilayah operasi dan tarifnya tanpa perlu merevisi UU Nomor 22 tahun 2009 yang masih relevan saat ini dalam pelaksanaannya.
 
Senada, Sugeng Wiyono, mengatakan bahwa penerapan R2 sebagai kendaraan Umum sebaiknya diakomodir melalui Perda sesuai kebutuhan oleh daerah masing-masing. Menurutnya, angkutan jenis ini hanyalah kendaraan umum sementara yang mengisi kekosongan atau transisional dari misi pengembangan tranportasi massal yang telah disepakati melalui Rencana Umum Nasional Keselamatan (RUNK).
 
"Menjadikan R2 sebagai kendaraan umum dengan merevisi UU lalu lintas akan menimbulkan kontra produktif dari target pengembangan transportasi massal yang berkeselamatan apalagi R2 memiliki kerentanan pada kecelakaan," sebutnya.
 
Apabila diakomodir secara nasional, sebutnya, melalui revisi UU lalu lintas untuk R2 menjadi kendaraan umum, akan membawa dampak luar biasa pada kesepakatan bersama RUNK. "Karena pengaturan transportasi merupakan bagian terpenting dalam upaya nasional meningkatkan keselamatan berlalulintas," lanjut Sugeng 
 
Pemerintah pusat, kata Sugeng, sebaiknya mendelegasikan kewenangan ini pada pemerintah daerah melalui Perda yang tentu saja pengelolaannya akan lebih sesuai kebutuhannya, dengan persaingan usaha yang sehat termasuk penentuan tarif karena setiap daerah memiliki kemampuan daya beli jasa yang berbeda, samahalnya tarif angkot di daerah masing masing.
 
Sementara menyangkut kendaraan taxi daring sudah cukup diakomodir pada PM Nomor : 108 tahun 2017 yang diperlukan adalah pelaksanaan yang optimal dari peraturan tersebut secara konsisten karena aturan teknis sudah sangat detail dan mengakomodir semua kepentingan taxi atau angkutan daring. 
 
"Ketegasan dalam pelaksanaannya justru sangat dibutuhkan karena merevisi UU Nomor 22 tahun 2009 justru akan menambah kisruhnya wajah transportasi karena akan tarik menarik kepentingan sehingga melupakan amanat RUNK yang telah disepakati bersama seluruh stakeholder," imbuhnya.
 
"Intinya UU Nomor 22 tahun 2009 masih sangat relevan dan justru harus lebih konsisten dalam menjalankannya," pungkas Sugeng.
 
 
Reporter: Dodi Ferdian
Editor: Rico Mardianto