Cari Keadilan hingga Diusir Paspampres, Kasus Penganiayaan Keluarga di Rohul Temukan Titik Terang

Cari Keadilan hingga Diusir Paspampres, Kasus Penganiayaan Keluarga di Rohul Temukan Titik Terang
RIAUMANDIRI.CO, PEKANBARU - Penanganan kasus penganiayaan terhadap Rajiman dan keluarga dilakukan orang yang diduga suruhan oknum anggota DPRD Labuhan Batu Selatan berinisial AB, menunjukkan titik terang. Pihak kepolisian diketahui telah menetapkan dua orang tersangka, meskipun mereka dalam status buron.
 
Dalam kasus ini, anak Rajiman, Arazaqqul mengalami cacat permanen akibat penganiayaan tak kunjung mendapat keadilan itu. Bocah yang sekolah di SD 023 Simpang Badak Desa Mahato, Kecamatan Tambusai Utara, Kabupaten Rokan Hulu tersebut, sejak menjadi korban penganiyaan tahun 2013 lalu tak lagi bisa makan dan minum melalui mulut. 
 
Untuk asupan makanan dia bergantung pada selang dan besi yang ditanamkan ke perutnya. Dia hanya bisa mengonsumsi susu yang dimasukkan melalui selang ke dalam perut. 
 
Bertahun-tahun mencari keadilan, pihak kepolisian akhirnya menaikan status perkara ke tingkat penyidikan, dengan menetapkan dua orang tersangka. "Kalau kasus Arazaqqul, dari hasil pendalaman kita bukan karena penganiayaan," ungkap Kabid Humas Polda Riau Kombes Pol Guntur Aryo Tejo, Selasa (8/1/2018).
 
Dikatakan Guntur, dua orang yang ditetapkan tersangka ini berinisial MK dan JS. Keduanya diketahui buron dan masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) Polda Riau. "Jadi, kasusnya bukan tidak ditanggapi, tetapi saat ini pelakunya sedang diburu. Karena melakukan pelanggaran kasus 170 KUHP tentang pengeroyokan," imbuh Guntur.
 
Untuk diketahui, pada tahun 2013 lalu, Arazaqqul dibawa kedua orang tuanya, Rajiman dan Mariyatun dengan menggunakan sepeda motor berangkat ke kebun mereka di Pasir Limau Kapas. Di tengah jalan seseorang mencegat dan membacok Rajiman dengan parang. Tak berselang lama, dua orang pelaku lainnya yang membawa senjata tajam itu bergabung.
 
Suami isteri ini kemudian dianiaya. Rajiman ditusuk 25 tusukan pada tubuh bagian depan dan belakang, tulang leher belakangnya juga di bor menggunakan pisau. Sang isteri, dibacok tangannya dan badan dihantam pakai kayu, lalu dibuang ke parit kanal yang ada di sana. Sementara sang anak dihantam pada bagian dada dan kepala.
 
Hingga kini, di tubuh Arazaqqul, masih terpasang selang sepanjang 30 centimeter di perutnya. Melalui selang inilah dia bergantung untuk hidup agar makanan bisa disuplai ke tubuhnya. "Luka anak saya ini karena dianiaya para pelaku suruhan oknum Dewan di Rohil," ujar Mariyatun kepada Riaumandiri.co, Senin (9/1/2018) kemarin. 
 
Pihak keluarga terus mencari keadilan terhadap peristiwa yang mereka alami. Keluarga ini pernah melaporkan penganiayaan berat yang dialaminya sesaat setelah kejadian pada Polsek Panipahan. Anggota polisi pun langsung turun saat itu.
 
"Tim Polsek Panipahan Rohil juga sudah datang ke Rumah Sakit Indah di Bagan Batu untuk melihat kondisi para korban. Tapi setelah itu jangankan pelakunya dikejar, terhadap korbannya yang sudah sehat bertahun-tahun tidak pernah diperiksa selaku korban," terang Suroto selaku kuasa hukum korban.
 
Polisi disebut Suroto, hanya saat itu saja bergerak, setelahnya tindak lanjut laporan hilang ditelan bumi. Keluarga korban belakangan harus membuat laporan baru dengan alasan saat kejadian tak ada laporan ke polisi. 
 
"Tahun 2016 korban datang ke Polres Rohil untuk komplain tapi malah dibuatkan LP (laporan polisi) baru, STPL Nomor : LP/151/10/2016/RIAU/RES ROKAN HILIR tertanggal 27 Oktober 2016," lanjutnya.
 
Di tingkat daerah, korban sekeluarga sudah pernah menindaklanjuti dengan mendatangi Polda Riau dan bersurat kepada Kapolda Riau saat dijabat Irjen Pol Zulkarnain. Selain itu, berbagai lembaga negara seperti DPR, Ombudsman, Mabes Polri juga didatangi. "Namun tak juga ada hasilnya," katanya kecewa.
 
Upaya juga bahkan dilakukan sampai pada mendatangi Istana Presiden untuk bertemu Presiden Joko Widodo. Hasil yang didapat nihil juga. Total, sembilan hari Mariyatun berada di sana pada akhir Desember 2017. 
 
Di sana, setelah sempat dijanjikan bisa bertemu Presiden, dia akhirnya diusir dengan disertai ancaman bahwa Paspampres tak segan meletuskan senjata jika Mariyatun tak pergi. "Ini ada rekamannya diancam dan diusir. Presiden tak bisa ditemui," ungkap Suroto sambil memperdengarkan rekaman suara saat mereka diusir dari istana presiden. 
 
Terakhir, upaya Zaqqul dan keluarga untuk mempertanyakan kelanjutan kasus dilakukan dengan niatan bertemu Kapolda Riau saat ini Irjen Pol Nandang, Senin siang yang rencananya pukul 14.00 WIB. 
 
Saat tiba di Polda, mereka nyatanya hanya ditemui Wakil Direktur Reserse Kriminal Umum (Wadir Reskrimum) Polda Riau AKBP Dolifar Manurung. "Kami sudah janji akan bertemu Kapolda, namun faktanya hanya diterima Wadir Reskrimum dan anggotanya," sebut Suroto.
 
Menanggapi hal itu, Kapolda Riau Irjen Pol Nandang saat dikonfirmasi membantah pihaknya membatalkan pertemuan dengan pihak keluarga korban. Dia mengaku sengaja mengutus Wadir Reskrimum dalam pertemuan itu. 
 
"Bukan batal. Saya tugaskan Wadir untuk langsung mem-backup dan bila perlu ditarik (perkara ini dari Polres Rohil ke Polda Riau). Ini semata-mata untuk kecepatan (penanganan perkara). Saya akan monitor dalam pelaksanaannya," tegas Nandang.
 
Reporter: Dodi Ferdian
Editor: Nandra F Piliang