Korupsi Mewabah

KPK Buka kantor di Riau

KPK Buka kantor di Riau

Maraknya persoalan kasus korupsi terjadi di Riau, secara tidak telah membawa persoalan tersendiri bagi seluruh masyarakat Riau. Dengan sendirinya Riau sudah dicap sebagai daerah lumbung koruptor dengan banyak pejabat dan anggota Dewan yang berhadapan dengan aparat hukum, terutama KPK.

Bahkan dalam perjalanan pemerintahan Provinsi Riau, sudah tiga Gubernur Riau yang harus berhadapan dengan Lembaga Antirasuah  dengan kasus yang sama yakni menyangkut korupsi.

Menghadapi persoalan tersebut, KPK akan membentuk Satuan Tugas Khusus Terpadu (Satgas) KPK di enam provinsi, yakni di Sumatera Utara, Riau, Banten, dan tiga daerah penerima otonomi khusus (Otsus) seperti Papua, Papua Barat, dan Aceh. Alasan pembentukan Satgas adalah karena seringnya kepala daerah dari enam provinsi tersebut tersangkut kasus korupsi.

Bahkan Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang, usai Rapat Koordinasi dan Supervisi Pencegahan dan Penindakan Korupsi Terintegrasi di Gedung Daerah Riau, Pekanbaru, minggu kemarin, mengakui Komisi Pemberantasan Korupsi akan memaksimalkan upaya pencegahan korupsi di Bumi Lancang Kuning. Didirikannya kantor perwakilan KPK di Riau, diharapkan upaya pencegahan korupsi di Riau bisa berjalan dengan maksimal.

Khusus di Riau, KPK berjanji secepatnya merealisasikan rencana tersebut. Bahkan masalah ini sudah dibahas dengan Plt Gubri. Sistem ini, telah dilakukan lebih dulu di Provinsi Banten. Di mana, Provinsi Banten telah menyiapkan tempat tinggal sementara bagi KPK selama proses pendampingan dan pengawasan.

Rencana KPK membuka kantor perwakilan di Riau merupakan terobosan baru dilakukan institusi itu guna mengawasi daerah-daerah yang dicatat rawan terjadi tindak pidana korupsi.

Sebelumnya, Saut mengatakan, korupsi tetap terjadi dan menjamur di Indonesia, dan Riau, karena gaya hidup pejabat suka akan hal bermewah-mewah. Tak hanya itu, tuturnya, masih banyak pejabat teras di Bumi Lancang Kuning, belum melaporkan jumlah harta kekayaan mereka miliki ke KPK.

Saut juga mengatakan hal tersebut ditujukan agar KPK lebih peka terhadap kasus korupsi yang ada di daerah. "Sudah dibicarakan, bagaiman nanti kemudian kita bisa hadir ditengah-tengah masyarakat. Supaya kuping kami lebih peka. Kalau tidak ditungguin, orang jahat akan jalan terus," jelasnya.

Bahkan Kabag Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha, secara tegas mengatakan KPK memberikan perhatian khusus pada Provinsi Riau lantaran pejabat di provinsi tersebut banyak yang telah terjerat kasus korupsi.
Berdasarkan statistik sejak 2007, khusus Provinsi Riau, KPK sudah menangani tindak pidana korupsi yang melibatkan total 25 orang.

Dari jumlah pejabat tersebut, tiga diantaranya merupakan Gubernur. Sementara dari pihak legislatif, terdapat 11 anggota DPRD Riau yang tersandung kasus korupsi di KPK. Selain itu terdapat delapan pejabat eselon, dua orang BUMN atau swasta dan seorang lainnya dari Riau yang menjadi pasien KPK.

“Secara statistik dikategorikan anggota DPRD 11 orang, pejabat eselon (PNS) ada 8 orang, gubernur tiga orang, swasta atau BUMN sebanyak dua orang dan lainnya seorang,” ungkapnya.

Puluhan orang itu terjerat kasus korupsi di berbagai sektor di Provinsi Riau. Untuk sektor perizinan, misalnya, KPK menangani 6 perkara tindak pidana korupsi.

“Terbanyak di sektor pengurusan anggaran, yakni 21 perkara, dan sektor pengadaan barang dan jasa ada satu perkara,” jelasnya.

Namun, sebelum langkah membuka kantor perwakilan, pihaknya akan meminta komitmen seluruh pejabat di Riau baik di tingkat provinsi maupun kabupaten untuk bersama mencegah korupsi. KPK akan memberikan sejumlah rekomendasi agar kasus korupsi tidak terulang kembali.

“KPK juga akan memberikan rekomendasi tentang bagaimana cara atau upaya yang bisa diterapkan dalam pengurusan anggaran, barang dan jasa dan perizinan sehingga ke depan tidak terjadi lagi korupsi,” katanya.

Hal tersebut didukung Wakil rakyat di DPRD Riau  M Adil yang mendukung rencana KPK membuka kantor perwakilan di Pekanbaru, sebagai upaya penyelamatan Riau dari praktek korupsi.

Wakil rakyat tentunya sangat mendukung sekali kalau memang rencana tersebut akan segera direalisasikan. Pasalnya, kata dia, kondisi Riau saat ini memang mengkawatirkan untuk masalah korupsi.

Namun Adil mengingatkan, nantinya setelah membuka kantor perwakilan di Pekanbaru, dengan bergaul dan berkawan dengan para pejabat Riau, KPK tetap mempertahankan integritasnya dan jangan sampai masuk angin.

Menurut Adil, saat ini merupakan masa-masa rawan, yang memang perlu perhatian khusus dan dikawal oleh pihak KPK, karena tidak lama lagi akan dilakukan pembahasan APBD Perubahan dan selanjutnya APBD murni tahun depan.

Diketahui, selain KPK menetapkan mantan Ketua DPRD Riau Johar Firdaus dan Suparman sebagai tersanga dugaan suap terkait pembahasan RAPBD Perubahan, juga ada rentetetan kasus yang menjerat mantan Gubernur Riau Anas Maamun dan mantan Anggota DPRD Riau A Kirjauhari.

Sementara, dari perjalanan sebelumnya, 14 Juni 2013, tepatnya pada hari Jumat, yang disebut sebut sebagai hari keramat,  Komisi Pemberantasan Korupsi resmi menahan Gubernur Riau Rusli Zainal.

"Ini semua menjadi proses yang harus saya jalani," ujar Rusli. Dia mengaku sudah siap dengan konsekuensi hukum atas penahanan yang bakal dilakukan oleh penyidik KPK.

Rusli Zainal ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi kehutanan oleh KPK sejak 8 Februari 2013. Dalam kasus ini, Rusli dikenakan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 tentang penyelenggara negara yang menyalahgunakan kewenangannya.

Kasus ini merupakan pengembangan dugaan korupsi pengeluaran izin pengelolaan hutan di Kabupaten Pelalawan, Riau.
 
Sejumlah pejabat setempat sebelumnya sudah divonis oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pekanbaru, Riau. Mereka adalah Tengku Azmun Jaafar (eks Bupati Pelalawan), Arwin As (eks Bupati Siak), Asral Rahman (eks Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Riau 2002-2003), Syuhada Tasman (eks Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Riau 2003-2004), dan Burhanuddin Husin (eks Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Riau 2005-2006).

Adapun untuk kasus suap PON, nama Rusli disebut dalam persidangan oleh terdakwa Lukman Abas dan Rahmat Syahputra. Rusli diduga terlibat dalam kasus suap penyelenggaraan PON Riau 2012, dengan menerima suap sekitar Rp 500 juta dan turut memberikan persetujuan dalam memberikan suap kepada sejumlah anggota DPRD Riau.

Persoalan hukum ini tidak saja dilakukan KPK, namun sejumlah kasus korupsi juga dilakukan aparat Kejaksaan dan Kepolisian. Dan jumlah korupsi yang ditangani jumlahnya tidak kalah dengan jumlah yang ditangani KPK.

KPK juga mengingatkan Plt Gubri waspada terhadap orang-orang yang ada di sekelilingnya, karena mereka bisa mempengaruhi kebijakan yang dibuat, sehingga terjadi perbuatan korupsi.

Pemerintah daerah dinilai sering mendapat tekanan dari dari luar seperti pihak pengusaha atau swasta. Pihak luar ini juga tak jarang turut mempengaruhi kebijakan kepala daerah.

Bahkan Rapat koordinasi juga ditandai penandatangan Mou Pencegahan Korupsi yang mencakup sembilan poin.

Kesembilan poin itu adalah, melaksanakan perencanaan proses penganggaran yang mengakomodir kepentingan publik bebas intervensi pihak luar melalu implementasi e-Planning. Selanjutnya melaksanakan pengadaan barang dan jasa berbasis elektronik termasuk pendirian unit layanan pengadaan (ULP) mandiri dan penggunaan e-Procurement. Kemudian melaksanakan pelayanan terpadu satu pintu dan proses penerbitan perizinan sumber daya alam (SDA) yang terbuka.

Poin keempat, melaksanakan tata kelola dana desa termasuk pemanfaatan yang efektif dan struktural. Selanjutnya melaksanakan penguatan aparat pengawasan internal pemerintah (APIP) sebagai bagian dari implementasi secara pengendalian intern pemerintah (SPIP).

Poin ketujuh, memperkuat sistem integirtas pemerin-tahan melalui pembentukan komite integritas pengendalian gratifikasi dan LHKPN dan dilanjutkan membangun sinergitas dan partisipasi seluruh komponen masyrakat terhadap penguatan tata kelola pemerintahan.

Poin kedelapan adalah melaksanakan perbaikan pengecekan pemberdayaan manusia (SDM) dan penerapan tunjangan perbaikan penghasilan dan terakhir, melaksanakan rencana aksi dalam program pemberantasan korupsi terintegrasi secara konsisten dan berkelanjutan. (rud/grc/kcm/ant/nur/dar)