MA Anulir Putusan Pengadilan Tipikor Pekanbaru Terkait Korupsi di BPR Gemilang
Riaumandiri.co - Mahkamah Agung (MA) RI) kembali menganulir putusan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru. Kali ini, hakim kasasi mengubah putusan majelis hakim tingkat pertama yang diketuai Zefri Mayeldo.
Perkara yang dianulir MA tersebut adalah kasus korupsi di Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Gemilang Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil). Dalam putusan sebelumnya, tiga terdakwa sempat dilepaskan dari segala tuntutan hukum oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Pekanbaru.
Ketiga terdakwa tersebut yakni Hadran Marzuki selaku Direktur PD BPR Gemilang periode 2005–2010, Syahran selaku Kepala Desa Sungai Rawa periode 2000-2020, serta Jonaidi selaku Kepala Desa Simpang Tiga Daratan Enok periode 2000-2013.
Pada sidang putusan Pengadilan Tipikor Pekanbaru, Senin (13/1) lalu, majelis hakim menyatakan penuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak dapat diterima karena dianggap telah daluwarsa. Atas dasar itu, ketiganya dilepaskan dari segala tuntutan hukum dan dikeluarkan dari tahanan kota.
Dalam pertimbangannya, majelis hakim menyebut bahwa penuntutan JPU telah melewati batas waktu sebagaimana diatur dalam Pasal 78 ayat (1) ke-3 KUHP, yakni kejahatan yang diancam pidana penjara lebih dari tiga tahun daluwarsa setelah 12 tahun.
Majelis hakim menilai perbuatan korupsi yang didakwakan terjadi sejak 22 September 2006 hingga 11 Maret 2009. Dengan demikian, perkara tersebut dinilai telah daluwarsa pada 13 Maret 2021. Sementara penuntutan oleh JPU baru dilakukan pada 19 Desember 2024.
Tidak menerima putusan tersebut, JPU kemudian mengajukan upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung RI. Hasilnya, MA mengabulkan kasasi JPU dalam putusan yang diketok pada 15 Oktober 2025.
"Benar, Mahkamah Agung RI mengabulkan kasasi Penuntut Umum," ujar Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Inhil, Sugito, melalui Kepala Seksi (Kasi) Tindak Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Inhil, Frengki Hutasoit, Senin (15/12).
Menurut Frengki, MA sependapat dengan tuntutan JPU yang menyatakan ketiga terdakwa terbukti bersalah melanggar Pasal 3 Undang-undang (UU) RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2021 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Dalam putusan tersebut, terdakwa Hadran Marzuki dijatuhi hukuman dua tahun penjara. Sementara terdakwa Syahran dan Jonaidi masing-masing dijatuhi hukuman satu tahun dan tiga bulan penjara. Selain itu, ketiganya juga dihukum membayar denda sebesar Rp100 juta subsidair tiga bulan kurungan.
Khusus terdakwa Hadran Marzuki, MA juga menjatuhkan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti kerugian negara sebesar Rp2.312.774.988 subsidair dua tahun penjara. Dengan begitu, ketiganya telah berstatus terpidana.
"Dua terpidana dieksekusi di Lapas Tembilahan sekitar dua minggu lalu. Untuk Hadran, yang bersangkutan telah meninggal dunia beberapa bulan yang lalu," pungkas Frengki.
Kasus dugaan korupsi ini bermula dari adanya Perjanjian Kerja Sama antara Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Inhil dengan PD BPR Gemilang terkait program pengelolaan dan penyaluran dana peningkatan usaha ekonomi desa atau kelurahan di Kabupaten Inhil.
Dalam kerja sama tersebut, Pemkab Inhil menempatkan dana sebesar Rp13,8 miliar. Dana itu kemudian disalurkan oleh Hadran Marzuki kepada masyarakat, namun tidak sesuai dengan petunjuk teknis yang ditetapkan oleh Pemkab Inhil.
Akibatnya, hal tersebut memberi kesempatan kepada Syahran dan Jonaidi selaku kepala desa untuk melakukan pencairan dana secara fiktif.
Berdasarkan Laporan Hasil Perhitungan Kerugian Negara yang dikeluarkan oleh BPKP Perwakilan Provinsi Riau, ditemukan kerugian keuangan negara dalam perkara ini sebesar Rp2.312.774.988.