Ternyata Ini Sebab Dua Fraksi di DPRD Kuansing tak Terima LPj Pemkab Tahun 2024

Ternyata Ini Sebab Dua Fraksi di DPRD Kuansing tak Terima LPj Pemkab Tahun 2024

Riaumandiri.co - Fraksi Golkar DPRD Kuantan Singingi (Kuansing) tak menerima LPj APBD 2024 Pemkab Kuansing dalam rapat paripurna, Selasa (8/7).


Sebab adanya penambahan anggaran fantastis senilai Rp48 miliar di Dinas Perumahan, Kawasan Pemukiman dan Pertanahan yang dinilai tidak sesuai prosedur, serta temuan belanja honorarium di BPKAD yang menyalahi aturan.



Pandangan umum Fraksi Golkar yang dibacakan oleh Endri Yupet menyoroti bahwa penambahan pagu anggaran sebesar Rp48 miliar untuk sub kegiatan "Penyediaan Prasarana dan Sarana dan Utilitas Umum di Perumahan untuk Menunjang Fungsi Hunian" di Dinas Perumahan, Kawasan Pemukiman dan Pertanahan adalah masalah utama. Dari jumlah tersebut, sekitar Rp42 miliar dialokasikan untuk belanja modal jalan desa di 19 titik lokasi.


"Penambahan pagu anggaran belanja pada sub kegiatan dimaksud tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, berdasarkan Pasal 105 Ayat (2) PP 12 Tahun 2019 bahwa pembahasan Ranperda tentang APBD berpedoman pada RKPD, KUA, dan PPAS," tegas Endri Yupet. Ia menjelaskan bahwa dalam dokumen PPAS, pagu untuk sub kegiatan tersebut hanya Rp4,6 miliar, jauh dari angka yang ditemukan.


Fraksi Golkar juga menekankan bahwa penambahan anggaran jumbo ini tidak pernah dibahas dan disetujui dalam rapat-rapat DPRD, baik di tingkat komisi maupun Badan Anggaran. Hal ini bertentangan dengan Permendagri Nomor 77 Tahun 2020 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Daerah.


"Hal ini tidak sesuai dengan Permendagri Nomor 77 Tahun 2020 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Daerah, Bab IV Huruf B (Persetujuan Rancangan APBD), Angka (2) yang menyatakan bahwa Kepala Daerah dan DPRD melakukan persetujuan bersama berdasarkan hasil pembahasan rancangan Perda tentang APBD," terang Endri.


Selain itu, penambahan pagu anggaran ini hanya tertuang dalam Berita Acara Hasil Pembahasan yang ditandatangani Pimpinan DPRD dan Ketua TAPD, tanpa melalui mekanisme pembahasan di Badan Anggaran maupun laporan paripurna.


Selain masalah anggaran di Dinas Perumahan, Fraksi Golkar juga menyoroti belanja honorarium penanggung jawab pengelola keuangan di Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD). 


Fraksi menemukan adanya alokasi lebih dari Rp2 miliar untuk tambahan penghasilan berdasarkan pertimbangan objektif lainnya ASN yang dinilai tidak memiliki dasar hukum dan besarannya tidak sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 33 Tahun 2020.


Lebih mencengangkan, honorarium tersebut juga dianggarkan dan dibayarkan untuk Kepala Daerah dan Sekretaris Daerah. Fraksi Golkar menegaskan bahwa hal ini melanggar PP 12 Tahun 2019, mengingat Kepala Daerah bukan ASN, dan penganggaran untuk Sekretaris Daerah seharusnya berada di Sekretariat Daerah, bukan BPKAD.


Fraksi Golkar menduga bahwa penganggaran dan pelaksanaan APBD 2024 yang tidak taat aturan ini berdampak langsung pada kondisi keuangan daerah di tahun 2025. "Data terakhir seperti disampaikan, lebih dari Rp190 miliar kewajiban tunda bayar daerah harus ditunaikan," ungkap Endri. Ia menduga bahwa salah satu penyebab tunda bayar ini adalah catatan penganggaran yang disampaikan Fraksi Golkar.


Mengakhiri pandangannya, Fraksi Partai Golkar menyerukan kepada seluruh lembaga dewan untuk lebih cermat dalam menjalankan fungsi pengawasan dan penganggaran ke depannya.


Senada dengan Golkar, Fraksi PAN juga menolak LPj APBD 2024 tersebut dengan alasan yang sama. Seperti yang disampaikan Juru Bicaranya Firman Rendyansyah, S.PSi saat rapat paripurna. Termasuk pula Fraksi Nasdem PKS menyampaikan penolakannya pula melalui juru bicaranya, Oberlin Manurung.


"Dari informasi yang kami terima, pada tahun 2025 belanja dimaksud telah dirasionalisasi pada pergeseran APBD. Rasionalisasi dilakukan apakah karena Inpres Nomor 1 Tahun 2025 Tentang Efisiensi Belanja Negara Pada APBN dan APBD tahun anggaran 2025 atau dirasionalisasi disebabkan alasan lainnya," kata Rendyansyah.


Sedangkan fraksi lainnya, seperti Gerindra, PDIP, Demokrat, dan PKB menerima dengan catatan, namun tidak bertanggungjawab apabila ada persoalan hukum di kemudian hari.



Berita Lainnya