Kualitas Air Sungai Kampar di Level TIGA

Nelayan Menjerit, Penghasilan Anjlok

Nelayan Menjerit, Penghasilan Anjlok

PANGKALAN KERINCI (HR)-Nasib nelayan di pesisir Sungai Kampar, Desa Shering, Kecamatan Pangkalan Kerinci saat ini memperihatinkan. Karena populasi ikan semakin kecil sehingga tak jarang nelayan pulang hanya membawa ikan cukup untuk lauk-pauk di rumah sendiri.

Seperti dituturkan Zainun (46) warga desa Shering, meski perjuangannya menangkap ikan dilakukan kadang dari pagi sampai sore dan terkadang berangkat malam pulang pagi, namun hasil tangkapan ikan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

Nasib yang sama juga di alami oleh nelayan Bayu, yang belakangan ini harus menerima dan bersabar, tidak ada upaya lain yang bisa di lakukan untuk meningkatkan hasil penangkapan ikan.

"Sebelum tahun 2000, penghasilan kami satu minggu mencapai Rp2 juta, sekarang mencari uang Rp500 ribu/minggu sudah susah. Karena ikan dari Sungai Kampar ikan air tawar dan udang susah dicari," ujar Zainun pada wartawan, Selasa (12/5) di kediamannya.

Nelayan yang biasa turun ke sungai dengan peralatan jaring dan pancing ini menduga, populasi ikan turun drastis akibat adanya aktivitas 3 perusahaan yang mengepung desanya.

"Semenjak RAPP, PT Indosawit dan PT Adei beroperasi di desa kami, ikan semakin sedikit," ujar Zainun.
Zainun menceritakan, pada musim penghujan dan moment tertentu sering ditemukan ikan-ikan mabuk atau bahkan mati mengapung diatas permukaan air sungai. Ia mengira kejadian seperti ini yang mengakibatkan rantai pertumbuhan ikan terganggu, sehingga populasi ikan di sungai dan kanal semakin kecil.

"Tahun sebelumnya, beberapa kali kita temukan ikan mabuk dan mati, dalam 3 atau 4 hari baru hilang. Kami orang awam tidak bisa tau apakah ikan mati akibar racun atau limbah," ujar Zainun.

Selain keluhan hasil nelayan, ia juga menceritakan kondisi air sungai yang semakin memprihatinkan. Sungai yang sebelumnya merupakan sumber air andalan masyarakat untuk kebutuhan rumah tangga, seperti mencuci, mandi dan keperluan lainnya, kini airnya sudah tercemar, tidak jarang masyarakat merasakan gatal-gatal sepulang mandi dari sungai.

Rudi, pemuda setempat mengakui bahwa budaya masyarakat pesisir Sungai Kampar mandi di sungai tidak bisa dihilangkan, meski kondisi air tidak layak untuk patut diri. Namun sebagian besar masyarakat masih menghandalkan sungai untuk tempat membersihkan diri atau mandi.

"Saya fikir sama lah dengan daerah lain di pesisir sungai, budaya masyarakat mandi di sungai. Sekarang air tidak layak, kami tidak tahu penyebab pastinya, ada yang bilang limbah perusahaan tapi tidak diketahui pasti," ujarnya.

Tidak Ada
Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kabupaten Pelalawan Syamsul Anwar saat dikonfirmasi membenarkan kalau kondisi air di Sungai Kampar berada di level 3, tidak layak untuk di konsumsi dan untuk keperluan rumah tangga.

"Setahu saya tidak ada air sungai di dunia ini yang kadarnya di level 1 atau layak diminum. Air sungai Kampar di level 3," kata Syamsul Anwar.

Menurut Syamsul Anwar, tercemarnya Sungai Kampar akibat limbah domestik dan bukan dari limbah industri.
"Dari kajian Kementrian Lingkungan Hidup terhadap daya tampung sungai Kampar, diketahui lebih banyak limbah domestik," terang Syamsul Anwar.
Dijelaskannya, aliran sungai Kampar membentang dari wilayah Sumbar hingga ke Kabupaten Pelalawan, artinya sungai tersebut menghubungkan beberapa Kabupaten/kota.

"Limbah rumah tangga dari Sumbar, Pasaman, Kuansing, Kampar turun ke sungai itu. Meski dari rumah biasanya turun ke selokan, namun ujung muaranya ke sungai," terangnya.

Terkait dugaan limbah perusahaan yang dilontarkan masyarakat, Syamsul Anwar membantah keras, sebab pihaknya terus mengkontrol instalasi pengelolaan limbah pada 3 perusahaan yang ada di sekitar desa. Shering.

"Instalasi pengelolaan limbah RAPP di kontrol secara komputerisasi, kalau COD, BOD di atas 70 dari sensor yang mendeteksi limbah ke luar, alarm sudah bunyi dan tanda merah. Jadi pihak perusahaan langsung mencari dimana kesalahan pengolahan limbah. Padahal batas atas kadar COD dan BOD di angka 90 masih bisa," ujar Syamsul Anwar.

Sementara pengolahan limbah di PT Indosawit dan PT Adei sudah menggunakan teknologi line aplikasi, limbah olahan buah kelapa sawit diolah menjadi pupuk dan langsung dialirkan ke kebun flasma.

"Kami melakukan pemantauan, bahkan kami membuat kolam uji coba di dekat lubang lne aplikasi, untuk menguji kadar air yang sumbernya dekat dengan lubang pupuk dari limbah itu," ujarnya.

Terkait kejadian ikan mati, Syamsul Anwar menjelaskan dari hasil uji laboratorium terhadap kadar dan kondisi air sungai, diperkirakan ada benda-benda yang saat hujan memuai dan merusak kadar air sehingga menyebabkan ikan mati.***