Calon Mempelai Gelar Prosesi Adat Sunda

Jumat, 25 November 2016 - 19:22 WIB
Disaksikan H Basrizal Koto dan segenap keluarga, Galih Apria bersama Sonya Basko menumbuk menggunakan alu dalam upacara adat Sunda, Ngeuyeuk Seureuh, Kamis (24/11).

PEKANBARU (riaumandiri.co)-Pernikahan adalah sesuatu yang sakral. Karena, dalam sebuah pernikahan, bukan hanya mengikat ikatan suci antara pengantin pria dan wanita. Namun lebih jauh dari itu, pernikahan juga menimbulkan ikatan kekeluargaan yang baru.
Lebih jauh lagi, pernikahan juga bisa menjadi ajang penyaturan dua adat istiadat yang berbeda. Gambaran itu, tampak pada hari kedua menjelang akad nikah Sonya Nowindasari, SH yang merupakan putri Ketua umum Ikatan Keluarga Minang Riau, H Basrizal Koto, dengan AKP Galih Apria, APr, SIp, SIk.
Pada Kamis (24/11), prosesi adat kembali digelar di kediaman H  Basrizal Koto di Jalan Diponegoro 9 Pekanbaru.
Bila pada Rabu malam kemarin prosesi menggunakan adat istiadat Minangkabau yakni Malam Bainai, sebagai representasi Widya yang bersuku Minang, kali ini proses digelar dengan menggunakan adat Sunda. Hal itu menggambarkan jati diri AKP Galih Apria, yang merupakan putra kelahiran Cianjur, Jawa Barat.
Sebelum prosesi dimulai, Sonya bersama ayahanda tercinta H Basrizal Koto dan keluarga besar, terlebih dahulu melakukan ziarah ke makam ibunda tercinta Alm Hj Mukhniarti di Taman Bahagia Jalan Pattimura. Di tempat itu, keluarga besar H Basrizal Koto memanjatkan doa, semoga almarhumah ditempatkan di tempat terbaik di sisi Allah SWT.
Sekembalinya ke kediaman, kegiatan dilanjutkan dengan proses khatam Quran yang diiringi Grup Rebana Nurul Annisa.
Setelah itu, prosesi adat Sunda pun dimulai. Prosesi ini dipimpin langsung Ketua Perkumpulan Masyarakat Sunda Riau (Misuri), EM Surahmat.
Digendong Ayahanda Tercinta
Sementara itu, calon pengantin wanita, Sonya, pada Kamis kemarin melaksanakan acara siraman. Sonya memasuki area upacara adat, dengan digendong ayahanda tercinta, H Basrizal Koto, sembari membawa lilin yang menyala. Kegiatan ini juga diiringi seluruh anggota keluarga.

Prosesi ini menggambarkan sang ayah bersiap melepas anaknya memasuki kehidupan yang baru. Setelah berada di lokasi prosesi, Sonya kemudian mencuci kaki sang ayah.

Sebelum prosesi siraman, Sonya Basko memohon restu dari orangtua. Suasana haru pun merebak. Sang ayah, H Basrizal Koto tampak berkaca-kaca saat anak tercinta meminta doa restu.

"Sonya mohon doa dari papa dan mohon maaf atas segala kesalahan yang telah Sonya lakukan baik yang sengaja maupun tidak, yang telah menyakiti hati papa," ujar Sonya.

Permohonan itu dijawab langsung H Basrizal Koto. "Semoga ananda bisa menjalani kehidupan berumah tangga dengan penuh amanah dan penuh kesederhanaan," ujarnya.

Prosesi siraman juga diawali H Basrizal Koto, yang diikuti dengan anggota keluarga lainnya.

Tidak hanya di kediaman H Basrizal Koto, kegiatan serupa juga digelar serentak di kediaman mempelai pria, AKP Galih Apria yang berada di Simpang Tiga. Prosesi ini diikuti kedua orangtua, H Hidayat dan Hj Euis Risyani, serta segenap keluarga besar calon pengantin pria.
 
Ngeuyeuk Seureuh

Usai prosesi siraman, suasana di kediaman H Basrizal Koto pun bertambah meriah, saat calon pengantin pria bersama keluarganya datang. Kedatangan Galih dan keluarga, disambung langsung keluarga besar H Basrizal Koto.

Perlahan Sonya Basko, memasuki area pelaminan untuk melaksanakan prosesi selanjutnya, Ngeuyeuk Seureuh. Prosesi ini merupakan adat Sunda, yang isinya memberikan nasehat kepada kedua calon mempelai. Tujuannya, supaya keduanya bisa menjalankan kehidupan rumah tangga dengan baik, sehingga bahagia hingga ke anak cucu.
Prosesi ini juga bermaks untuk menyatukan dua keluarga, agar saling bekerjasama, mendukung dan saling melengkapi antara satu dengan yang lain.

Sebelum prosesi dilaksanakan, pengantin pria meminta izin kepada tuan rumah, sambil memegang tali tujuh warna. Selanjutnya, pengantin pria juga memohon Ridho Allah SWT supaya kegiatan ini berjalan lancar.

Dalam upacara Ngeuyeuk Seureuh, sirih menjadi salah satu perlengkapan yang digunakan sebagai lambang. Didampingi keluarga besarnya, kedua calon pengantin mengikuti satu persatu arahan yang disampaikan.
Gelak tawa sesekali terdengar, karena pemandu prosesi terkadang melontarkan joke dengan jenaka. Prosesi adat yang sarat makna ini berjalan dengan lancar.

Berbagai perlengkapan tampak disiakan dihadapan kedua mempelai, antara lain, sirih bertangkai, pinang bertangkai, beberapa ikat padi, bunga pinang, dan ramuan sirih.

Ada juga bagian dari alat tenun tradisional seperti, papan tipis dan sepotong bambu tak beruas, kain poleng merah yang belum dijahit, lidi enau, benang tenun, lampu minyak kelapa bersumbu tujuh.
Juga disediakan kendi, tikar pandan, kain putih, cobek dan ulekan, bokor dan tempat membakar kemenyan.
Ditambah perlengkapan lain, seperti ayakan, nampan dari anyaman, kayu bakar, seperangkat pakaian pengantin, dan kain batik panjang dengan jumlah ganjil. Sesaji berupa beras, telur, ayam, pisang, gula aren, kue-kue, jarum dan benangnya serta rujakan, juga ikut ditampilkan.  Semua perlengkapan memiliki makna masing-masing.

Usai prosesi Ngeuyeuk Seureuh, acara dilanjutkan dengan makan bersama, keluarga besar dari kedua mempelai duduk bersama di satu meja menikmati hidangan yang disiapkan.

Suasana bahagia semakin lengkap dengan ayunan musik Sunda yang tak berhenti menghibur mereka yang hadir dalam prosesi itu. (nie, her)

Editor:

Terkini

Terpopuler