Dana Desa

Rabu, 25 Mei 2016 - 22:18 WIB
Zico Basko - Entrepreneur Muda

Oleh: Zico Basko
Entrepreneur Muda

 

Sejak tahun 2015 lalu, pemerintahan desa memasuki babak baru dalam sejarah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kue pembangunan yang awalnya hanya berkutat di ibukota, akan lebih diratakan ke seluruh Indonesia. Hal tersebut tak lepas dari fenomena ketimpangan pendapatan antar daerah dalam beberapa tahun terakhir.

Tahun lalu secara nasional dana desa yang dianggarkan dalam APBN hanya Rp20 triliun. Namun tahun 2016 ini, sampai Rp40,5 triliun dana yang akan dikucurkan ke desa di Indonesia.
Setidaknya tahun ini dana desa naik dua kali lipat atau lebih 100 persen dari yang sebelumnya desa menerima Rp300 juta, namun tahun ini mendapat Rp600 hingga Rp750 juta per desa.

Dana desa ini langsung ditransfer dari rekening pusat ke rekening kabupaten dan selanjutnya kabupaten yang akan menyalurkannya ke rekening masing-masing desa. Untuk penerima sendiri di Riau ada sebanyak 5.992 desa, dan penyalurannya akan dilakukan tiga tahap. Pada tahun lalu, Riau juga menganggarkan dari APBD per desa mendapat Rp500 juta. Sementara, dari APBN mendapatkan total sekitar Rp450 miliar.

Dengan ada dana yang langsung mengucur ke desa, pemerintah desa kini mempunyai otonomi melakukan pembangunan di wilayah masing-masing.

Dengan mengelola dana sendiri, desa telah ditempatkan sebagai subjek sesungguhnya dari pembangunan karena mendorong perangkat desa dan masyarakat aktif memegang peranan pembangunan karena merekalah yang memahami secara utuh persoalan dan kebutuhan desa. Selama ini, walau sudah otonomi daerah, implementasinya harus diakui baru berhenti pada level kabupaten.

Kita mendukung dan memberi apreasiasi dalam penyaluran dana desa yang sangat besar ini. Tetapi harus diawasi secara ketat karena dana desa berpotensi diselewengkan.
Dana desa juga rawan dipolitisasi oleh calon petahana yang maju di Pilkada dalam bentuk distribusi alokasi ke desa yang tidak merata dan diarahkan pada desa basis pendukung calon.
Ini akan bawa berkah atau musibah, tentu bergantung cara pandang kita. Jika berpikir positif desa mampu mengelola dana besar, akan membawa berkah. Sebaliknya, melihat kemampuan dan kapasitas desa yang masih rendah, justru menjadi musibah.

Kesiapan mental aparat desa patut menjadi atensi agar dana yang cukup besar itu tidak menguap begitu saja. Jangan sampai nasibnya sama dengan mayoritas kepala daerah. Dari 524 kepala daerah, 318 orang di antaranya tersangkut kasus korupsi.
Karena itu, pemerintah dan aparat penegak hukum sudah seharusnya turun gunung melakukan pengawasan. Termasuk media, harus mengawasi ketat penggunaan dana desa tersebut agar tidak ada penyalahgunaan. Transparansi dan publikasi penggunaan dana desa juga mutlak dilakukan pemerintah desa. ***

Editor:

Terkini

Terpopuler