Menkeu Sri Mulyani Cairkan Utang DBH Rp14 T Tanpa Tunggu Audit BPK

Menkeu Sri Mulyani Cairkan Utang DBH Rp14 T Tanpa Tunggu Audit BPK

RIAUMANDIRI.ID, JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mencairkan kurang bayar Dana Bagi Hasil (DBH) Tahun Anggaran 2019 senilai Rp14,7 triliun kepada daerah. Pencairan dilakukan tanpa hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Kebijakan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 36/PMK.07/2020 tentang Penetapan Alokasi Sementara Kurang Bayar Dana Bagi Hasil Tahun Anggaran 2019 dalam Rangka Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19). Beleid itu diteken bendahara negara pada 16 April lalu.

Sri Mulyani menjelaskan seharusnya kurang bayar DBH kepada daerah provinsi, kabupaten, dan kota baru dicairkan pemerintah pusat melalui Kementerian Keuangan setelah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengeluarkan hasil audit pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) 2019. Kurang bayar DBH sendiri merujuk pada realisasi penerimaan negara yang dibagihasilkan 2019 dari laporan hasil pemeriksaan atas LKPP 2019.


Secara jadwal, penyampaian LKPP 2019 setidaknya paling lambat pada Maret 2020. Lalu, BPK mengeluarkan audit pada Mei atau Juni 2020 dan pencairan kurang bayar DBH kepada daerah dilakukan pada Juli 2020.

Namun, pemerintah daerah rupanya perlu tambahan amunisi di tengah pandemi virus corona atau Covid-19. Dengan begitu, kebijakan pencairan kurang bayar DBH dikeluarkan lebih awal.

"Penyaluran alokasi sementara kurang bayar DBH kepada daerah provinsi, kabupaten, dan kota dilaksanakan dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan negara dan kebutuhan daerah dalam penanganan pandemi virus corona atau Covid-19," ungkap Sri Mulyani dalam PMK 36/2020, dikutip Jumat (24/4/2020).

Kendati begitu, pencairan kurang bayar DBH kepada daerah sejatinya hanya sekitar 50 persen dari penetapan alokasi sementara. Alokasi ini dihitung dari DBH kuartal IV 2019 yang dihitung berdasarkan selisih antara prognosis realisasi DBH 2019 dengan DBH 2019 yang telah disalurkan sampai dengan kuartal III 2019.

Hasil penetapan alokasi sementara mencatat kurang bayar DBH Rp14,71 triliun terbagi atas kurang bayar DBH pajak sebesar Rp8,14 triliun dan kurang bayar DBH SDA Rp6,56 triliun. Kurang bayar DBH SDA berasal dari kurang bayar DBH SDA mineral dan batu bara sebesar Rp3,22 triliun.

Lalu, kurang bayar DBH SDA minyak dan gas bumi Rp2,57 triliun dan kurang bayar DBH SDA panas bumi Rp429,08 miliar. Kemudian, kurang bayar DBH SDA kehutanan Rp261,44 miliar dan kurang bayar DBH SDA perikanan Rp86,84 miliar.

Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sempat meminta pemerintah pusat agar segera mencairkan kurang bayar DBH 2019 sebesar Rp5,1 triliun. Orang nomor satu di ibu kota itu juga meminta pencairan DBH 2020 sebesar Rp2,4 triliun.

Menurutnya, pencairan ini penting agar amunisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI Jakarta semakin kuat. Khususnya dalam menangani dampak pandemi corona.

"Kami berharap itu berharap dicairkan. Jadi tantangan di Jakarta bukan pada anggaran tapi pada cash flow. Kalau dicairkan kami punya keleluasaan secara cash flow," kata Anies.