Pimpinan DPD RI Turun Tangan

Nofi Chandra: Basko Simbol Kebangkitan Pascagempa

Nofi Chandra: Basko Simbol Kebangkitan Pascagempa
RIAUMANDIRI.CO, PADANG – Polemik eksekusi lahan Basko Hotel dan Grand Mall mendapat perhatian serius Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI. Pimpinan DPD turun tangan membahas masalah ini. Dalam waktu dekat, DPD akan melakukan pertemuan dengan Mahkamah Agung dan PT Kereta Api Indonesia (PT KAI) untuk mencari solusi terbaik dalam persoalan yang sudah menyangkut harkat hidup orang banyak.
 
Turun tangannya pimpinan DPD RI tidak lepas dampak besar yang akan timbul jika eksekusi lahan dan bangunan hotel dan grand mall dilakukan. Selain ancaman PHK terhadap seribuan karyawan, juga adanya potensi buruk terhadap dunia investasi Sumbar yang sedang bergeliat. DPD tidak melihat polemik ini hanya tentang Basrizal Koto secara pribadi, atau PT Basko Minang Plaza (BMP) semata.
 
“Ini buruk bagi Sumbar. DPD tentu tidak mau hal-hal buruk terjadi di Sumbar yang dikenal sebagai ranah mufakat. Itu sebabnya, berbagai upaya akan diambil agar konflik ini tidak melebar dan menimbulkan efek negatif bagi khalayak banyak, terutama yang menggantungkan hidup di hotel dan mall. Langkah DPD juga sebagai upaya penyelamatan dunia investasi Sumbar,” terang Nofi Chandra, anggota DPD RI asal Sumbar, Selasa (23/1/2018) malam.
 
Dijelaskan Nofi, konflik ini sudah menjadi pembahasan di tingkat pimpinan DPD. Perwakilan dari Sumbar juga telah berdiskusi dengan tiga pimpinan, yakni Ketua DPD Oesman Sapta Odang, serta dua wakilnya, Darmayanti Lubis dan Nono Sampono.
 
“Pimpinan telah mengetahui dan mempelajari persoalan yang terjadi, serta sepakat menyurati Mahkamah Agung serta PT KAI, untuk mencari jalan keluar terbaik. Terutama yang terkait dunia investasi dan tempat usaha, dimana banyak yang menggantungkan hidup di sana,” papar Nofi.
 
Pandangan Nofi Chandra, sebagai putera daerah, saudagar Minang yang meniti usaha dari bawah, Basko merupakan wujud nyata dari falsafah Minangkabau; Karakok madang di hulu, babuah babungo balun, marantau bujang dahulu, di kampuang baguno balun.
 
“Basko merupakan representasi dari anak rantau yang berhasil di negeri orang, lalu pulang untuk membangun kampung halaman. Dengan segala yang dilakukannya, selayaknya Basko tidak dibiarkan sendiri ketika menghadapi masalah. DPD akan menjadi bagian yang melindungi Basko, sepanjang semuanya berada dalam koridor,” tegas Nofi Chandra, putera Solok tersebut.
 
Ketika gempa besar mengguncang Sumbar tahun 2009 silam, banyak pengusaha yang eksodus dari Sumbar. Mereka menutup usahanya, melakukan pemberhentian karyawan dan menarik investasi. Namun, Basko tidak melakukan itu. Dia keukeuh untuk membangun kampung halaman, meski banyak yang mencibir, usahanya akan mati karena sebagai supermarket bencana, Sumbar tidak kondusif untuk berusaha.
 
“Cibiran itu tidak dia gubris. Saya yakin, Basko tidak sekadar memikirkan profit ketika dia berusaha di kampung halaman. Pasti ada hal lain di sisi terdalam hatinya untuk membuat kampungnya tercelak. Sebab, bagi orang Minang, majunya kampung halaman merupakan suatu kebanggaan. Saya yakin Basko juga begitu. Dia merupakan simbol kebangkitan saudagar Minang pascagempa 2019,” lanjut Nofi.
 
Beranjak dari hal itu, DPD RI berharap upaya yang dilakukan dalam polemik lahan antara PT KAI dan Basko harus pula tidak dilandasi ego sektoral, atau siapa yang menang dan kalah. Mesti ada pertimbangan lain, terutama yang menyangkut harkat hidup orang banyak.
 
“Setiap masalah itu semestinya diselesaikan hati lapang dan memikirkan dampak baik buruknya. Dalam persoalan ini kita minta jangan sampai ada eksekusi secara berlebihan, apalagi sampai menghancurkan bangunan tempat orang banyak mencari nafkah,” tegas Nofi.
 
Nofi sepakat dengan pernyataan anggota DPD RI asal Sumbar lainnya, Leonardy Harmainy Datuak Bandaro Basa yang meminta Pengadilan Negeri Padang menghentikan eksekusi tahap dua terhadap Basko Hotel dan Mall. Eksekusi itu dianggap akan merugikan Sumbar.
 
“Apa yang disampaikan Bang Leo (panggilan Leonardy Harmainy-red) juga menjadi kesepakatan kami secara bersama di DPD,” tutur senator tersebut.
 
Menurut Leonardy, penundaan eksekusi tahap dua ini bukan bentuk pelanggaran hukum. Objek eksekusi ini berupa hotel dan mall adalah tempat usaha, yang melibatkan orang banyak, mulai dari pedagang, karyawan dan pemasok barang dagangan. Ini hajat hidup orang banyak dan harus mendapatkan perlindungan dari negara, karena itu sangat bijak jika PN Padang menunda dulu eksekusinya.
 
Leonardy Harmainy yang juga mantan Ketua DPRD Sumatera Barat itu mengatakan, kita tidak boleh main kuat-kuatan menggunakan hukum. "Saya tidak mengintervensi hukum, tetapi kepentingan orang banyak adalah di atas segalanya. Jadi tunda dulu, mari kita duduk bersama," kata Leonardy Harmainy.
 
Menunda eksekusi ini, kata menantu Bupati Anas Malik ini, tidak akan membuat dunia hukum akan kiamat. Biasa saja. "Kita susah mengundang investasi ke Sumatera Barat. Jangan akibat eksekusi ini merusak iklim investasi, yang rugi daerah Sumatera Barat bahkan Indonesia," tegas Leonardy.
 
Hal yang sama juga dikatakan anggota DPR RI asal Sumbar, Jon Kenedy Aziz. Politisi yang berlatar belakang advokat menyebut, walaupun telah keluar putusan inkrah berkekuatan hukum tetap terkait perkara tanah antara PT KAI dan Basko, penghentian eksekusi tetap harus jadi bahan pertimbangan.
 
Sebab di atas tanah yang dipersengketakan itu telah muncul banyak kepentingan. Utamanya berkaitan dengan telah banyaknya masyarakat yang menggantungkan hidup di PT Basko Minang Plaza (BMP) sebagai yang menaungi Basko Hotel dan Basko Grandmall. Masyarakat yang dimaksud di sini adalah para karyawan dari perusahaan PT BMP. Tak tanggung-tanggung jumlahnya mencapai seribu orang lebih. ***
 
 
Sumber : Harianhaluan.com