Bamsoet: Ada Orang Besar Jadi Beking

Bamsoet: Ada Orang Besar Jadi Beking

JAKARTA (RIAUMANDIRI.co) - Ketua Komisi III DPR RI, Bambang Soesatyo, prihatin dengan aksi penyanderaan yang dilakukan sekelompok orang terhadap tujuh petugas Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, saat menyegel lahan milik PT Andika Permata Sawit Lestari di Rokan Hulu, Jumat (2/9) lalu.

Politisi yang akrab disapa Bamsoet ini, menduga, selain pihak perusahaan, ada orang besar yang sekaligus menjadi beking di balik Bamsoet aksi penyanderaan tersebut. "Ini pasti ada pejabat (orang besar) yang menjadi beking pengusaha itu sehingga berani berbuat demikian, dan bisa karena merasa salah satu sponsor tokoh politik di tingkat nasional dan merasa lebih sakti dari

Bamsoet petugas yang disandera," ujarnya di Gedung DPR, Jakarta, Senin (5/9). Ditegaskannya, harusnya penegakan hukum dilakukan secara konsisten, bahkan terhadap orang terdekat sekalipun. Tindakan hukum yang tidak pandang bulu inilah yang seharusnya ditegakkan.

"Harus konsisten, penegakkan hukum harus dinomorsatukan dari pada bela sahabat. Apalagi kalau memang sahabatnya melanggar atau salah. Bukan malah dilindungi," ujarnya.

Untuk itu kata dia, jajaran aparat khususnya pihak Kepolisian dan Kementerian LHK harus menyelidiki dugaan tersebut. "Selidiki, dan jika memang terbukti ya jangan dibiarkan, buat sesuai dengan hukum yang ada," pungkasnya.

Sementara itu, Komisioner Ombudsman Laode Ida, usai rapat bersama di Pemprov Riau juga ikut menyorot aksi penyanderaan itu. Menurutnya, untuk mengusut kasus itu, pihaknya bisa langsung melakukan investigasi. "Kami tak perlu menunggu laporan yang bersangkutan, kami bisa langsung lakukan investigasi," terangnya.

Tak Tahu Sementara itu, Kepala Dinas Perkebunan (Kadisbun) Riau, Muhibul Basyar mengaku tidak tahu apa-apa terkait PT APSL. Menurutnya, sampai saat ini persoalan PT APSL masih dalam tahap penyidikan. Meski begitu, Muhibul juga menyatakan sudah berkomunikasi dengan Dinas Perkebunan setempat secara lisan.

"Setahu saya belum ada data signifikan yang bisa dilaporkan. PT APSL itu memang masuk perkebunan, tapi masih dalam proses. Tapi kita belum tahu berapa luasan lahan sebenarnya karena masih proses," ujarnya.

Bantah Sandera Sementara itu, masyarakat di dua desa di Kabupaten Rokan Hulu dan Rokan Hilir, membantah telah melakukan penyanderaan terhadap tujuh orang petugas KLHK.

"Maksud kami hanya sekedar ingin bertanya. Ingin memberitahukan kepada anggota tim ibu (Siti Nurbaya). Sesuai adat istiadat kami, kami ingin bertanya," ungkap Ketua Badan Pemberdayaan Desa Bonai, Rokan Hulu, Jefriman, saat jumpa pers di salah satu hotel di Pekanbaru, Senin (5/9).

Kendati demikian, Jefriman tetap menyampaikan permintaan maaf masyarakat kepada Menteri LHK, Siti Nurbaya, terhadap kesalahpahaman tersebut.

"Mungkin apa yang kami lakukan salah menurut hukum. Lewat kawan-kawan wartawan kami menyampaikan permintaan maaf kepada Ibu Menteri," mohon Jefriman.

Menurut Jefriman, reaksi masyarakat terjadi secara spontan. Ketika melihat petugas KLHK memasang tanda segel, masyarakat langsung bertanya kepada petugas dan membawa mereka untuk berdiskusi. Petugas KLHK juga tidak dikenali. Menurutnya, mereka datang tanpa didampingi perwakilan pemerintah daerah.

"Apa yang kita lakukan itu spontanitas. Rasa tidak terima kita atas apa yang dilakukan petugas KLHK. Mereka lakukan penyegelan, pasang plang. Setiap pekerjaan di suatu tempat ini menurut saya (seharusnya) bekerja sama denga Pemda. Kami dari lembaga atau pemerintahan setempat bersedia menemani," terangnya lebih lanjut.

Lebih jauh, Jefriman mengatakan aksi itu bukanlah bentuk pengancaman, apalagi sampai melakukan kontak fisik.

Ia juga menyinggung pernyataan Menteri KLHK, Siti Nurbaya, yang menyatakan perwakilan PPNS KLHK dipaksa untuk menghapus foto-foto hasil proses penyelidikan mereka. Yang terjadi, menurut Jefriman, justru mereka menyerahkan sendiri data yang telah mereka kumpulkan dan mencabut plang penyegelan.

Sementara itu, terkait areal perkebunan yang terbakar dan yang mereka kelola, Jefriman menyebutkan jika lahan itu merupakan lahan milik mereka turun temurun. Sedangkan PT APSL diminta untuk mengelola lahan tersebut.

Tujuannya supaya hasil dari kebun itu bisa dijadikan pendapatan bagi masyarakat. Sebab selama ini masyarakat hanya mengandalkan penghidupan dari hasil bercocok tanam.

"Satu-satunya usaha kami dengan membangun kebun di atas tanah suku ninik mamak, yang hasilnya akan dibagikan kepada anak kemenakan," tambahnya.

Sementara itu, Ketua Kelompok Tani Melayu Terpadu Desa Siarang-arang Kecamatan Pujud, Rokan Hilir, Ajirnarudin mengatakan, masyarakat mulai menanami lahan tersebut sejak tahun 2008 silam.

Saat ini kondisi kelapa sawitnya sudah ada yang berbuah. Mereka justru balik bertanya kebakaran yang terjadi tidak mungkin dilakukan oleh masyarakat secara sengaja saat hampir panen.

Api menurut mereka berasal dari luar areal perkebunan, yang menjalar dibawa angin, sehingga perkebunan terbakar, dan gagal panen.

"Kemudian ditemukan lagi titik api datang dari sebelah barat kelompok kami. Kami kewalahan, meskipun alat pemadam kebakaran maksimal kami siapkan, mesin pompa 10 unit. Manual pakai ember oleh anggota Poktan. Damkar (Pemadam Kebakaran,red) ada 2 unit, namun kami tidak bisa kendalikan, maka kebun kami terbakar," kisahnya.

"Kami tidak melawan Bu Menteri. Kami patuh tunduk taat kepada menteri. Kalau salah tunjukkan kami. Kami hanya menyampaikan hajat cita-cita hidup. Bukan untuk mencari kaya," lanjut Ajirnarudin.

Ditambahkan Jefriman, kehadiran PT APSL di lokasi itu adalah berdasarkan permintaan masyarakat.

"PT APSL tidak datang sendiri. Tetapi ninik mamak mengundang untuk mengelola kebun untuk anak kemenakan kami. Perusahaan tidak memiliki tanah sejengkal pun di desa kami," sebutnya.

Senada, Legal PT APSL, Novalina Sirait, mengatakan kalau perusahaan mereka tidak memiliki lahan di kawasan tersebut. Perusahaan menjadi bapak angkat atas permintaan masyarakat.  

"Untuk meluruskan, lahan yang terbakar itu lahan kelompok tani. Api berasal dari kebun orang, dan sudah ada laporan polisinya. Kalau dilihat, siapa yang paling dirugikan, tentu masyarakat. Dan tidak mungkin masyarakat mau membakar lahan mereka sendiri," pungkas Novalina. (bbs, nur, dod)