T A J U K

TNTN Sekarat, Keseriusan Pemerintah Dipertanyakan

TNTN Sekarat, Keseriusan Pemerintah Dipertanyakan

Taman Nasional Tesso Nilo adalah hutan dataran rendah di Riau. Ketinggiannya tak lebih dari 400 meter di atas permukaan laut.  Topografinya mendatar. Ini berbeda dengan Taman Nasional Gunung Leuser di Aceh yang berada di kawasan pegunungan.


Areal Tesso Nilo adalah bekas kawasan Hutan Tanaman Industri di dua kabupaten: Pelalawan dan Indragiri Hulu. Pada 19 Juli 2004, kawasan itu dijadikan tanaman nasional dengan areal seluas 38.576 hektare. Namun, pada 19 Oktober 2009, taman nasional  itu diperluas menjadi  83.068 hektare.


Tesso Nilo adalah rumah bagi 360 flora (terbagi dalam 165 marga dan 57 suku), 107 jenis burung, 23 jenis mamalia, tiga jenis primata, 50 jenis ikan, 15 jenis reptilia dan 18 jenis amfibia.



Diperkirakan ada 150 ekor gajah menetap di sana. Jumlah itu adalah hampir dari total populasi gajah di Riau saat ini. Sayangnya, kehidupan gajah di sana terancam. Pada 2012, sebanyak 15 ekor gajah mati diracun. Pada 2013 berkurang menjadi 7 ekor, namun naik lagi pada 2014 dengan jumlah 13 ekor mati diracun.


Tesso Nilo merupakan salah satu dari 200 Ecoregion yang ikut dikelola oleh World Wide Fund (WWF) Global.


Menurut Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup, Siti Nurbaya, Taman Nasional Tesso Nilo yang diperluas pada 2009 itu adalah bekas hutan HPH atau Hak Pengusahaan Hutan dengan akses jalan masuknya banyak. Sebelum dijadikan taman nasional memang sudah ada masyarakat menetap di dalamnya.
Jika melihat petanya, TNTN ini dikelilingi oleh perkebunan-perkebunan dan Hutan Taman Industri (HTI) aktif. Jadi memang aksesnya sangat terbuka. Selanjutnya Siti mengatakan, seharusnya taman nasional tak boleh ada orang, kecuali yang sudah disepakati bekerja sama.


Tapi yang diinginkan Siti tak sejalan dengan kenyataan. Di TNTN kini sudah ada puluhan ribu warga. Mereka sudah membuat tatanan masyarakat. Ada rukun tetangga (RT) dan rukun warga (RW), ada kepala dusun, serta ada fasilitas umum seperti sekolah dan pusat pelayanan kesehatan.


Walau sudah membentuk tatanan masyarakat, mereka yang menetap di dalam kawasan TNTN tetap saja dianggap ilegal. Sebagai menteri yang memiliki wewenang penuh terhadap kelanjutan Taman Nasional, Siti berjanji akan menyelesaikan persoalan ini.


Banyaknya warga yang menetap di dalam Taman Nasional Tesso Nilo membuat kawasan ini terancam keberlangsungannya sebagai taman nasional. Sebagian besar warga yang tinggal di dalam kawasan TNTN mengganti hutan alam menjadi kebun sawit.


Warga rata-rata memiliki sedikitnya dua hektare kebun sawit. Warga itu merasa legal mengelola kebun di dalam Taman Nasional. Hal itu berkat Surat Keterangan Pancangan Hutan Tanah Ulayat yang dikeluarkan oleh pemangku adat setempat.


Bahkan yang lebih membuat kitai makin miris, diduga kuat di belakang warga tersebut adalah para cukong yang dibekingi oleh oknum aparat keamanan. Inilah yang membuat kondisi tersebut terus berlanjut hingga saat ini.


Keseriusan Pemerintahan Presiden Jokowi dituntut untuk menyelamatkan nasib TNTN yang sudah sekarat tersebut. ***