Penindakan Korupsi, Efek Jera Serta Didikan Mental

Penindakan Korupsi, Efek Jera Serta Didikan Mental

MASYARAKAT di Kota Dumai kembali dibuat tercengang dengan penangkapan seorang pejabat eselon III daerah tersebut. Si pejabat berinisial WR yang menbajat posisi kepala bagian di Setdako Dumai tersangkut kasus korupsi pelebaran ruas jalan.

Keterkejutan warga tersebut bukan tak beralasan. Pasalnya belum lama berselang sejumlah pejabat eselon II di Dumai juga sudah menghuni tahanan korupsi. Di antaranya mantan Sekwan Dumai Asyari Hasan, mantan Kadis Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olahraga Kota Dumai Taufik Ibrahim, mantan Kadis Sosial  Pauzi serta sejumlah pejabat lainnya.

Tingginya angka kasus korupsi preseden buruk bagi suatu daerah dan negara. Korupsi sangat jelas merugikan keuangan negara. Akibatnya, keuangan negara yang seharusnya lebih banyak dipergunakan untuk kepentingan rakyat menjadi semakin berkurang. Anggaran keuangan negara melalui APBN, yang dari tahun ke tahun masih sangat terbatas menjadi semakin terbatas kemampuannya saat dana itu banyak dikorupsi.

Hal yang paling dirasakan oleh rakyat adalah kemampuan negara semakin terbatas dalam hal menyediakan anggaran demi kepentingan rakyat, khususnya yang dirasakan secara langsung. Antara lain, adalah  perbaikan infrastruktur, pelayanan pendidikan, pelayanan kesehatan, pelayanan transportasi dan pelayanan masalah kesejahteraan rakyat yang lainnya, seperti penanganan bencana, bantuan bagi keluarga miskin dan anak terlantar, dan lain-lain.
Dengan gencarnya pemberantasan kasus korupsi yang digalakkan Pemerintahan Jokowi, cukup banyak mengandung dampak positif dalam perbaikan mental, birokrasi pemerintah serta efek jera bagi warga lainnya. Sehingga berpikir dua kali sebelum melakukan praktik haram tersebut.

"Saya langsung menelepon anak saya yang menjadi pejabat, agar selalu menjauhi korupsi. Selain itu perbuatan dosa juga sangat tinggi hukumannya," tutur Mak Odot, pemilik kantin di Kejari Dumai setelah membaca koran perihal ditangkapnya pejabat Dumai dalam kasus korupsi.
Kekhawatiran Mak Odot terhadap anaknya sangat beralasan. Karena, memang sepertinya korupsi sudah menjadi darah daging terjadi di Tanah Air ini. Khususnya dilakukan abdi negara dan pejabat pemerintahan.
Pemerhati Hukum Kota Dumai, Raja Junaidi SH kepada Haluan Riau mengatakan, korupsi membuat semakin terbatas dalam hal menyediakan anggaran demi kepentingan rakyat. Khususnya yang dirasakan secara langsung oleh masyarakat.

"Tindakan korupsi sangat membahayakan bagi kehidupan manusia, baik individu, masyarakat, aspek kehidupan sosial, politik, birokrasi, ekonomi, maupun  dalam perkembangan generasi muda," ujarnya.
Beberapa tindakan yang sudah dilakukan aparat penegak hukum dalam memproses kasus korupsi dipandang banyak mengandung nilai positif. Dapat menyelamatkan keuangan negara, memberi efek jera serta sebagai wahana didikan mental bagi masyarakat.

"Penindakan praktik korupsi ini bagian supremasi hukum yang nyata dirasakan masyarakat. Menyelamatkan anggaran pembangunan, serta didikan mental bagi generasi penerus bangsa," tukasnya.
Mudah-mudahan, penindakan kasus korupsi ini tetap berlanjut sesuai komitmen pemerintah dalam mewujudkan clean governance (pemerintahan yang bersih).***