KPK Tangkap Tangan Hakim Tipikor

KPK Tangkap Tangan Hakim Tipikor

JAKARTA (riaumandiri.co)-Nama baik dunia peradilan di Tanah Air kembali tercoreng. Hal itu setelah penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi, melakukan operasi tangkap tangan terhadap Janner Purba, Ketua Pengadilan Negeri Kepahiang, Provinsi Bengkulu.

Ironisnya, yang bersangkutan juga diketahui sebagai hakim di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di Pengadilan Negeri Bengkulu.

Perihal operasi tangkap tangan (OTT) tersebut, dibenarkan Ketua KPK Agus Rahardjo. Dikatakan, yang bersangkutan ditangkap saat berada di rumah dinas Ketua PN Kepahiang, Senin (23/5). Namun Agus belum bersedia mengungkap apa kasus yang menjerat hakim bersangkutan.

"Ketua PN Kepahiang atas nama JP," ujar Agus, saat dikonfirmasi, Senin malam kemarin.
Untuk informasi, Ketua PN Kepahiang saat ini dijabat Janner Purba. Selain sebagai Ketua PN Kepahiang, Janner juga tercatat sebagai hakim perkara tindak pidana korupsi di PN Bengkulu. "Ketua PN Kabupaten Kepahiang sekaligus hakim tipikor Bengkulu," tambah Agus.

Janner ditangkap KPK di rumah dinasnya sekitar pukul 15.30 WIB. Namun Agus tidak menjelaskan perkara apa yang membuat Janner ditangkap KPK. Hingga berita ini dirilis, belum ada tanggapan dari Mahkamah Agung (MA). Saat dikonfirmasi, juru bicara MA, Suhadi, belum merespon kabar tersebut.
Menurut informasi, Janner akan dibawa penyidik KPK dari Bengkulu pada hari ini (Selasa, 24/5).

KPK
Istilah 'Tape'
Sementara dari Pengadilan Tipikor Jakarta, sidang kasus dugaan suap dengan terdakwa mantan Kasubdit Kasasi Perdata Direktorat Pranata dan Tata Laksana Perkara Perdata Mahkamah Agung (MA), Andri Tristianto Sutrisna, kembali digelar Senin kemarin.

Dalam sidang tersebut, terungkap Andri memiliki istilah sendiri untuk menyamarkan uang suap yang ia terima. Istilah tersebut adalah 'tape'. Penggunaan istilah tersebut diduga untuk mengelabui KPK.
"Andri menggunakan istilah 'tape'," ujar terdakwa Awang Lazuardi Embat, memberikan kesaksian.

Andi telah menjalani persidangan sebagai terdakwa dalam kasus dugaan suap terkait penundaan pengiriman salinan kasasi dalam perkara korupsi pembangunan pelabuhan di Nusa Tenggara Barat tahun 2007-2008. Kasus ini juga menjerat Direktur PT Citra Gading Asritama, Ichsan Suaidi dan kuasa hukumnya, Awang Lazuardi Embat.

Awang membenarkan istilah "tape" tersebut digunakan Andri untuk menghindari operasi tangkap tangan yang dilakukan KPK. Dalam kasus ini, Andri meminta kepada Ichsan melalui Awang agar ia diberikan uang sebesar Rp400 juta atas jasanya melakukan penundaan pengiriman salinan kasasi.


Tak Ada Pertemuan Khusus
Sementara itu, Plh Kabiro Humas KPK, Yuyuk Andriati, mengatakan tidak ada pertemuan khusus antara Wakil Ketua KPK Laode M Syarief dengan Ketua MA Hatta Ali, saat keduanya menghadiri sharing knowledge bersama MA Belanda.

"Ini saya ingin konfirmasi sekaligus klarifikasi bahwa tidak ada pertemuan khusus antara pimpinan KPK Laode Syarief dengan Ketua MA," terangnya.

Dikatakan, dalam pertemuan tersebut, keduanya tidak melakukan pembicaraan khusus. Mereka hanya memperhatikan acara yang sedang berlangsung. "Tidak ada pertemuan khusus dan tidak membicarakan masalah kasus," tegasnya.

KPK memang saat ini tengah mengusut perkara suap yang mengarah ke MA. Salah satu saksi yang dipanggil dan tidak hadir yaitu Sekretaris MA Nurhadi.

Sementara itu terkait orang dekat sekaligus sopir Sekretaris MA Nurhadi, Royani, saat ini masih dalam pengejaran. Yuyuk tak menampik dugaan bahwa Royani memang sengaja disembunyikan.

"Ada beberapa dugaan memang disembunyikan. Tapi sekali lagi, ini strategi penyidik untuk bisa tetap menghadirkan dia (Royani) sebagai saksi," katanya.

Penyidik juga akan memeriksa pihak-pihak yamg diduga menyembunyikan Royani. Namun Yuyuk enggan menyebutkannya. "Itu termasuk dalam strategi penyidik," ucap Yuyuk. (bbs, dtc, kom, ral, sis