Antikorupsi, Berkacalah Pada Bung Hatta

Selalu Menolak Permintaan Katebelece

Selalu Menolak Permintaan Katebelece

Saat masih menjabat wakil presiden, Bung Hatta dihubungi adiknya, Bariah. Sang adik rupanya ingin memasang pesawat telepon di rumahnya.

Tapi pengurusannya tak semudah yang ia bayangkan. Jawatan Post Telegraaf Telefoon tak kunjung memenuhi permintaannya lantaran persediaan jaringan memang sangat terbatas. Jawatan memprioritaskan jaringan yang ada hanya untuk instansi pemerintah tertentu saja.

Bariah tak habis akal. Dia lantas merajuk kepada sang kakak dengan harapan bisa mendapatkan secarik katebelece, dan segalanya akan beres. Seolah tanpa berpikir lagi, Bung Hatta menukas, "Minta saja melalui saluran biasa."

"Sudah, Uda. Karena tidak dapat itulah aku ke sini," kata Bariah. "Kalau begitu, tunggu saja. Orang lain juga begitu," kata Bung Hatta.

Pengusaha Hasjim Ning  mengungkapkan kisah itu dalam autobiografinya, Pasang Surut Pengusaha Pejuang, karya A.A. Navis, terbitan Grafiti Press, 1987. Menurut Meutia Farida Hatta, putri sulung Bung Hatta, bibinya itu tentu kecewa harapannya tak dipenuhi sang kakak.

Namun akhirnya Bariah semakin mengerti prinsip yang dipegang Bung Hatta. Semua harus diproses sesuai dengan aturan. "Bahwa jangan sampai ada citra Bung Hatta suka minta-minta untuk kepentingan pribadi atau keluarganya," kata Meutia, belum lama ini.

Hasjim, yang notabene merupakan keponakan Bung Hatta  pun sesungguhnya punya pengalaman pahit terkait permintaan katebelece. Banyak temannya sesama pengusaha mengira dirinya sukses berusaha karena pengaruh nama besar dan katebelece dari Bung Hatta. Karena itu, di antara mereka ada yang membujuknya supaya memperkenalkan kepada Hatta. Padahal, sebagai keponakan, Hasjim tak pernah mendapatkan kemudahan dari Bung Hatta. Malah ia pernah bernasib seperti Bariah.

Alkisah, ketika pengusaha otomotif itu berniat mengunjungi salah satu kota industri di Amerika Serikat, visa yang diperlukan tak kunjung didapatkan. Pada masa itu pemerintah Amerika sangat alergi terhadap komunisme, sehingga tak bisa sembarang mengeluarkan visa bila tak ada rekomendasi dari tokoh penting di Indonesia atau dari tokoh terkemuka di Amerika.

"Apakah boleh dari seorang yang berjabatan wakil presiden?" tanya Hasjim sedikit pongah. Ia sengaja melontarkan itu karena merasa sang paman akan membantunya. "Bukankah aku keponakannya yang sedang melakukan bisnis bagi kepentingan negara juga," ia membatin.
Tapi respons yang didapatkan tak seperti dugaannya. "Mengapa tidak Hasjim minta kepada Presiden Direktur Chrysler saja?" tanya Bung Hatta.

"Akan memakan waktu lama, Om," ia menukas. Bisa dimaklumi urusan surat-menyurat ke Amerika pada masa itu memakan waktu sangat lama. "Tidak mengapa menunggu," balas Bung Hatta dengan nada dingin.

Cerita yang kurang-lebih sama dituliskan wartawan senior Solichin Salam. Pada 1969, Solichin, yang hendak belajar ke East West Center di Honolulu, Hawaii, Amerika Serikat, menemui Bung Hatta untuk meminta surat rekomendasi. Ia tahu, setahun sebelumnya Bung Hatta diundang lembaga tersebut sebagai senior fellow.(dtc/rin)