Polemik PT Serikat Putra

Diduga Garap Areal tanpa Pelepasan Kawasan Hutan

Diduga Garap Areal tanpa Pelepasan Kawasan Hutan

BANDAR PETALANGAN (HR)-Perusahaan perkebunan PT Serikat Putra pertama kali berkantor di Rawang Empat tahun 1987 yang dipimpin oleh seorang Manager, Uce Samuel, Askep dijabat oleh Suryono dan Asisten Divisi Satu, Nor Valid.

Awalnya mereka inilah yang membuat pembibitan kelapa sawit yang terletak di tepi sungai Kerumutan, persis di dekat kampung Sialang Godang yang sekarang menjadi lokasi Pabrik Kelapa Sawit milik PT SP.

Demikian disampaikan M Yunus Syam mantan Ketua Lemabaga Adat Petalangan, Jumat (9/10). Menurutnya, tahun tanam pertama dimulai pada Desember 1987 yang berada di divisi 1. Kemudian penanaman secara besar besaran dilakukan pada tahun 1988 hingga 1990 sesuai temuan yang dapat dilihat pada izin HGU PT SP yang dikeluarkan oleh Menteri Negara Agraria Kepala BPN RI, Hasan Basri Durin pada pertimbangan huruf F, yakni pada tahun 1990 PT SP telah menggarap areal seluas 3.744 hektare.

Dikatakan Yunus Syam, sedangkan pelepasan Kawasan hutan oleh Kemenhut RI nomor 919 /KPTS -II/1991 tertanggal 17 Desember 1991 seluas 9.330 hektare dikelompok hutan sungai Kerumutan dan sungai Terbangiang kepada PT SP dan izin HGU Nomor 94/HGU/BPN/99 tertanggal 12 Oktober 1999.

"Inilah puncak permasalahan PT SP, karena menggarap areal 4 tahun sebelum pelepasan kawasan hutan oleh Kemenhut RI dan juga diakibatkan tidak duduknya RT/RW Provinsi Riau di Tingkat Nasional dan TGHK 1987. Di mana seluruh wilayah Kabupaten Pelalawan sekarang ditetapkan sebagai kawasan hutan.

Mulai dari ibukota kecamatan, kelurahan, desa, kampung, makam atau pekuburan, kebun, tanah garapan masyarakat, sawah peladangan dan yang telah dikuasai oleh masyarakat, berada dalam izin HGU perusahaan PT SP itu," paparnya sambil menunjukkan sejumlah dokumen tersebut.

Dilanjutkan Yunus Syam, termasuk kepungan Sialang yang dijaga dan dipelihara secara turun temurun oleh masyarakat adat petalangan. Kesemuanya Itu tidak diincluve atau dikeluarkan dari kawasan hutan dan tidak diplot di peta.
 
Sehingga terjadi tumpang tindih dan menjadi permasalahan yang sangat mendasar. Seperti kasus PT SP ini di sepanjang Sungai Kerumutan dan Sungai Terbangiang dan sungai-sungai yang mengalir ke sungai Kerumutan dan Odang Ombau. Sebanyak 55 sungai lebih yang posisinya berada dalam areal HGU PT SP dan berada dalam kondisi memprihatinkan.

"Sebahagian besar sungai-sungai yang berada dalam HGU PT SP yang tertera dan dapat dilihat dalam peta Bumi Indonesia Land schaph Pelalawan dan peta pebatinan kuang oso tigo pulu pada peta kerajaan Siak, hingga badan WWF dan pada peta lainnya. Seharusnya siapapun tidak boleh merusak 100 kiri kanan sungai didaerah rawa," terangnya.

Dikatakan Yunus, karena itu areal konservasi yang dilindungi, tapi kenyataan dilapangan oleh PT SP malah menanami kelapa sawit sampai kebibir sungai disepanjang aliran sungai tersebut.

"Dalam HGU PT SP terdapat 42 sebaran kampung, baik di dalam maupun di pinggir sekitar areal PT SP. Bahkan perkampungan ini sudah ada sebelum Indonesia merdeka dan beberapa kampung diantaranya seperti kampung Beding Manjang, Leik Limo dan dusun Mudo Babuli digusur secara paksa oleh PT SP dan masih terdapat puluhan sebaran pekuburan dalam PT SP hingga kini," jelasnya.

Ditambahkan Yunus , sebagian digusur dibuldoser dan diduga keras menggarap areal diluar HGU dan banyak permasalahan yang belum belum tuntas sampai saat ini dan akan diperjuangkan terus oleh masya-rakat hingga selama hayat dikandung Badan.

"Bagi saya ini menyangkut tuah marwah dan harkat martabat. Karena dinilai PT SP tidak menghormati tatanan nilai-nilai adat dan budaya Petalangan leluhur kami," pungkasnya. (zol)