Pemerintah Diharapkan Buka Lapangan Kerja

Pemerintah Diharapkan Buka Lapangan Kerja

SELATPANJANG (HR)- Sejauh ini masih banyak tenaga kerja dari Kepulauan Meranti yang terpaksa harus hijrah ke daerah lain di Provinsi Riau dan juga ke Provinsi Kepri.

Bahkan tidak jarang harus meninggalkan anak dan istri untuk mencari nafkah di luar negeri seperti Singapura dan Malaysia.

Anehnya keberangkatan tenaga kerja tersebut masih tergolong gelap, karena hanya karena adanya hubungan kekeluargaan antara tenaga kerja dan masyarakat di negara tujuan tersebut.

Walau telah enam tahun Meranti menjadi daerah otonomi baru, namun lapangan pekerjaan di bumi nan jantan itu masih terasa belum terbuka luas.

Akibatnya para tenaga kerja ini senantiasa mengadu nasib di negara tetangga dengan rela bekerja sebagai buruh kasar.

Untuk itu masyarakat berharap pemerintah kabupaten kedepan agar mampu membuka lapangan pekerjaan. Sehingga angkatan kerja yang terus bertambah setiap tahun akhirnya bisa tersalur sedikit demi sedikit.

Demikian diungkapkan Ketua Yayasan Pejuang Meranti, Ramlan, kepada Haluan Riau di Selatpanjang, Selasa kemarin.

Ramlan mengatakan, cukup miris melihat tenaga kerja asal Meranti yang ada harus kucing-kucingan terus dengan petugas untuk bisa masuk luar negeri. Menggunakan paspor kunjungan, tapi menyempatkan diri untuk bekerja di sana.

“Itu cukup menyedihkan bagi para tenaga kerja tersebut, dan juga bagi keluarga yang ditinggalkan di tanah air. Hanya mengandalkan hubungan kekeluargaan yang ada di Singapura atau Malaysia, maka masyarakat Meranti bisa berulang-ulang ke luar negeri tersebut. Namun sampai kapan kondisi itu terus berlanjut, dan apakah hal itu akan kita biarkan selamanya, tentu tidak,”kata Ramlan.

Disebutkannya perjuangan mekarnya Meranti menjadi sebuah daerah otonom, salah satu harapannya adalah untuk membuka lowongan pekerjaan. Sehingga tidak selamanya warga Meranti hanya mencaari ringgit, jika pemerintah mampu membuka lapangan pekerjaan di Meranti itu.

Kalau mereka berangkat ke luar negeri dengan status TKI legal atau berdasarkan skill dan ada jaminan negara, maka hal itu cukup membanggakan kita. Tapi kalau hanya ingin menjadi buruh  bangunan atau buruh kebun kelapa sawit di sana, tentu orang tempatan itu akan melihat bahwa di negara kita ini tidak dapat lagi mencari nafkah.

“Inilah yang harus kita pikirkan ke depan, bagaimana membangun lapangan kerja baru yang dilakukan secara berkesinambungan. Pemerintahlah yang menjadi motor penggerak menciptakan lapangan kerja baru itu. Dengan demikian angkatan kerja setiap tahun akan bisa tersalurkan. Dan akan mensyukuri makna sebenarnya menjadi daerah otonomi baru tersebut,”tuturnya lagi.*** Sejauh ini masih banyak tenaga kerja dari Kepulauan Meranti yang terpaksa harus hijrah ke daerah lain di Provinsi Riau dan juga ke Provinsi Kepri.

Bahkan tidak jarang harus meninggalkan anak dan istri untuk mencari nafkah di luar negeri seperti Singapura dan Malaysia.

Anehnya keberangkatan tenaga kerja tersebut masih tergolong gelap, karena hanya karena adanya hubungan kekeluargaan antara tenaga kerja dan masyarakat di negara tujuan tersebut.

Walau telah enam tahun Meranti menjadi daerah otonomi baru, namun lapangan pekerjaan di bumi nan jantan itu masih terasa belum terbuka luas.

Akibatnya para tenaga kerja ini senantiasa mengadu nasib di negara tetangga dengan rela bekerja sebagai buruh kasar.

Untuk itu masyarakat berharap pemerintah kabupaten kedepan agar mampu membuka lapangan pekerjaan. Sehingga angkatan kerja yang terus bertambah setiap tahun akhirnya bisa tersalur sedikit demi sedikit.

Demikian diungkapkan Ketua Yayasan Pejuang Meranti, Ramlan, kepada Haluan Riau di Selatpanjang, Selasa kemarin.

Ramlan mengatakan, cukup miris melihat tenaga kerja asal Meranti yang ada harus kucing-kucingan terus dengan petugas untuk bisa masuk luar negeri. Menggunakan paspor kunjungan, tapi menyempatkan diri untuk bekerja di sana.

“Itu cukup menyedihkan bagi para tenaga kerja tersebut, dan juga bagi keluarga yang ditinggalkan di tanah air. Hanya mengandalkan hubungan kekeluargaan yang ada di Singapura atau Malaysia, maka masyarakat Meranti bisa berulang-ulang ke luar negeri tersebut. Namun sampai kapan kondisi itu terus berlanjut, dan apakah hal itu akan kita biarkan selamanya, tentu tidak,”kata Ramlan.

Disebutkannya perjuangan mekarnya Meranti menjadi sebuah daerah otonom, salah satu harapannya adalah untuk membuka lowongan pekerjaan. Sehingga tidak selamanya warga Meranti hanya mencaari ringgit, jika pemerintah mampu membuka lapangan pekerjaan di Meranti itu.

Kalau mereka berangkat ke luar negeri dengan status TKI legal atau berdasarkan skill dan ada jaminan negara, maka hal itu cukup membanggakan kita. Tapi kalau hanya ingin menjadi buruh  bangunan atau buruh kebun kelapa sawit di sana, tentu orang tempatan itu akan melihat bahwa di negara kita ini tidak dapat lagi mencari nafkah.

“Inilah yang harus kita pikirkan ke depan, bagaimana membangun lapangan kerja baru yang dilakukan secara berkesinambungan. Pemerintahlah yang menjadi motor penggerak menciptakan lapangan kerja baru itu. Dengan demikian angkatan kerja setiap tahun akan bisa tersalurkan. Dan akan mensyukuri makna sebenarnya menjadi daerah otonomi baru tersebut,”tuturnya lagi.***