Hukuman Bertambah Jadi 14 Tahun

Anas Urbaningrum Makin Terperosok

Anas Urbaningrum Makin Terperosok
JAKARTA (HR)-Mantan Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum makin terperosok. Hal itu setelah Mahkamah Agung RI memperberat hukuman terhadapnya. Anas yang semula dihukum tujuh tahun penjara, kini harus mendekam di rumah tahanan selama 14 tahun. 
 
Dalam putusannya, Mahkamah Agung  juga menolak kasasi yang diajukan Anas. Annas juga divonis terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi di kasus Hambalang.
 
Selain itu, Anas juga diwajibkan membayar denda sebesar Rp5 miliar subsider satu tahun dan empat bulan kurungan. Ia juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp57,5 miliar kepada negara.
 
"Apabila uang pengganti ini dalam waktu satu bulan tidak dilunasinya, maka seluruh kekayaannya akan dilelang. Apabila masih juga belum cukup, ia terancam penjara selama empat tahun," terang juru bicara MA, Suhadi, Senin (8/6).
 
Dengan hukuman di atas, maka Anas bisa menghuni penjara selama 19 tahun lebih, dengan perhitungan sebagai berikut. Pertama, 14 tahun penjara untuk pidana pokok, ditambah 1 tahun dan 4 bulan kurungan apabila tidak mau membayar denda Rp5 miliar. Hukumannya bertambah lagi empat tahun penjara apabila tidak mau membayar uang pengganti Rp57,5 miliar.
 
Majelis hakim yang memutus kasus tersebut terdiri dari Artidjo Alkostar, Krisna Harahap, dan MS Lumme. MA mengabulkan pula permohonan jaksa penuntut umum dari KPK yang meminta agar Anas dijatuhi hukuman tambahan berupa pencabutan hak dipilih dalam menduduki jabatan publik.
 
Suhadi mengatakan, majelis hakim berkeyakinan bahwa Anas telah melakukan perbuatan sebagaimana diatur dan diancam dengan hukuman pidana dalam Pasal 12 huruf a Undang-Undang TPPU jo Pasal 64 KUHP, Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, serta Pasal 3 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 jo Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003.
 
Dalam pertimbangannya, MA menolak keberatan Anas yang menyatakan bahwa tindak pidana asal dalam tindak pidana pencucian uang (TPPU) harus dibuktikan terlebih dahulu. Majelis Agung mengacu pada ketentuan Pasal 69 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU yang menegaskan bahwa tindak pidana asal tidak wajib dibuktikan terlebih dahulu.
 
Majelis pun menilai, pertimbangan pengadilan tingkat pertama dan banding yang menyatakan bahwa hak Anas untuk dipilih dalam jabatan publik tidak perlu dicabut adalah keliru. Sebaliknya, MA justru berpendapat bahwa publik atau masyarakat justru harus dilindungi dari fakta, informasi, persepsi yang salah dari seorang calon pemimpin.
 
Sebelumnya, Pengadilan Tinggi DKI mengabulkan banding yang diajukan Anas dan meringankan vonis Pengadilan Negeri dari 8 tahun menjadi 7 tahun. Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi menyatakan bahwa Anas terbukti melakukan tindak pidana korupsi dan pencucian uang terkait proyek Hambalang dan proyek APBN lainnya.
 
Sementara itu, tim kuasa hukum Anas akan segera menggelar rapat menyikapi keputusan MA tersebut. 
"Jadi kita dalam waktu dekat akan rapat dengan tim lawyer. Bertemu Pak Anas besok di rutan KPK, biasanya sekalian makan siang," ujar pengacara Anas Urbaningrum, Patra M Zen.
 
Dia menjelaskan, hingga saat ini pihaknya belum menerima hasil putusan MA tersebut. Setelah menerima hasil putusan, langkah pertama tim lawyer akan membentuk tim terlebih dahulu terhadap putusan MA.
 
"Kami akan pelajari dulu putusannya, putusan kan masih belum diterima. Kami mau baca dulu putusannya," terang Patra.
"Ditingkat banding justru diturunkan putusannya, dari 8 tahun menjadi 7 tahun, oleh karenaya kita mau pelajari dulu putusan itu," sambungnya. (bbs, kom, dtc, viv, ral, sis)