Membahas Ulang Gagasan Pekansikawan

Membahas Ulang Gagasan Pekansikawan


Menyambung pembahasan rencana pembangunan terintegrasi Pekanbaru-Siak-Kampar-Pelalawan (Pekansikawan) yang telah diwacanakan oleh Walikota Pekanbaru dan juga diapresiasi oleh Plt Gubernur Riau beberapa waktu lalu. Saya ingin menambahkan atau semacam sharing knowledge berkenaan gagasan pembangunan wilayah yang cukup menarik untuk ditelaah.
Mengapa dikatakan menarik? Pertama, karena gagasan ini berasal dari pimpinan teras Kota Pekanbaru dan didukung penuh oleh Plt Gubernur Riau yang merupakan jantung pemerintahan Provinsi Riau dan sekaligus kota terbesar di Riau yang akan menghela gerbong pembangunan di Riau secara keseluruhannya.
Kedua, yang menginisiasikan pelaksanaan gagasan ini berasal dari dunia usaha, yaitu Kadin Provinsi Riau (bekerja sama Pemerintah Provinsi Riau), sebagaimana yang disampaikan oleh Mardianto dalam opininya di Harian Riau Pos (Kamis, 16 April). Ada apa gerangan sehingga gagasan pembangunan yang berasal dari pejabat pemerintah, kemudian justru diinisiasi oleh pihak swasta. Sebab, pemerintah sebagai agen utama pembangunan adalah yang paling berhak dan berwenang untuk menginisisasi berbagai sektor utama pembangunan yang menyangkut kepentingan dan hajat publik. Pihak swasta biasanya hanya bersifat membantu dan mendukung berbagai kebijakan pembangunan dari pemerintah. Sebab, domain dan orientasi masiang-masing stakeholder ini berbeda. Pemerintah berorien-tasi untuk kepentingan umum dan sosial, sedangkan pihak swasta berorientasi komersial dan untung-rugi.
Ketiga, gagasan dan rencana besar semestinya dilandasi dan didahului oleh suatu kajian akademik yang sistematis dan matang. Pertanyaannya, sudah adakah dilakukan kajian akademik tentang rencana pembangunan Pekansikawan? Jika sudah, pihak mana yang melakukannya? Kompetenkah pihak yang melakukannya? Dan bagaimana hasil studi kelayakannya? Terus terang, semenjak ide ini mengemuka, saya bertanya-tanya kanan-kiri tentang kajian akademiknya, tapi belum bersua. Kemudian, agak kaget juga bahwa  justru Kadin Riau (bekerja sama Pemerintah Provinsi Riau) yang menginisisasi gagasan dan rencana besar ini.
Keempat, gagasan ini boleh dikatakan megaproject sehingga juga perlu dukungan finansial besar, sehingga seharusnya berbagai stakeholder pembangunan terkait perlu dilibatkan di dalam seluruh proses pembangunan. Tidak hanya pihak swasta, tetapi juga perlu dukungan dari pihak parlemen (DPRD), tokoh masyarakat, akademisi, LSM, media massa dan juga mahasiswa.
Pertanyaannya, sudahkah ini dilakukan? Jika sudah, sejauh mana keterlibatan dari para stakeholder terkait tersebut? Sekadar diikutsertakan at-au betul-betul dilibatkan.
Pekansikawan Versus Bangsawan Malik
Sebenarnya ide pembangunan terpadu Pekansikawan dalam konteks pembangunan wilayah di Riau bukanlah suatu yang baru. Sebelumnya, telah dilontarkan ide koridor pembangunan kota terpadu oleh Gde Lontar Agung, yang dinamakannya Bangsawan Malik (Bangkinang, Payung Sekaki (Pekanbaru), Pelalawan, Minas dan Lipatkain dalam tulisan berkalanya di Harian Pekanbaru Pos pada tahun 2011-2012, yang kemudian dibukukan menjadi Menuju Metropolis yang diterbitkan pada Januari 2014.
Memang, konsep pembangunan wilayah terpadu seperti Pekansikawan, sudah lama diperbincangkan dan diperkenalkan oleh para ahli perencana pembangunan (wilayah), yang tentunya disesuaikan dengan keadaan dan tahap pembangunan suatu wilayah.
Ketika bincang-bincang sambil minum kopi  di Kupi Atjeh, saya tanyakan dengan Gde kenapa ide Bangswan Malik hilang lenyap ditelan bumi? Dia jawab spontan, karena saya buka Walikota atau Gubernur katanya setengah bercanda.
Terlepas dari itu semua (istilah atau nama bisa saja berganti dan berubah baju), yang terlebih penting adalah substansi, visi, misi  dan tujuan dari gagasan tersebut. Sebenarnya apa yang ingin dituju dari konsep pembangunan wilayah terpadu  Pekansikawan tersebut? Hanya sekadar gagah-gagahan dan pencitraan belaka atau ada kepentingan politis di belakangnya? Atau ada kepentingan ekonomi-bisnis pihak-pihak tertentu yang mengatasnamakan rakyat? Bagi saya, masih dalam wilayah samar-samar kalau tidak mau dikatakan masih berada dalam kabut kegelapan.
Mengapa? Karena saya belum mendapatkan dan mengetahui bagaimana kronologis ide dan konsep gagasan ini. Selain itu, saya juga belum tahu apa dasar filosofi  yang melatarbelakangi gaga-san besar Pekansikawan. Semoga semuanya sudah ada kajian akademisnya, hanya saya yang tidak tahu.
Berdasarkan pembacaan di  media massa; "bahwa Pekansikawan kita siapkan untuk mengantisipasi perkembangan Pekanbaru 50 tahun ke depan. Harus dimulai dari sekarang dan Perda inisiatif DPRD Riau perlu digesa dalam mewujudkannya," ungkap Plt Gubri Riau Arsyad Juliandi Rahman (Riau Pos, 14 Februari 2014).
Selanjutnya dikatakan bahwa dengan pelaksanaan program tersebut, maka pengembangan wilayah stra-tegis di Provinsi Riau bisa terealisasi. Di mana seluruh daerah tetap pada kawasan administrasinya masing-masing. Namun akan men-dapatkan keuntungan dari perkembangan yang ada.
Dengan begitu pula lanjutnya, maka ruangan yang berada di sekitar areal terdekat ibu kota Provinsi Riau akan saling menyangga satu sama lain dalam pembangunan. Sehingga perkembangannya akan dirasakan bersama-sama."Penataan bersama akan dilakukan, agar pengembangan wilayah perkotaan bisa terwujud. Nanti programnya disiapkan bersama pula antara kepala daerah di empat kabupaten/kota," sambungnya.
Berdasarkan pernyataan tersebut, yang dapat saya fahami bahwa gagasan ini baru hanya sekedar wacana dan cerita-cerita sedap saja. Hanya pernyataan politis dan bersifat normatif, belum ada pernyatan yang bersifat teknikal dan akademik berdasarkan studi kelayakan dan kajian akademik komprehensif dilakukan oleh pihak yang kompeten.
Sendainya belum ada kajian akademisnya atau semacam studi kelayakannya, maka adalah suatu hal yang memaksakan jika akan dibuat Peraturan Daerahnya (Perda) sebagaimana yang dilontarkan oleh Mardianto.
 Jikapun ini bisa dibuat Perdanya karena adanya taring dan kuku kekuasaan, juga nanti akan menimbulkan masalah hukum di kemudian hari. Perlu diingat  juga bahwa tidak ada kekuasan abadi di permukaan bumi. Semuanya silih berganti, datang dan pergi. Allahu a’lam.***

Oleh: Dr. Apriyan D Rakhmat (Dosen Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik, Universitas Islam Riau, Pekanbaru). Email: [email protected]