Pilpres 2024: Usia Capres Digugat, Maksimal 65 Tahun

Pilpres 2024: Usia Capres Digugat, Maksimal 65 Tahun

RIAUMANDIRI.CO - Syarat usia calon presiden (capres) dan wakil presiden (cawapres) dalam Pasal 169 huruf q Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu kembali digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Gugatan dilayangkan Gulfino Guevarrato, seorang sipil berusia 33 tahun berlatar swasta. Gulfino menggugat tentang batas usia capres-cawapres 21-65 tahun, serta maksimal dua kali maju di pencalonan presiden maupun wakil presiden.

Gugatan itu ditegaskan bukan untuk menghambat laju Prabowo Subianto maju di Pilpres 2024. Diketahui, Ketua Umum Partai Gerindra itu merupakan kandidat capres paling tua dibanding dua kompetitor lainnya yakni Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo. Prabowo saat ini berusia 71 tahun.

Menurut Donny Tri Istikomah, selaku juru bicara dari pemohon gugatan ke MK, bertujuan meluruskan dan mewujudkan pemilu yang semakin demokratis.

"Secara politik bisa saja ada tuduhan-tuduhan seperti itu. Tetapi harus diingat bahwa kami ini para advokat yang concern di tata negara, hanya ingin meluruskan ya dan bagaimana mewujudkan pemilu berjalan semakin demokratis di Indonesia. Itu saja," kata juru bicara pemohon gugatan, Donny Tri Istikomah, dalam jumpa pers di Jakarta, Senin (21/8/2023).

Menurut Donny, secara hukum pihaknya hanya fokus pada tata negara yang ingin diluruskan dan mewujudkan pemilu berjalan semakin demokratis. Dia membantah gugatan dilayangkan untuk menggagalkan Prabowo Subianto yang sudah berusia lebih dari 70 tahun dan sudah dua kali maju dalam kontestasi pilpres.

"Persoalan nanti apakah MK memutus aturan ini akan diberlakukan di pemilu berikut ataukah kalau seandainya dikabulkan (untuk pemilu 2024), ya, permohonan kami, kalau keputusannya berlaku sekarang, ya, konsekuensinya ada salah satu (capres) yang enggak bisa calon lagi," kata Donny.

"Tetapi bisa saja putusannya untuk pemilu berikutnya, bonus. Jadi, tak perlu suuzonlah, husnuzan saja kita. Husnuzan bahwa permohonan kami ini demi kebaikan bersama pemilu yang lebih demokratis," kata Donny.

Walau demikian, Donny mengatakan bahwa urgensi pembatasan yang diajukan pihaknya memang berkaitan erat dengan etika politik dan sifat kenegarawanan.

Donny menilai, apabila seorang warga negara telah mencalonkan diri sebagai calon presiden atau wakil presiden sebanyak 2 (dua) kali pemilu dan tetap tidak terpilih, seyogyanya yang bersangkutan menunjukkan sifat kenegarawanannya.

"Yakni dengan memutuskan untuk tidak lagi mencalonkan diri sebagai calon presiden dan/atau wakil presiden pada pemilu berikutnya, dalam rangka memberikan kesempatan kepada warga negara lainnya yang belum pernah mencalonkan diri," ungkap Donny.

Dia bahkan memberi contoh Hillary Clinton yang pernah dua kali maju dalam ajang pilpres Amerika Serikat, mundur ketika gagal di kedua kesempatan.

Contoh lainnya, kata Donny, ditunjukkan Megawati Soekarnoputri yang dua kali maju di pilpres langsung, memutuskan tidak maju lagi. Padahal kalau mau mengabaikan etika, Megawati bisa maju berapa kali pun ia mau, sebagai ketua umum parpol terbesar di Indonesia.

"Ibu Megawati menunjukkan sifat kenegarawanannya memutuskan untuk tidak lagi mencalonkan dirinya pada pemilu 2014, namun memberikan kepada kadernya yaitu Joko Widodo (Jokowi)," tegas Donny.



Tags Pemilu