Jefry Noer Disebut Terima Rp1,5 M di Proyek Jembatan WFC Bangkinang

Jumat, 26 Februari 2021 - 17:01 WIB
Wakil Bupati Kampar, Jefry Noer (Istimewa)

RIAUMANDIRI.CO, PEKANBARU – Sidang perdana dugaan korupsi proyek multiyears pembangunan Jembatan Waterfront City Bangkinang, Kampar digelar di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Pekanbaru, Kamis (25/2/2021). Adapun agenda sidang adalah pembacaan surat dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi.

Dalam surat dakwaan disebutkan bahwa sejumlah mantan pejabat dan anggota DPRD di Kampar menerima aliran dana dari proyek yang dikerjakan pada tahun 2015 dan 2016 itu. Salah satunya, Bupati Kampar kala itu, Jefry Noer yang disinyalir menerima uang sebesar Rp1,564 miliar.

Sidang itu digelar secara virtual dengan memanfaatkan fasilitas video teleconfrence. Majelis hakim yang diketuai Lilin Herlina berada di ruang sidang bersama JPU.

Sedangkan, dua terdakwa yakni Adnan selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek tersebut dan Manajer Wilayah II/ Manajer Divisi Operasi I PT Wijaya Karya (Persero) Tbk, I Ketut Suarbawa mengikuti persidangan dari Rumah Tahanan Negara (Rutan) Rutan Cabang KPK Gedung Merah Putih.

Dalam sidang itu, surat dakwaan dibacakan JPU KPK, Ferdian Adi Nugroho. Dalam dakwaannya, JPU menyebut terdakwa Adnan selaku PPTK proyek itu bersama-sama dengan Jefry Noer selaku Bupati Kampar 2011-2016, Indra Pomi Nasution sebagai Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Pengairan Kampar, dan I Ketut dilakukan penuntutan secara terpisah, serta Firjan Taufa alias Topan sebagai staf marketing PT Wika telah atau turut serta melakukan perbuatan melawan hukum.

Adnan memerintahkan konsultan perencana untuk memberikan dokumen Enginers Estimate (EE) dan DED kepada PT Wika. Hal ini guna mempermudah perusahaan tersebut agar untuk memenangkan lelang, menyusun harga perkiraan sementara (HPS) merujuk pada EE.

"Jefry Noer meminta kepada saksi Chairussyah selaku Kadis Bina Marga dan Pengairan Kampar untuk membuat desain jembatan Bangkinang Waterfront City," ujar Jaksa Ferdian dalam dakwaannya.

Menindaklanjuti arahan tersebut, saksi Muhammad Katim selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada Dinas Bina Marga dan Pengairan Kampar Tahun 2012, melakukan proses lelang. Hal itu guna mencari konsultan perencana untuk membuat desain dan perencanaan pekerjaan pembangunan jembatan WFC.

"Hasil lelang, CV Dimiano Konsultan keluar sebagai pemenang lelang dengan nilai kontrak Rp580 juta. Perusahaan itu, hanya dipinjam benderanya saja," lanjut JPU.

"Sedangkan yang melaksanakan pekerjaan tersebut adalah saksi Tantias Wiliyanti, yang kemudian menunjuk saksi Lilik Sugijono sebagai koordinator atau team leader dalam melaksanakan pekerjaan tersebut," sambung dia.

Pada awal tahun 2013, saksi Chairussyah mengajukan anggaran untuk pekerjaan pembangunan jembatan WFC kepada Gubernur Riau melalui Jefry Noer, dengan nilai anggaran yang diajukan sebesar Rp117 miliar. Namun, Pemprov Riau hanya sanggup membantu dana sebesar Rp17 miliar.

Atas kekurangan ini, Jefry Noer mengusulkan dana sharing dengan komposisi dari anggaran APBD Pemprov Riau sebesar 60 persen dan dari APBD Kampar sebesar 40 persen. Tindak lanjut atas persetujuan anggaran Rp17 miliar itu, terdakwa Adnan menghubungi saksi Lilik Sugijono awak tahu. 2013.  

Kemudian, terdakwa Adnan melakukan pertemuan di pertemuan di Hotel Amoz Cozy, Jakarta Selatan. Dalam pertemuan ini, hadir  saksi Lilik Sugijono, Josia Irwan Rastandi, Tantias Wiliyanti dan Jawani. Sedangkan terdakwa Adnan saat itu bersama Chairussyah dan Fahrizal Effendi, pihak Pemkab Kampar, serta terdakwa I Ketut Suarbawa, mewakili PT WIKA.

"Pertemuan ini membahas pekerjaan perencanaan pembangunan jembatan, setelah disetujuinya anggaran sebesar Rp17 miliar. Terdakwa Adnan meminta Lilik Sugijono memaparkan item pekerjaan apa yang bisa dilaksanakan dengan anggaran tersebut. Terdakwa Adnan juga meminta kepada Lilik Sugijono untuk membuat EE serta mengirimkan softcopy file-file terkait perencanaan pembangunan proyek tersebut kepada terdakwa I Ketut Suarbawa," kata JPU.

Selanjutnya, dilakukan proses lelang pembangunan jembatan itu. Dari proses itu, PT Wika ditunjuk sebagai pemenang lelang pada tanggal 23 September 2013. Pada tanggal 1 Oktober 2013, terdakwa Adnan selaku PPK dan terdakwa I Ketut Suarbawa mewakili PT Wika selaku pelaksana pekerjaan menandatangani kontrak paket pekerjaan. Adapun nilai kontraknya, sebesar Rp15.198.470.500,00, dengan ruang lingkup pekerjaan adalah pembuatan tiang bor beton (bored pile).

"PT Wika bisa menjadi pemenang dalam proses lelang ini karena harga penawaran PT Wika telah disesuaikan dengan EE yang dikirimkan oleh saksi Lilik Sugijono kepada terdakwa I Ketut Suarbawa," terang JPU.

Namun, pelaksanaan pembangunan Tahap I jembatan terkendala karena permasalahan lahan belum dapat dibebaskan, kondisi sosial politis warga di sekitar lokasi pekerjaan, dan adanya penambahan item pekerjaan sebagaimana permintaan pihak konsultan perencana, maka pada tanggal 20 Desember 2013, terdakwa Adnan dan I Ketut Suarbawa menandatangani Addendum Kontrak I, dengan perubahan beberapa item dalam kontrak

"Beberapa item yang berubah yakni harga borongan dan besaran jaminan pelaksanaan," lanjut JPU.

Proyek infrastuktur ini sempat terhenti selama setahun, dan dilanjutkan kembali pada tahun 2015-2016 dengan nilai pagu anggaran Rp131 miliar. Menariknya, pada awal proses pelaksanaan pelelangan bulan Maret 2015 bertempat lantai 5 Hotel Tiga Dara Desa Kubang Raya, Kecamatan Siak Hulu, Kampar, saksi Indra Pomi dipanggil oleh sang Bupati, Jefry Noer.

Pada pertemuan ini, Jefry Noer memperkenalkan Indra Pomi kepada Firjan Taufa selaku marketing dari PT Wijaya Karya. Jefry Noer kala itu menyampaikan, PT Wijaya Karya akan kembali mengikuti lelang proyek jembatan tersebut, dan meminta kepada Indra Pomi untuk membantunya.

Masih di bulan Maret 2015, Indra Pomi memanggil Fauzi selaku Ketua Pokja II, memberikan perintah untuk mengawal dan memenangkan PT Wika dalam lelang pekerjaan pembangunan jembatan Waterfront City Multiyears Contract (MYC) Kabupaten Kampar APBD Tahun Anggaran 2015-2016. Atas perintah itu, saksi Fauzi menyanggupinya.

PT Wika akhirnya ditetapkan sebagai pemenang lelang pada 25 Mei 2015 dengan total nilai pembangunan Rp122 miliar. Setelah lelang ini, Afrudin Amga selaku KPA jembatan Water Front City menerima uang Rp10 juta dari PT Wika sekitar bulan Juni. Aliran uang dari PT Wika tak terhenti sampai di sini saja, Fauzi selaku Ketua Pokja II menerima jatah Rp100 juta melalui Firjan Taufa tahun 2015.

"Uang itu diberikan dalam tiga tahap, September 2015 sebesar Rp75 juta. Pada bulan yang sama di Pekanbaru masing-masing Rp20 juta dan Rp5 juta. Uang ini sebagai ucapan terima kasih telah memenangkan PT Wika," beber Ferdian.

Selanjutnya, dilakukan penandatangan nota kesepakatan antara Jefry Noer selaku Bupati Kampar dengan DPRD Kampar, Ahmad Fikri, Sunardi, Muhammad Faisal dan Ramadhan tentang Pengikat Dana Anggaran Kegiatan Jamak untuk pembangunan WFC. Setelah itu, PT Wika menyerahkan sejumlah uang kepada pimpinan DPRD Kampar pada Juni 2015.

Uang ini, diserahkan Firjan Taufan kepada Indra Pomi Nasution sebesar 20.000 Dolar Amerika di depan Hotel Pangeran, Pekanbaru. Terhadap uang itu, diberikan Indra Pomi kepada Wakil DPRD Kampar, Ramadhan di Jalan Arifin Ahmad-Simpang Jalan Rambutan. Tapi, uang itu dipergunakan untuk kepentingan pribadi Ramadhan.

"Setelah menerima uang muka 15 persen atau niliai bersih Rp15,5 miliar. PT Wika melalui Firjan Taufa dan atas sepengetahuan terdakwa I Ketut menyerahkan uang kepada Jefry Noer sebesar 25.000 Dolar Amerika. Penyerahan uang ini, di kediaman Bupati Kampar di Pekanbaru pada Juli 2015," sebut Ferdian.

"Selang dua pekan, PT Wika menyerahkan uang 50.000 dolar amerika kepada Indra Pomi. Uang ini, diserahkannya kepada Jefry Noer di Pekanbaru," kata JPU menambahkan.

Pemberian uang kepada Jefry Noer dari PT Wika kembali berlanjut. Pada Agustus 2015, mantan Bupati menerima uang dalam bentuk pecahan rupiah sebesar Rp100 juta di Purna MTQ, Jalan Jendral Sudirman, Pekanbaru dan 35.000 dolar amerika menjelang perayaan Idul Fitri 2015.

Selain pemberian uang kepada mantan Bupati Kampar, PT Wika melalui terdakwa Adnan juga menyerahkan uang Rp10 juta untuk diberikan kepada Firman Wahyudi selaku anggota DPRD Kampar periode 2014-2019.

"Pada bulan September-Oktober 2016 atau setelah pencarian termin VI untuk PT Wika, Indra Pomi melalui sopirnya Heru menerima Rp100 juta dari PT Wika untuk diberikan kepada Kholidah selaku Kepala BPKAD Kampar. Ini sebagai pengganti uang Kholidah yang telah menalangi untuk keperluan pribadi Ketua DPRD Kampar, Ahmad Fikri," ucap JPU KPK.

Terdakwa Adnan, kata JPU KPK, juga menerima uang dari PT Wika sebesar Rp394 juta dalam kurun waktu 2015-2016. Pemberian uang ratusan juta ini melalui Bayu Cahya dan Firjan Taufik atas pengetahuan terdakwa I Ketut Suarbawa yang diserahkan secara bertahap setiap bulan untuk kepentingan Adnan.

"Saksi Fahrizal Efendi menerima uang Rp25 juta melalui Bayu Cahya dan Firjan Taufik secara bertahap atas pengetahuan I Ketut Suarbawa," tambahnya.

Lebih lanjut JPU KPK menyampaikan, perbuatan terdakwa Adnan bersama-sama dengan Jefry Noer, Indra Pomi Nasution, terdakwa I Ketut Suarbawa dan Firjan Taufa bertentangan dengan Pasal 5, Pasal 6, Pasal 18 ayat 4 dan 5, Pasal 19 ayat 4, Pasal 56 ayat 10, Pasal 66 ayat 3, dan Pasal 95 ayat 4 Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

Kemudian, sebut JPU, perbuatan mereka turut memperkaya terdakwa Adnan sebesar Rp394,6 juta, Fahrizal Efendi Rp25 juta, Afrudin Amga Rp10 juta, Fauzi Rp100 juta, Jefry Noer sebesar 110.000 Dolar Amerika dan Rp100 juta, Ramadhan 20.000 dolar amerika, Firman Wahyudi Rp10 juta, serta memperkaya PT Wika sebesar Rp47,646 miliar.

"Perbuatan terdakwa Adnan, terdakwa I Ketut Suarbawa, Jefry Noer, Indra Pomi Nasution, Firjan Taufa telah merugikan negara sebesar Rp50,016 miliar," imbuh Ferdian.

Dari serangkaian kronologi perbuatan yang dilakukan, JPU KPK menilai bahwa kedua terdakwa disangkakan telah melanggar Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 UU Tipikor Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. Atau kedua, Pasal 3 Jo Pasal 18 UU Tipikor Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Mendengar hal itu, kedua terdakwa melalui penasehat hukumnya, mengajukan nota keberatan atas dakwaan JPU pada persidangan selanjutnya, yang digelar pada pekan depan.

Editor: Nandra F Piliang

Tags

Terkini

Terpopuler