Pemda Bisa Ajukan Gugatan

Kamis, 23 Juni 2016 - 09:59 WIB
Sekretaris Komisi A DPRD Riau, Suhardiman Amby

PEKANBARU (riaumandiri.co)-Pemerintah daerah (Pemda) bisa mengajukan gugatan, terhadap kebijakan Menteri Dalam Negeri, yang menghapus ribuan Peraturan Daerah di Tanah Air. Langkah itu bisa saja dilakukan, karena ada Perda yang dihapus tidak berkaitan dengan penghambatan investasi, namun dikabarkan sudah ada yang merembet kepada hal yang berkaitan dengan kearifan lokal.
Dari 3.143 Peraturan Daerah di Indonesia yang dihapus Menteri Dalam Negeri, sebanyak 53 Perda ada di Riau. Dari jumlah itu, sebanyak 53 Perda ada di Riau. Dari jumlah itu, sebanyak 4 Perda merupakan produk Provinsi Riau dan sisanya tersebar di kabupaten/kota.
"Pemerintah daerah bisa melakukan upaya hukum kalau ada Perda yang dihapus dianggap krusial untuk kearifan lokal dan adat istiadat lokal," ungkap Sekretaris Komisi A DPRD Riau, Suhardiman Amby, Rabu (22/6).
Ditambahkannya, gugatan dapat dilakukan melalui sejumlah pintu, seperti ke Mahkamah Agung (MA), Mahkamah Konstitusi (MK) atau melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Menurutnya, pihaknya juga akan mendalami Perda apa saja di Riau yang masuk dalam kebijakan Mendagri tersebut. Pendalaman dilakukan untuk melihat sejauh mana dampaknya terhadap kearifan lokal.
Pandangan serupa juga dilontarkan anggota Komisi A DPRD Riau, Taufik Arrakhman.


Pemda
Pihaknya menilai, ada semacam kerancuan dalam kebijakan Mendagri yang menghapus ribuan Perda tersebut. Sebab, sebab sebuah Perda disahkan, terlebih dahulu melalui proses verifikasi hingga tingkat Kemendagri.

"Yang saya dengar infonya, yang dihapus bukan saja Perda yang dinilai menghambat investasi, tapi banyak yang berkaitan dengan Perda politik dan syariat," ujarnya.

Selain itu, kebijakan Mendagri tersebut juga harus memiliki dasar hukum dan aturan yang jelas. "Tentu harus ada dasarnya. Perda timbul bukan karena keinginan satu pihak semata, tapi atas kebutuhan masyarakat dan daerah, yang kemudian dibahas melalui legislatif," tambahnya lagi.

Sedangkan anggota Komisi D DPRD Riau, Mansyur, menilai sebenarnya penghapusan Perda yang menghambat investasi tersebut ada baiknya, namun perlu menjadi kajian. "Karena, untuk melahirkan Perda itu butuh biaya tidak sedikit. Apalagi, pemerintah pusat membatalkan saampai tiga ribu Perda. Makanya harus kita kaji lagi, apakah ini benar-benar berkaitan dengan terhambatnya proses investasi di daerah," ujarnya.

Menurutnya, Perda bisa dibatalkan bila bertentangan dengan konstitusi dan perundangan. "Tapi menurut saya bukan hanya Perda investasi yang dihapuskan namun perda kearifan lokal. Saya belum tahu yang di Pekanbaru ini Perda apa saja yang dihapuskan," pungkasnya.

Silakan Digugat
Dari Jakarta, Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kemendagri, Soni Sumarsono, mempersilakan daerah yang perdanya dibatalkan, untuk menggugat ke Mahkamah Agung (MA). "Silakan menggugat ke MA, tapi sebaliknya dilihat dulu," ujarnya.

Untuk kabupaten/kota, jelas Soni, keberatannya bisa disampaikan ke gubernur dan boleh juga langsung ke Kemendagri. "Silakan saja sebelum ke MA. Toh itu masih terbuka, mekansismenya seperti itu," jelasnya.

Bahkan kata Soni, yang ke MA  itu boleh dilakukan kabupaten/kota. "Masyarakat juga boleh. Nggak apa-apa, memang prosedur diberikan untuk itu," terangnya.

Ketika ditanya apakah akan ada lagi Perda yang akan dibatalkan, Soni tak menampiknya. "Terus, tak boleh berhenti. Pengawasan berjalan terus tak boleh berhenti" katanya.

"Walau jumlahnya tak semasif ini tapi tetap harus berjalan. Yang prinsip bertentangan dengan kebijakan yang lebih tinggi.  Jadi kalau berubah kebijakannya kayak paket 12 kan ada Keppres maka  menyesuaikan, yang jelas seperti itu," katanya.

Sebelumnya, Kepala Pusat Penerangan Kemendagri, Dodi Riatmadji, mengakui Kemendagri tidak langsung mengumumkan Perda mana saja yang dibatalkan. Hal itu disebabkan masih ada beberapa kekurangannya.

Dia mencontohkan, seperti penomoran, lalu memastikan jumlah Perda yang dibatalkan Mendagri dan dibatalkan gubernur. “Secara keseluruhan data sudah benar, namun masih ada satu dua angka yang masuk ke dalam daftar lain,” kata Dodi.

Selain itu, pembatalan Perda ini juga tak semuanya mengandung unsur pembatalan secara keseluruhan. Berdasarkan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, kebijakan daerah berupa Perda atau Perkada bisa dibatalkan Mendagri baik secara keseluruhan atau pasal per pasalnya saja.

“Makanya, setelah melihat daftar pembatalan aturan ini, pemda harus terlebih dahulu mengecek lampiran dari Kemendagri. Apakah perda yang dibatalkan ini secara keseluruhan atau hanya beberapa pasalnya saja. Sebab, untuk aturan yang hanya sejumlah klausulnya saja bermasalah, bukan berarti menggugurkan kebijakan tersebut,” jelas Dodi.

“Jadi kalau cuma pasal per pasalnya saja, bukan berarti Perdanya langsung tidak berlaku. Namun perlu kajian dan pembahasan bersama DPRD bagaimana untuk memperbaharui pasal ini,” ulasnya.

Masalah lainnya, kata dia adalah penomoran Perda yang terkadang tidak sesuai dengan judul Perda itu sendiri. Menurut dia, verifikasi tersebut memang perlu kehati-hatian. Selama 5 hari terakhir tim verifikasi Kemendagri terus melakukan pengecekan terhadap deregulasi 3.143 kebijakan ini. Makanya, baru sekarang data tersebut berani dipublikasikan. ***

Editor:

Terkini

Terpopuler