Desak SK Menhut Dibatalkan

Senin, 16 Mei 2016 - 09:20 WIB
Sembilan tokoh masyarakat mengatasnamakan warga 19 desa di Kecamatan Bengkalis dan Bantan, Kabupaten Bengkalis, Riau, menyesalkan keluarnya Surat Keputusan Menteri Kehutanan nomor: 262/Kpts-II/1998 yang menyerahkan 14.785 hektar lahan di pulau Bengkalis

BENGKALIS (riaumandiri.co)– Sembilan tokoh masyarakat 19 desa di Kecamatan Bengkalis dan Bantan, Kabupaten Bengkalis, Riau, menyesalkan kebijakan negara melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: 262/Kpts-II/1998 yang menyerahkan 14.785 hektar lahan di Pulau Bengkalis kepada PT Rimba Rokan Lestari (RRL), dimana lahan tersebut,  sudah berpuluh tahun menjadi hak milik masyarakat menjadi perkampungan, desa, sudah diduduki dan digarap oleh masyarakat menjadi lahan pertanian, persawahan, perkebunan serta tempat tinggal serta tempat ibadah.

Sembilan tokoh masyarakat itu adalah Muis (mewakil Desa Bantan Sari), Iskandar (Desa Sukamaju), Baharuddin (Desa Pematang Duku), Bujang Ismail (Desa Ketam Putih), Sairi (Desa Bantan Tengah), Rahim (Desa Bantan Air), Ajuan (Desa Sukamaju), Eko Pembudi (Bengkalis) serta Tarmizi, koordinator perjuangan masyarakat menolak PT RRL di Pulau Bengkalis.

Hal tersebut mengemuka dalam pertemuan antara Panitia Khusus (Pansus) DPRD Kabupaten Bengkalis tentang monitoring dan sengketa lahan kehutanan dan perkebunan dengan masyarakat 19 desa di Kecamatan Bengkalis dan Bantan di aula pertemuan Desa Bantan Air, Sabtu (15/5/ 2016).

Pertemuan dihadiri sekitar 300 masyarakat.  Sedangkan anggota Pansus DPRD yang hadir adalah H Azmi Rozali (ketua), Indrawan Sukmana (Wakil ketua) dan Anggota Pansus Sofyan, Nur Azmy Hasyim dan H Zamzami.

Baharuddin yang berbicara atas nama masyarakat Desa Pematang Duku, Kecamatan Bantan, dapat menunjukkan kepada pansus bahwa mereka memiliki sertifikat yang dikeluarkan tahun 1928 dan tahun 1985. Di Desa Pematang Duku, urai lelaki ini, jika seluruh dinyatakan sebagai milik PT. RRL, maka luas areal desa mereka hanya tinggal  1 kilometer persegi.
‘’Saya rasa pemimpin negara ini dapat bertindak arif dalam memutuskan perkara ini,’’ ujarnya.

Demikian pula Bujang Ismail (64 tahun) yang berbicara atas nama masyarakat Desa Ketam Putih, Kecamatan Bengkalis.  Menurut mantan kepala desa ini, sejak Menteri Kehutanan memberikan izin kepada PT. RRL 18 tahun yang lalu, perusahaan ini tidak patuh terhadap kewajiban yang ditetapkan oleh Menteri, bahwa mereka harus membuat tapal batas paling lama 2 tahun sejak izin dikeluarkan. ‘’Ini sudah 18 tahun. (man)

Editor:

Terkini

Terpopuler