Pernyataan Jokowi dan Luhut Dapat Perlawanan dari Netizen, Tolak Presiden 3 Periode

Pernyataan Jokowi dan Luhut Dapat Perlawanan dari Netizen, Tolak Presiden 3 Periode

RIAUMANDIRI.CO - Pernyataan Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan yang mengklaim 110 juta netizen mendukung penundaan pemilu, dan Presiden Jokowi menyebut wacana penundaan pemilu bagian dari demokrasi, disambut netizen dengan menolak wacana tersebut.

Berdasarkan data yang diungkapkan Founder Drone Emprit dan Media Kernels Indonesia Ismail Fahmi, perbincangan tentang penundaan pemilu dan jabatan presiden tiga periode sangat tinggi pada akhir Februari hingga awal Maret 2022. Puncaknya terjadi pada 2 Maret dengan lebih dari 6 ribu mention.

"Terutama didorong pernyataan Menko Maritim dan Investasi Luhut B. Pandjaitan, yang mengklaim 110 juta netizen mendukung penundaan pemilu," kata Ismail ketika berbicara dalam Gelora Talk bertajuk "Heboh Gonjang-ganjing Tunda Pemilu 2024, Apa kata Survei?" Rabu (23/3/2022) petang.

Bahkan, Ismail menyebutkan, secara umum, publik percaya bahwa rezim ada di belakang ramainya wacana penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden tiga periode.

Banyak perbincangan didorong tingginya penolakan warganet atas wacana tersebut. Kemudian, pemberitaan sangat tinggi pada 7 Maret dengan 1.918 mentions.

"Hal itu didorong komentar Presiden Joko Widodo, bahwa dia patuh pada konstitusi. Publik mengkritisi respon presiden, yang dinilai berbeda pada wacana tiga periode," ujarnya.

Sebab, pada 2019, Jokowi menyebut wacana presiden tiga periode menampar mukanya. Namun belakangan Jokowi menyebut wacana itu sebagai bagian dari demokrasi.

"Netizen terlihat kompak menolak wacana perpanjangan masa jabatan presiden. Selain mengamplifikasi pemberitaan dan pernyataan para tokoh yang menolak penundaan pemilu hingga 2027, netizen juga mengkritisi berbagai dukungan atas wacana perpanjangan masa jabatan presiden," tandasnya.

Peneliti Litbang KOMPAS Yohan Wahyu menambahkan, berdasarkan survei yang dilakukan Litbang Kompas ditemukan adanya gerakan politik yang dilakukan para elit untuk menguatkan penundaan pemilu dengan alasan kepentingan nasional.

Padahal alasan ekonomi yang dijadikan alasan untuk pemulihan ekonomi nasional hanya sekitar 6,9 persen. Publik yang tidak percaya, justru jauh lebih besar mencapai 23, 4 persen. Publik melihat itu hanya untuk kepentingan politik mereka saja.

Selain itu, sekitar 80 persen suara publik juga menyatakan penundaan pemilu tidak berkorelasi dengan pemulihan ekonomi nasional.

"Survei yang kita lakukan semakin memperkuat hasil survei dari lembaga survei lain soal penundaan pemilu, bahwa mayoritas publik menolak penundaan pemilu," katanya.