Operasi Lintas Elang 20

Konflik Natuna Memanas, Lanud RSN Pekanbaru Kirim Pasukan dan 4 Pesawat Tempur

Konflik Natuna Memanas, Lanud RSN Pekanbaru Kirim Pasukan dan 4 Pesawat Tempur

RIAUMANDIRI.ID, PEKANBARU - Sebanyak 4 unit pesawat tempur F-16 Fighting Falcon dari Hanggar Skadron Udara (Skadud) 16 Pangkalan Udara (Lanud) Roesmin Nurjadin Pekanbaru, akan diberangkatkan ke wilayah Natuna, Kepulauan Riau (Kepri). Tidak hanya itu, 6 orang pilot juga akan dilibatkan.

Demikian diungkapkan Komandan Lanud (Danlanud) Roesmin Nurjadin, Marsekal Pertama (Marsma) TNI Ronny Irianto Moningka, Selasa (7/1/2020). Pesawat tempur dan para penerbang itu akan dilibatkan dalam suatu operasi khusus dengan sandi Lintas Elang 20.

"Sesuai dengan perintah Panglima TNI, bahwa terhitung mulai hari ini (kemarin,red), Lanud Roesmin Nurjadin, khususnya dari Skadron 16 dilibatkan dalam melaksanakan Operasi Lintas Elang 20," ujar Danlanud, Selasa (7/1).


Dia menyebut, operasi ini pada dasarnya adalah operasi rutin yang dilaksanakan jajarannya. Kendati begitu, diyakini armada tempur tersebut dikerahkan untuk memperkuat pengamanan di kawasan tersebut mengingat memanasnya hubungan Indonesia dan Cina.

"Biasanya kita di wilayah Barat, tapi untuk kali ini digeser ke wilayah Natuna," sebut Marsma TNI Ronny. 

Dijelaskannya, total kekuatan yang dikerahkan, yaitu satu flight yang terdiri empat pesawat tempur F-16, enam pilot atau penerbang, didukung satu set pendukung ground crew (kru darat) yang berjumlah 60 orang.

"F-16 ini akan dikirim langsung ke Pangkalan TNI AU Raden Sadjad di Natuna," jelas dia.

Ronny berpesan kepada para personel yang terlibat dalam operasi ini, agar melaksanakan tugas dengan penuh tanggungjawab, pahami seluruh aturan dan SOP, termasuk UNCLOS 1982, tentang hukum laut.

Selain itu disebutkan Ronny, para personel ini juga diharapkan bisa berkoordinasi dengan satuan samping yang sudah berada di garis depan, seperti TNI Angkatan Laut, dan lain-lain.

"Siapkan diri sebaik mungkin, ingat jangan membuat provokasi. Tugas kita adalah pengamanan wilayah kedaulatan Indonesia. Perhatikan keselamatan terbang," imbuhnya.

Rencananya, mereka akan menjalankan operasi selama sepekan. Namun untuk pelaksanaannya, tetap akan menyesuaikan situasi di lapangan, dan perintah Panglima TNI.

"Yang jelas berangkat dulu, nanti berapa lamanya menyesuaikan perintah," pungkasnya.

Dari informasi yang dihimpun, memanasnya hubungan Indonesia dan Cina karena klaim masing-masing negara di kawasan perairan Natuna.

Pemerintah Cina dinilai telah melakukan pelanggaran atas Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) Indonesia di perairan Natuna. Tidak hanya itu, juga kegiatan Illegal Unreported and Unregulated (IUU) Fishing yang dilakukan kapal penjaga pantai Cina pada 24 Desember 2019 lalu

Atas hal itu, Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Republik Indonesia sempat memprotes tindakan itu lewat pemanggilan Duta Besar Cina untuk Indonesia, 30 Desember 2019). Namun protes ini tampak tak digubris.

Pada hari yang sama, KRI Tjiptadi-381 milik Indonesia yang berpatroli sektor di perbatasan ZEE Laut Natuna Utara masih mendapati adanya kontak kapal di radar yang mengarah ke selatan dengan laju kecepatan tiga knot.

Setelah didekati pada jarak 1 NM, kontak tersebut ternyata adalah kapal Cina Coast Guard (CCG) nomor lambung 4301 yang mengawal beberapa kapal ikan Cina melakukan aktivitas perikanan.

Meski telah diusir, Cina tak juga jera. Pada Jumat (3/1), berdasarkan patroli udara Indonesia, masih tampak tiga kapal Coast Guard Cina di wilayah kaya ikan tersebut.

Ketidakjeraan ini sebenarnya bukan kejutan, sebab sebelumnya Juru Bicara Kemlu Cina, Geng Shuang, sudah menjawab protes Kemlu RI dengan bersikukuh negaranya tidak melanggar hukum internasional yang ditetapkan lewat Konvensi Hukum Laut PBB (UNCLOS). Landasannya, menurut Gueng, adalah klaim bahwa perairan Natuna termasuk dalam Nine Dash Line Cina.

Nine Dash Line atau sembilan garis putus-putus adalah wilayah historis Laut Cina Selatan seluas 2 juta kilometer persegi yang 90 persen di dalamnya mereka klaim sebagai hak maritimnya, bahkan meski wilayah-wilayah ini berjarak hingga 2.000 kilometer dari Cina daratan.

Garis putus-putus itu pertama kali muncul di peta Cina pada 1947, setelah Perang Dunia II selesai.

Upaya Cina mengungkit-ungkit Nine Dash Line bikin Indonesia tambah geram. Kemlu RI tegas meyakini bahwa klaim historis Cina atas ZEE Indonesia tidak memiliki kekuatan hukum, sebab sembilan garis putus-putus tidak pernah diakui dalam UNCLOS 1982.



Tags TNI