akibat Situasi Kurang Kondusif

Rupiah Makin Anjlok

Rupiah Makin Anjlok

JAKARTA (HR)-Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, terus menunjukkan penurunan sejak beberapa hari belakangan. Bahkan hingga Rabu (11/3), nilai tukar rupiah telah mencapai Rp13.200 per dolar AS.

Meskipun pemerintah berkeyakinan pelemahan terjadi karena ekonomi AS membaik, pengamat ekonomi dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Tony Prasetiantono, menilai ada faktor lain yang membuat nilai rupiah jatuh.

"Pemilik dana mulai kurang nyaman dengan situasi di Indonesia yang sekarang kurang kondusif dari sisi non-ekonomi. Jadi ini yang sebetulnya yang mengganggu, yakni faktor non-ekonomi. Kalau ekonominya baik-baik saja," ungkapnya, kemarin.

Ditambahkannya, faktor non-ekonomi itu, mungkin karena leadership Jokowi yang dinilai tidak terlalu decisive.

"Padahal, ekspektasi kita tinggi terhadap beliau sebagai sosok presiden yang diharapkan berani mengambil keputusan, tapi ternyata tidak terlalu," tambahnya.

Menurut Tony, pelemahan rupiah bukan karena fundamental ekonomi Indonesia. Dia mengatakan, fundamental Indonesia baik-baik saja. "Tentunya sentimen negatif terkait leadership dan kondisi politik harus diakhiri. Makanya ini kita mengimbau bahwa saya yakin masalah politik ini tidak kondusif yang harus diperbaiki," imbuh dia.

Lebih lanjut dia mengatakan, meski pelemahan terjadi di beberapa negara, kondisi psikologi antarnegara berbeda. "Mungkin di negara Thailand oke-oke saja, karena tidak mempunyai trauma, kita kan traumatik, sekarang saja kita sudah membandingkan dengan krisis 1998," lanjutnya.

Padahal, Tony berpendapat bahwa kondisi saat ini dengan 1998 sangat berbeda. Tahun ini kuatnya dolar memang karena ekonomi AS yang sedang menguat.


"Bedanya waktu itu orang mau ganti presiden, sekarang kita punya presiden baru, hanya bedanya membayangkan Jokowi decisive, tapi maaf kurang decisive," tukasnya.

Kebijakan Ekonomi
Melemahnya nilai tukar rupiah tersebut, disikapi Presiden Joko Widodo dengan menyiapkan paket kebijakan ekonomi. Paket ini akan diumumkan Jumat (13/5) besok.

Hal itu diungkapkan Menko Perekonomian Sofyan Djalil usai rapat terbatas bersama Presiden Jokowi, Wapres Jusuf Kalla, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro, Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo dan Ketua DK OJK Muliaman D Haddad.

"Pemerintah besok Jumat akan melakukan koordinasi mengangkut berbagai kementerian untuk reformasi strukutral yang lebih lanjut. Ada sejumlah kebijakan, barangkali sudah disampaikan oleh Menkeu sebelumnya," terangnya.

Salah satunya adalah terkait dengan insentif pajak bagi perusahaan asing yang berinvestasi di Indonesia yang tidak mengirimkan dividen tahunan sebesar 100 persen ke perusahaan induk di negara asal. Kemudian berbagai upaya mendorong perbaikan defisit transaksi berjalan.

"Misalnya insentif perpajakan dan meng-attack (menyerang) masalah CAD. Ini upaya CAD diatasi secara pelan, karena itu masalah yang dihadapi dalam 3 tahun terakhir," jelasnya.

Ditertibkan
Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang Brodjonegoro mengatakan, banyak transaksi pembayaran pada sektor penyewaan kawasan industri di sekitar Jakarta masih menggunakan dolar. Karena itu, pemerintah akan segera melakukan penertiban.

Menurut Bambang,  hal itu didapatkan dari banyaknya laporan yang masuk kepada pemerintah terkait penggunaan dolar. Untuk meminimalisir aduan tersebut, Bambang menyebutkan pemerintah akan membuat pusat aduan atau call center. Di mana, semua kalangan bisa mengadukan hal tersebut.

"Dan pemerintah sendiri akan lebih pro aktif untuk melihat di mana saja transaksi dolar itu masih terjadi," tambahnya.

Sedangkan Gubernur BI Agus Martowardojo mengatakan, meski anjlok, volatilitas nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) masih cukup aman.

Agus menambahkan, pihaknya akan selalu berada di pasar untuk menjaga volatilitas agar tidak terlalu tinggi. Menurutnya, BI sudah menetapkan batas atas mengenai volatilitas.


"Nilai tukar kurs itu mengarah cerminan sesuai fundamental ekonomi," sebut Agus.

Menurut dia, sejak periode 2014-2015, BI akan masuk ke pasar jika volatilitas nilai tukar cukup tinggi. "Jika tinggi BI akan masuk untuk tetap menjaga kepercayaan masyarakat," tukasnya. (bbs, okz, dtc, ral, sis)