Pimpinan MPR - UKP PIP Sepakat Amandemen Kelima UUD

Pimpinan MPR - UKP PIP Sepakat Amandemen Kelima UUD
RIAUMANDIRI.CO, JAKARTA - Pertemuan pimpinan MPR dengan Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP-PIP), di Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (14/3/2018) menyepakati dilakukan amandemen kelima UUD 1945. 
 
Pertemuan tersebut Dewan Pengarah BPIP Megawati Soekarnoputri, Tri Sutrisno, Ketua UKP PIP Yudi Latif, mantan Ketua MK Mahfud MD dan lain-lain. Sedangkan dari Pimpinan MPR hadir Zulkifli Hasan, Muahyudin, Hidayat Nur Wahid dan EE. Mangindaan.
 
Dalam pertemuan yang berlangsung hampir 2 jam tersebut, banyak masalah kebangsaan yang dibahas. Mulai dari pembentukan haluan negara, kembali ke UUD 1945 dan mengembalikan MPR sebagai lembaga tertinggi negara.
 
Tri Sutrisno mengusulkan untuk kembali pada UUD 1945. Alasanmya karena UUD yang dihasilkan oleh para pendiri bangsa itu sangat sesuai dengan kondisi bangsa Indonesia, fleksibel, mampu menyesuaikan dengan zaman dan singkat.  Bahkan dia menilai UUD 1945 terbukti mampu menghadapi berbagai cobaan. 
 
“Empat tahap perubahan yang dialami UUD kita jadikan lampiran, sementra yang sifatnya teknis dialihkan menjadi UU saja, sehingga perubahan dan pencabutannya lebih mudah,” kata Tri Sutrisno.
 
Sedangkan Megawati Soekarnoputri selaku Ketua Dewan Pengarah UKP PIP menyoroti status MPR pasca reformasi yang disejajarkan dengan lembaga negara lainnya. 
 
Menurut Megawati, kedudukan MPR yang sejajar dengan lembaga negara yang lain, tidak sesuai dengan pemikiran para pendiri bangsa ini. Karena itu, dia meminta agar kedudukan MPR itu dipikirkan kembali. 
 
“Coba, mana yang lebih baik, MPR sebagai lembaga tertinggi negara, atau lembaga negara yang sejajar dengan lembaga negara yang lain. Bisa nggak sih MPR dikembalikan menjadi lembaga tertinggi negara seperti dahulu lagi,” kata Megawati.
 
Sedangkan pakar hukum tata negara Prof Mahfud MD dalam pertemuan tersebut mengingatkan, untuk mengembalikan MPR menjadi lembaga tertinggi negara, bukanlah perkara gampang. 
 
Alasan Mahfud, karena penurunan status itu dilakukan oleh MPR sendiri. "Bahkan MPR juga sudah mengunci dirinya sendiri, agar tidak bisa kembali sebagaimana kedudukan sebelumnya," kata Mahfud.
 
Sementara itu, Ketua MPR Zulkifli Hasan kepada pers usai pertemuan tersebut menyampaikan ucapan terima kasih atas kehadiran Megawati dan Try Sutrisno dalam pertemuan itu.
 
"Saran dan masukan 2 tokoh bangsa ini sangat mendasar untuk perbaikan sistem ketatanegaraan kita. Kami bicara pentingnya menghadirkan kembali haluan negara, agar pembangunan bisa berkelanjutan 50 sampai 100 tahun ke depan serta konsisten antara pusat dan daerah," terang Zulkifli.
 
Hal lainnya yang dibicarakan dalam pertemuan tersebut seperti diungkapkan Zulkifli, terkait pelaksanakan pemilahan langsung. "Kita juga membahas antara lain evaluasi terhadap demokrasi langsung kita, apa yang harus diperbaiki dan diubah. Semuanya penting dan mendasar," kata Zulhasan, begitu dia akrab disapa.
 
Dari hasil pertemuan tersebut, jelas Zulhasan, lebih menekankan kesimpulan yang disepakati perlunya haluan negara, bukan mengembalikan UUD 1945 sesuai naskah aslinya. "Jadi bukan kembali ke UUD 1945. Amandemen terbatas, hanya haluan negara saja," jelas dia.
 
Dia mengatakan dalam pembangunan sekarang ini, setiap pemimpin cenderung memiliki visi dan misinya sendiri. Antara bupati, gubernur, presiden, termasuk menteri, memiliki visi dan misinya sendiri.
 
Oleh karena itu diperlukan sebuah haluan negara untuk menjadikan pembangunan lebih terarah. Rencananya, MPR, BPIP serta pimpinan partai politik akan mengkonsultasikan hal ini kepada Presiden Jokowi.
 
Mengenai mahalnya sistem demokrasi dengan sistem langsung sekarang ini, menurut dia, Indonesia belum memiliki jalan keluar bagaimana agar seorang kandidat kepala daerah bisa mencari uang dengan sah untuk biaya pemilu. 
 
Reporter:  Syafril Amir
Editor:  Rico Mardianto