Garap Kawasan Waduk PLTA, Pemilik Galian C Dilaporkan Warga Ke Polda

Garap Kawasan Waduk PLTA, Pemilik Galian C Dilaporkan Warga Ke Polda
RIAUMANDIRI.co, XIII KOTO KAMPAR - Aktifitas pertambangan galian C (sirtu/pasir batu) di wilayah Desa Koto Tuo Barat Kecamatan XIII Koto Kampar mendapat perlawanan dari masyarakat, selain merusak lingkungan dan berdampak terhadap perekonomian masyarakat sekitar, lokasi galian C ini juga diduga tidak sesuai dengan surat tanah yang dimiliki oleh pemilik Akuari tersebut.
 
"Surat tanah yang ada di Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL UPL) sebanyak 17 surat tanah, 6 surat tanah diukur dari jalan, 4 surat tanah bersertifikat, untuk tumpukan batu, ada 7 surat tanah terdapat di lahan penghijauan milik masyarakat. Namun yang dijumpai di lapangan Armen (pengelola) bekerja di kawasan danau PLTA Koto panjang," terang Pelapor Sohibul Makzum usai meninjau lokasi galian C, Sabtu (11/11) sore bersama Penyidik dari Polda Riau.
 
Sohibul juga menjelaskan, akibat pengelolaan kawasan danau juga berdampak pada masyarakat yang menggantungkan hidup sebagai nelayan, serta merusak dua sungai yang menjadi tapal batas tanah wilayah.
 
"Ada dua anak sungai yang rusak, Sungai Kilang yang bersejarah dan Sungai Diambai yang merupakan batas wilayah antara Datuk Majolelo dengan Koto Tuo, namun kini batas itu sudah hilang," terangnya.
 
Dari penuturan Sohibul, masyarakat sebelumnya sudah melakukan demo dan operasi tersebut sempat terhenti, akan tetapi kini beroperasi kembali.
 
"Kami sudah pernah melakukan aksi demo pada kuari tersebut akan tetapi ada pihak ketiga yang melakukan pembelaan terhadap Akuari, yakni orang dekat Bupati Kampar, waktu itu Pak JN," ujar Sohibul 
 
Mantan Kades Koto Tuo Barat ini berharap Polda Riau bisa menangani perkara penyalahgunaan kawasan Danau PLTA Koto Panjang dengan baik agar areal waduk yang dikelola oleh yang bersangkutan dikembalikan kepada masyarakat Koto Tuo Barat.
 
"Ini merupakan hak masyarakat Koto Tuo Barat, untuk kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat bukan untuk pribadi, karena selama 2,5 tahun galian C itu beroperasi masyarakat tidak mendapatkan apa-apa, juga tidak ada pemasukan untuk Pendapatan Asli Desa. Kasus ini pernah kami laporkan ke Polres Kampar namun tak ada perkembangan akhirnya kami melapor ke Polda Riau," pungkas Sohibul.
 
Baca juga di Koran Haluan Riau edisi 14 November 2017
 
Reporter: Ari Amrizal
Editor: Nandra F Piliang