Penangkapan Irman Dinilai Langgar Hukum dan HAM

KAI akan Laporkan KPK ke Polisi

KAI akan Laporkan KPK ke Polisi

JAKARTA (RIAUMANDIRI.co) - Operasi tangkap tangan yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi terhadap mantan Ketua DPD RI, Irman Gusman, berbuntut panjang. Selain banyak disorot karena dinilai janggal, lembaga antirasuah itu juga terancam KAI akan dilaporkan ke pihak Kepolisian. Rencana melaporkan KPK ke Kepolisian itu, dilontarkan Presiden DPP Komisi Advokat Indonesia (KAI), Indra Sahnun Lubis, di Media Center DPR, Rabu (21/9).

Ada beberapa hal yang mendasari langkah itu. Di antaranya, pihaknya  menilai penangkapan mantan Ketua DPRD RI itu dinilai melanggar hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM). Selain melaporkan KPK ke Kepolisian, pihaknya juga berencana melaporkan KPK ke Komnas HAM dan Komisi III DPR.

“Itu pelanggaran hukum dan HAM yang dilakukan KPK. Kami akan segera melaporkan KPK ke Mabes Polri dan Komnas HAM dan Komisi III DPR. Apakah KPK itu kebal hukum. Kita uji di mana kebenaran KPK itu,” tegasnya.

KAI mencurigai adanya skenario di balik penangkapan Irman Gusman, karena ada ruang agar tindak pidana tidak terjadi atau mencegah terjadinya tindak pidana korupsi yang disangkakan kepada Ketua DPD RI tersebut.

“Ada ruang bagi KPK agar tindak pidana itu tidak terjadi. Mengapa harus ditunggu, seperti direncanakan untuk tindak pidana ini. Padahal ini bisa dilakukan pencegahan oleh KPK,” kata Indra.

Dari fakta-fakta hukum, ulas Indra, barang bukti tidak dibuka oleh Irman Gusman dan Irman pun tidak merealisasikan apa yang diinginkan pihak pemberi uang.
“Jadi belum ada tindak pidana di sini. Terlalu kecil buat Irman Gusman uang Rp 100 juta itu,” ujarnya lagi.

Selain itu kata Indra, pelanggaran lainnya yang dilakukan KPK adalah memeriksa Irman tanpa didampingi pengacara. Kemudian terkait pengajuan penangguhan penahanan, ada aturan yang memperbolehkan.

“Mengapa ini tidak boleh, kan ada jaminan,” kata Indra sembari mencontoh ketika dia menjadi pengacara Abdullah Puteh (mantan Gubernur Aceh, red). Ketika itu, penahanan Puteh bisa ditangguhkan karena adanya jaminan.

Karena itu, pihaknya meminta KPK benar-benar bertindak secara profesional dalam menegakkan hukum. Kalau tidak, dia mengkhawatirkan akan terjadi keributan di tengah masyarakat. "Saya harap KPK bisa menganulir dan  menangguhkan penahanan terhadap Irman Gusman,” ujarnya lagi.

Sewenang-wenang Ditambahkan Sekjen KAI, Apolos Djara Bonga, dari fakta yuridis dalam OTT tersebut, maka jelas pihaknya KPK telah melakukan perbuatan sewenang-wenang.
 
“Apabila dikaitkan dengan gratifikasi, maka sejatinya ada waktu 30 hari bagi Irman Gusman untuk menyerahkan pemberian tersebut kepada KPK perihal adanya kecurigaan dan tindakan yang tidak patut. Bagaimana Irman Gusman akan menyerahkan atau mengembalikan suatu pemberian (gratifikasi) sementara ia sendiri belum tahu dan belum memeriksa isi bingkisan itu,” tegas Apolos.
 
Tentang target operasi, menurut Apolos, hal tersebut hanya berlaku pada dua kasus, yaitu teroris dan narkoba. “Dalam kasus korupsi tidak ada target. Pak Irman saja sebagai pimpinan lembaga tinggi negara diberlakukan begini. Bagaimana dengan masyarakat biasa? KPK melakukan orang semena-mena,” katanya.

Jebakan Batman Sedangkan Wakil Presiden KAI Herman Kadir malah dengan tegas menyebut penangkanan Irman Gusman oleh KPK menggunakan jebakan “Batman”.

“Sulit untuk tidak mempercayai, bahwa KPK telah melakukan jebakan “betmen” terkait penangkapan Irman Gusman,” ujar Herman Kadir. Dia menilai kasus Irman Gusman adalah kasus kesengajaan dari KPK karena pihak pemberi kepada Irman adalah seorang tahanan kota.

“Secara hukum dia tidak boleh keluar dari Kota Padang. Jadi kami mencurigai ada unsur kesengajaan. Kemudian dia datang malam lagi dan sudah ditolak tapi tetap memaksa,” ujar Herman Kadir.

Diperiksa KPK Sementara itu, Jaksa Farizal dari Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat, menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Rabu kemarin. Ia datang dengan didampingi beberapa perwakilan dari Kejaksaan Agung (Kejagung).

Menurut Kabag Pemberitaan dan Publikasi KPK, Priharsa Nugraha, Farizal akan diperiksa sebagai tersangka. Hal ini terkait kasus suap atas persidangan penjualan gula tanpa label standar nasional Indonesia (SNI).

"Hari ini penjadwalan ulang tersangka F karena sebelumnya, Senin (19/9) lalu penyidik memanggil yang bersangkutan untuk diperiksa sebagai tersangka dugaan peneeimaan uang pengurusan perkara," terangnya.

Ia menambahkan, Farizal urung datang Senin lalu karena masih dilakukan koordinasi dengan Jaksa Muda Pengawas (Jamwas). Info yang didapat Priharsa, Farizal diperiksa terkait etik.

Namun, pemeriksaan terhadap Farizal dilakukan secara paralel bersama Kejagung. Sehingga tidak ada aksi saling tunggu. Dalam pemeriksaan tersebut, penyidik akan melakukan pendalaman terhadap Farizal soal sangkaan dan dugaan tindak pidana yang diduga dilakukannya.

Menurut Priharsa, bukti yang dipunya penyidik KPK sudah cukup sebagai permulaan. Farizal yang merupakan jaksa penuntut umum di Pengadilan Tinggi Sumatera Barat diduga menerima sejumlah uang untuk mengatur kasus penjualan gula tanpa label SNI.

Seperti diketahui, kasus suap ini terbongkar ketika KPK menangkap Irman Gusman pada Sabtu (17/9) lalu. Dia disangka menerima Rp 100 juta dari Direktur Utama CV Semesta Berjaya Xaveriandy Sutanto dan istrinya Memi.

Kemudian diketahui Sutanto diduga juga memberikan uang kepada Farizal. Pemberian ini terkait kasus penjualan gula oleh CV Rimbun Padi Berjaya tanpa label SNI di Sumbar yang tengah bergulir di Pengadilan Negeri Padang.

Sutanto yang mantan Direktur CV Rimbun Padi Berjaya diduga menyuap Farizal agar membantunya dalam persidangan. Farizal diduga menerima duit Rp365 juta dari Sutanto. Terkait pemberian duit buat jaksa, KPK sudah menetapkan Farizal dan Sutanto sebagai tersangka.

Farizal disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sementara Sutanto sebagai pemberi suap kena pasal berbeda. Dia disangka melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. (sam, dtc)