Dugaan Korupsi Lahan Embarkasi Haji

Staf Ahli Gubri Ditahan

Staf Ahli  Gubri Ditahan

PEKANBARU (riaumandiri.co)-Penyidik Kejaksaan Tinggi Riau akhirnya menahan Staf Ahli Gubernur Riau, Muhammad Guntur. Hal itu terkait dengan kasus dugaan korupsi pengadaan tanah untuk embarkasi haji Provinsi Riau tahun anggaran 2012 lalu. Guntur yang sebelumnya sudah ditetapkan sebagai tersangka, akhirnya ditahan di Rumah Tahanan Sialang Bungkuk, Kecamatan Tenayan Raya, Pekanbaru, sejak Kamis (14/7).
 

Sebelum ditahan, Guntur yang kala itu menjabat selaku Kepala Biro Tata Pemerintahan Setdaprov Riau yang sekaligus Kuasa Pengguna Anggaran dan Ketua Panitia Pengadaan Tanah untuk Embarkasi Haji, diserahkan penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau kepada  Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kejaksaan Negeri Pekanbaru.


Pantauan di Gedung Kejati Riau, Guntur yang mengenakan pakaian kemeja lengan panjang warna putih serta celana warna coklat, tampak menyambangi Kantor Kejati Riau sekitar pukul 10.00 WIB dan langsung menuju Gedung Pidana Khusus Kejati Riau guna menjalani proses pemeriksaan administrasi dan kesehatan.
Setelah lima jam menjalani pemeriksaan, mantan Kepala Badan Kepegawaian Daerah Riau itu kemudian digiring menuju mobil tahanan yang akan membawanya

Staf
ke Rutan Sialang Bungkuk untuk menjalani penahanan dalam 20 hari ke depan.
Tak ada komentar yang diberikannya ketika ditanya terkait proses penahanan terhadap dirinya. Begitu juga saat ditanya, kesiapannya menghadapi proses persidangan nantinya, kembali Guntur hanya tersenyum.



Sementara itu, Kajati Riau Uung Abdul Syakur, melalui Asisten Pidana Khusus Kejati Riau, Sugeng Rianta, membenarkan penahanan terhadap Guntur tersebut.
Dikatakan Sugeng, dalam kasus ini pihaknya telah menetapkan dua orang tersangka sebagai pihak yang bertanggungjawab dalam perkara yang diduga merugikan keuangan negara mencapai Rp8,3 miliar tersebut.

"Selain MHG (Muhammad Guntur,red) penyidik juga menetapkan tersangka lain yakni NV (Nimron Varasian, red) yang merupakan penerima kuasa jual terhadap lahan tersebut," terang
Sugeng didampingi Humas Kejati Riau, Mukhzan, serta jaksa Dr Zulkifli.

Sementara terhadap Nimron, lanjutnya, sejatinya juga menjalani proses tahap II. Namun, penyidik mendapat informasi dari Pengacara Nimron, yang mengabarkan Nimron berada di luar kota.

"Tersangka NV sedang berada di luar kota karena keluarganya ada yang sakit. Mereka memohon dapat ditunda pemeriksaannya. Kami anggap panggilan patut ini dan ada pemberitahuan dari mereka, dan kami mengabulkannya. Sehingga proses tahap II terhadap NV akan dijadwalkan ulang," kata Sugeng.

Ditambahkannya, dalam kasus ini tidak menutup kemungkinan akan bertambahnya jumlah tersangka. Hal itu tergantung fakta-fakta yang akan muncul di persidangan nantinya.

"Selagi belum ada putusan tetap, jika dalam persidangan muncu fakta-fakta baru, Yang di tingkat penyidikan belum terlihat, tentu akan sikapi. Tapi sejauh ini, baru dua tersangka ini saja," tukas Sugeng.

Lebih lanjut Sugeng mengatakan, selain tindakan hukum, pihaknya juga berupaya melakukan penyelamatan aset atau recovery. Dalam kasus ini, dari Rp8,3 miliar dugaan kerugian negara, dipastikan mampu diselamatkan pihak kejaksaan. Sejauh ini, penyidik telah menyita tanah dan empat Sertifikat Hak Milik dan sejumlah dokumen penting lain. Kalau ditaksir, jumlahnya mencapai Rp20 miliar.


Sementara itu, Kepala Seksi Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Pekanbaru, Darma Natal mengatakan, untuk proses penuntutan di pengadilan, pihaknya telah menyiapkan tim JPU yang terdiri dari enam orang jaksa. Tim JPU tersebut dipimpin Afriliana dari Kejati Riau. Pihaknya menargetkan, kurang dari 20 hari ke depan, surat dakwaan sudah rampung dan siap dilimpahkan ke pengadilan.

Dalam kasus ini, Guntur dijerat dengan pasal berlapis yang mengatur tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, yakni Pasal 2 ayat (1), Pasal 3 jo Pasal 18 UU Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001, tentang pemberantasan tipikor, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Penyidik Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Riau melakukan pemeriksaan terhadap Bambang Prasongko, Kamis (21/4). Staf di Badan Pertanahan Nasional Provinsi Riau.

Dugaan penyimpangan muncul pada saat pembebasan lahan. Harga tanah yang dibayarkan ternyata tidak berdasarkan kepada Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) tahun berjalan, serta tidak berdasarkan pada harga nyata tanah di sekitar lokasi yang diganti rugi.

Ini sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah bagi Kepentingan Umum.

Kasus ini bermula pada tahun 2012 lalu, saat Pemerintah Provinsi Riau melalui Biro Tata Pemerintahan mengalokasikan anggaran kegiatan pengadaan tanah untuk embarkasi haji lebih kurang sebesar Rp17 miliar lebih.(Dod)