Dugaan Suap APBD Riau

KPK Tahan Suparman dan Johar

KPK Tahan Suparman dan Johar

PEKANBARU (riaumandiri.co)-Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi, akhirnya menahan Bupati Rokan Hulu Suparman dan mantan Ketua DPRD Riau, Johar Firdaus. Keduanya yang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap pembahasan APBD Riau, langsung ditahan setelah menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Selasa (7/6).

Untuk proses hukum selanjutnya, Suparman yang baru satu setengah bulan menjabat sebagai Bupati Rohul tersebut, akan ditahan di Rutan Guntur, Jakarta, selama 20 hari ke depan. Hal yang sama juga berlaku untuk Johar Firdaus.

KPK Kebijakan penyidik lembaga antirasuah yang langsung melakukan penahanan, diakui kuasa hukum Suparman dan Johar Firdaus, Razman Arif Nasution, membuat pihaknya merasa kaget. Hal itu disebabkan pemeriksaan terhadap keduanya hanya berlangsung singkat. Meski tak berencana mengajukan praperadilan atas penahanan tersebut, pihaknya berencana meminta proses sidang digelar di Jakarta.

Seperti diketahui, baik Suparman maupun Johar Firdaus telah ditetapkan sebagai tersangka, dalam kasus dugaan suap pembahasaan pembahasan APBD Perubahan Riau Tahun 2014 dan APBD Riau murni Tahun 2015. Sejauh ini, dalam kasus tersebut baru satu orang yang telah dijatuhi vonis, yakni mantan anggota DPRD Riau Ahmad Kirjuhari. Sedangkan tersangka lainnya, yakni mantan Gubri Annas Maamun, belum kunjung menjalani proses persidangan.


"KPK melakukan upaya hukum penahanan terhadap dua orang tersangka, yaitu JOH (Ketua DPRD Riau Periode 2009-2014) dan SUP (anggota DPRD Riau Periode 2009 – 2014)," ungkap Kepala Bidang Pemberitaan KPK, Priharsa Nugraha, via WhatsApp.

Lebih lanjut, Priharsa menyebutkan keduanya ditahan untuk 20 hari ke depan terhitung mulai Selasa kemarin. Keduanya menjalani penahanan di tempat yang sama, yakni Rutan Kelas I Jakarta Timur Cabang KPK yang berlokasi di Pomdam Jaya Guntur.

Sementara itu, Pelaksana Harian Juru Bicara KPK, Yuyuk Andriati, menjelaskan, proses penahanan keduanya dilakukan dengan alasan, pertimbangan subyektif dan obyektif dari penyidik KPK.

"Alasan obyektif mengacu Pasal 21 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, yakni agar tidak akan mengulangi perbuatan, tidak menyembunyikan bukti-bukti, dan tidak memengaruhi saksi," jelas Yuyuk.

Sidang di Jakarta
Terkait penahanan ini, juga dibenarkan Razman Arif Nasution yang merupakan Kuasa Hukum kedua tersangka. Razman mengaku terkejut dengan keputusan yang diambil penyidik lembaga antirasuah tersebut.

"Ini sangat mengejutkan saya, karena proses pemeriksaan itu berlangsung begitu cepat. Suparman hanya diperiksa sebagai tersangka dan diminta sebagai sampel saja. Sampel suara. Dengan waktu bersamaan, langsung dilakukan penahanan," terangnya.

Lebih lanjut, Razman yang pernah memegang perkara dugaan rekening gendut dengan tersangka Komjen Pol Budi Gunawan dalam sidang praperadilan, menegaskan kalau kedua kliennya tersebut bersikukuh agar proses persidangan nantinya digelar di Jakarta.

Pak Suparman juga (menginginkan persidangan digelar di Jakarta). Saya lihat sinyal tadi (dari Suparman)," lanjutnya.

Sebagai alasannya, jelas Razman, pada putusan majelis hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Pekanbaru, saat memeriksa dan mengadili perkara yang sama dengan terdakwa Ahmad Kirjuhari, dinilai banyak meninggalkan fakta-fakta persidangan.

"Di antaranya, kita mendengar secara terang bahwa dalam hal kasus penyerahan uang, uang itu diserahkan Wan Amir (Firdaus) yang saat itu menjabat selalu Asisten II Setdaprov Riau," paparnya.

"Kalau Suparman diduga sebagai penghubung, artinya aktor intelektualnya kan Suparman. Berarti dia yang menghubungkan ke Pak Gubernur, Ketua DPRD, dan ke anggota Dewan yang lain. Pada faktanya, tidak. Dia tidak pernah berkomunikasi dengan Pak Johar dan kedua orang ini, Pak Johar," sambungnya.

Selain itu, juga terdapat nama Suwarno yang diketahui merupakan Staf Bagian Keuangan Setdaprov Riau, yang mengaku kepada Suparman telah menyerahkan uang kepada Ahmad Kirjuhari dan Riki Hariyansyah.

"Pertanyaan saya, kapan kedua orang ini (Wan Amir dan Suwarno,red) menjadi tersangka. Ini kan hulunya," ujarnya.


Tidak hanya itu, dari penyidikan yang berlangsung dinyatakan proses pembahasan kedua APBD tersebut tidak sesuai dengan konstruksi dan peraturan perundang-undangan. Kalau proses itu salah, tegasnya, artinya seluruh anggota DPRD Riau kala itu juga bersalah.

"Termasuk yang melaksanakan dari pihak eksekutif, yang terlibat dalam paripurna tersebut, seperti Sekda, Gubernur, Asisten, dan SKPD yang ikut di situ. Berarti menyeret semua orang. KPK jangan separoh-paroh dong. Klien saya ini kooperatif, menyatakan tidak mau mengajukan praperadilan, saya minta agar KPK share. Kalau ingin mengusut kasus ini hasus dirunut. Semua anggota DPRD (diduga) bersalah," tegasnya.

Dengan banyaknya pihak-pihak yang disebutkan, dan hal itu menurutnya berdasarkan fakta persidangan dan pengakuan kliennya, Razman masih mempertimbangkan Suparman dan Johar Firdaus akan menjadi Justice Collaborator atau pihak yang menjadi saksi atau tersangka dalam suatu perkara yang mau bekerjasama dengan penegak hukum guna membongkar suatu perkara.

"Itu (menjadi Justice Collaborator,red), nanti saya lihat. Yang pasti Suparman dan Johar sering berkata, mengapa mereka (pihak yang disebutkannya tadi,red) tidak jadi tersangka. Sekarang itu kok tenang-tenang aja kok. Contohnya Riki," tegas Razman Arif Nasution.

Dalam kasus ini, baik Suparman maupun Johar disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 jo. pasal 55 ayat (1) ke -1 KUHP.

Khusus untuk Annas Maamun masih menjalani proses penyidikan di KPK. Sedangkan, tersangka Ahmad Kirjuhari telah dieksekusi untuk menjalani hukuman pidana penjara 4 tahun dan denda Rp 200 Juta, subsider 3 bulan kurungan di Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin, Bandung. Ini merupakan vonis yang dijatuhkan Pengadilan Tipikor pada PN Pekanbaru. (dod)