PT Serikat Putra Dinilai Porak-porandakan Dua Sungai

PT Serikat Putra Dinilai Porak-porandakan Dua Sungai

BANDAR PETALANGAN (riaumandiri.co)-Perusahaan Kelapa Sawit, PT Serikat Putra di Kecamatan Bandar Petalangan, dinilai telah memprorak-porandakan dua sungai di sekitarnya. Akibatnya, mata pencarian warga terganggu.

Hal ini diktakan Direktur Lembaga Swadaya Masyarakat Penyelamat Lingkungan Hidup Pelalawan (LSM-PLHP), Amril Mukmin, Minggu (1/5). Dikatakan dua sungai yang porak poranda akibat aktivitas PT Serikat Putra yakni, Sungai Kerumutan dan Sungai Terbangiang.

Kedua sungai besar yang menjadi tempat mencari ikan bagi masyarakat tempatan itu, kondisinya sekarang ini sangat memprihatinkan. Selain terjadi pendangkalan akibat penanaman kelapa sawit hingga ke bibir sungai, habitat dan ekosistem sungai juga menjadi rusak, bahkan nyaris punah. Kini, warga kesulitan untuk menangkap ikan, padahal sejumlah warga di Bandar Petalangan ini, menggantungkan hidupnya dari hasil sungai.

Dijelaskan Amril, dalam Surat Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor : 919/KPTS-11/1991, tentang kewajibn PT Serikat Putra pada penetapan, maka diwajibkan untuk, memperhatikan ketentuan yang berlaku mengenai pemanfaatan kayu dan hasil hutan yang dilepaskan tersebut.

Kemudian memperhatikan usaha konservasi dengan mempertahankan hutan di tepi mata air dengan radius sekurang-kurangnya 200 meter, daerah kiri dan kanan sungai sekurang-kurangnya 100 meter dan dari kiri dan kanan anak sungai 50 meter. Maka, dengan ketentuan di atas, sesuai dengan undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan (pasal 50 ayat 3 huruf B) dilarang melakukan penebangan pohon dalam kawasan hutan dengan radius 500 meter dari tepi waduk atau danau, 200 meter dari tepi mata air dari kiri kanan sungai daerah rawa dan 50 meter dari kiri kanan anak sungai.

"Bukti nyata di lapangan, kondisi Sungai Kerumutan dan Terbangiang di dalam Hak Guna Usaha perkebunan PT SP, nyaris punah, akibat penanaman kelapa sawit yang melanggar aturan. Jelas, perusahaan ini melanggar hukum serius. Padahal, sudah jelas ancaman pidana dari kegiatan melanggar Daera Aliran Sungai (DAS), yakni 'barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 50 ayat 3 huruf A, huruf B dan huruf C, maka ancaman pidana sekurang-kurangnya 10 tahun penjara dengan sebesar Rp 5 milyar," jelas Amril.

Amril juga menilai dalam kasus pelanggaran DS ini, maka instansi terkait seperti Badan Lingkungan Hidup Pelalawan dan Dinas Kehutanan dan Perkebunan mesti bertanggung jawab juga. Pasalnya, kedua instansi ini erat kaitannya dengan perusahaan saat membuka lahan perkebunan. Bisa saja, kedua instansi ini tanpa melakukan pengawasan, sehingga terjadilah pelanggaran DAS.

Sementara itu manajemen PT Serikat Putra saat dikonfirmasi melalui Suharto dan Partogi Siahaan, tak menyahut. Begitu pula BLH Pelalawan di konfirmasi, tak ada sahutan.***