Korupsi Kredit Fiktif di BPR Sarimadu

HM Hafaz Dijebloskan ke Rutan

HM Hafaz Dijebloskan ke Rutan

PEKANBARU (riaumandiri.co)-Mantan Direktur PD BPR Sarimadu, HM Hafaz, akhirnya dijebloskan ke Rumah Tahanan Sialang Bungkuk, Tenayan Raya Pekanbaru, Rabu (2/3).

 Proses penahanan terhadap tersangka kasus dugaan korupsi kredit fiktif di BPR Sarimadu tahun 2009 hingga 2012, dilakukan dalam rangka proses penyidikan yang dilakukan Penyidik Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Riau.

Demikian diungkapkan Kepala Seksi Penyidikan Kejati Riau, Rahmad Satria Lubis. Dikatakan Rahmad, upaya penahanan ini dilakukan agar tersangka tidak menghambat proses penyidikan yang dilakukan pihaknya.

"Agar tersangka tidak melarikan diri, menghilangkan barang bukti, atau mengulangi perbuatannya. Makanya kita lakukan penahanan. Ini sudah sesuai KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana,red)," ungkap Rahmad saat ditemui di ruang kerjanya.

Rahmad yang saat itu didamping Tim Penyidik, Ermiwati dan Sunanto, menjelaskan kalau sebelumnya, Penyidik telah melakukan pemanggilan secara patut terhadap HM Hafaz. Bahkan pemanggilan tersebut, kata Rahmad, sudah dilakukan sebanyak dua kali.

"Pada panggilan sebelumnya, yang bersangkutan dalam keadaan sakit. Ada gangguan pada syaraf giginya. Yang sekarang ini merupakan panggilan ketiga, dan langsung kita lakukan penahanan," jelas Rahmad.

Dalam perjalanan penyidikan kasus ini, diketahui HM Hafaz juga pernah mengajukan upaya hukum praperadilan ke Pengadilan Negeri Pekanbaru. HM Hafaz dalam gugatannya mempersoalkan terkait prosedur penetapan dirinya sebagai tersangka dalam kasus ini. Upaya praperadilan dilakukannya di saat Penyidik telah melayangkan dua kali pemanggilan.

"Sudah 2 kali (pemanggilan). Kemudian dia (HM Hafaz,red)mengajukan praperadilan," lanjut Rahmad Satria Lubis.

Hasilnya, Hakim PN Pekanbaru menolakan permohonan yang diajukan HM Hafaz, sehingga Penyidik melanjutkan proses penyidikan yang sempat terhenti beberapa waktu tersebut.

Dalam kesempatan ter sebut, Rahmad juga menyatakan kalau pihaknya sempat mengalami beberapa kendala dalam proses penyidikan kasus yang menjerat HM Hafaz sebagai tersangka tunggal. "Kita ada minta data di BI (Bank Indonesia,red). Itu agak lama. Selain itu, sejumlah saksi juga berada di daerah. Ditambah lagi dia pernah sakit," paparnya.

Usai penahanan di tahap penyidikan ini, lanjut Rahmad, pihaknya akan mempersiapkan proses pelimpahan tersangka dan barang bukti ke Jaksa Penuntut Umum, atau tahap II, yang akan dilakukan dalam waktu dekat.
"Jika sudah tahap II, JPU selanjutnya akan menyiapkan surat dakwaan yang digunakan dalam proses penuntutan di pengadilan," tukasnya.

Sementara itu, HM Hafaz saat digiring ke luar Ruang Pidsus Kejati Riau, hanya bisa tertunduk tanpa memberikan keterangan kepada awak media yang menunggunya.

"Saya siap," hanya itu sepenggal kata yang keluar dari mulutnya saat ditanyai kesiapannya menjalani proses hukum yang ada. Kemudian HM Hafaz memasuki sebuah mobil yang membawanya menuju Rutan Sialang Bungkuk untuk dilakukan penahanan.

Untuk diketahui, HM Hafaz ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor Print-05/N.4/Fd.1/05/2014, tanggal 19 Mei 2014. HM Hafaz, mantan Direktur PD BPR Sarimadu, sebagai tersangka atas kasus dugaan korupsi kredit fiktif di BPR Sarimadu, Kabupaten Kampar tahun 2009 hingga 2012.

Perbuatan tersangka yang merupakan Direktur PD BPR Sarimadu itu, terjadi pada bulan September 2009 hingga 2010. Dimana tersangka mengajukan kredit fiktif sebesar Rp1.870.000.000, dengan mengatasnamakan 17 orang tanpa dilakukan analisis.

Untuk menghindari kredit macet, pada tahun 2011, tersangka melakukan restrukturisasi kembali dengan meningkatkan jumlah plafon pinjaman mengatasnamakan 14 belas debitur sebesar Rp2.500.000.000.

Sehingga, atas perbuatan tersangka itu, Pemerintah Daerah dalam hal ini PD Sarimadu Kabupaten Kampar diduga mengalami kerugian sebesar Rp3.901.407.491.52.

Perbuatan tersangka diatur dan diancam pidana sesuai dengan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Un-dang (UU) RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001, tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.***