Kasus Novel Baswedan

Kejagung Resmi Hentikan Penanganan

Kejagung Resmi Hentikan Penanganan

JAKARTA (riaumandiri.co)- Kejaksaan akhirnya memutuskan menghentikan kasus yang menjerat penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan. Terdapat dua alasan yang dikemukakan hingga kasus yang terjadi tahun 2004 itu dihentikan penanganannya.

"Setelah melalui diskusi yang panjang baik yang dilakukan di jajaran Kejati Bengkulu dan Kejagung maka diputuskan bahwa penanganan perkara tersangka Novel Baswedan dihentikan," kata Jam Pidum Kejagung, Noor Rohmat.

Noor menyampaikan itu saat menggelar jumpa pers di Gedung Kejagung, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin (22/2). Hadir dalam kesempatan itu Kejari Bengkulu Sudarmawan dan Kajati Bengkulu Ali Mukartono.

"Produknya sudah dibuat dan ditandatangani Kejati Bengkulu dengan nomor putusan B-03/N.7.10/EP.I/02/2016," ujarnya.
"Dengan diterbitkannya surat ketetapan penghentian penuntutan ini maka penanganan perkara Novel Baswedan dinyatakan selesai," tandasnya.

Selain tidak cukup bukti, alasan Kejaksaan menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Perkara (SKP2) kasus penyidik KPK Novel Baswedan adalah karena kasus itu sudah memasuki masa kadaluarsa. Begini penjelasannya.

"Kedaluwarsa itu dihitung sejak satu hari setelah perbuatan dilakukan," kata Jaksa Agung Muda Pidana Umum Kejagung, Noor Rohmat.

Noor menyampaikan itu saat menggelar jumpa pers di Gedung Kejagung, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin (22/2). Hadir dalam kesempatan itu Kejari Bengkulu Sudarmawan dan Kajati Bengkulu Ali Mukartono.

Dari fakta yang ada di berkas perkara, lanjut Noor, kasus dugaan penganiayaan itu dilakukan 18 Februari 2004 saat Novel menjabat sebagai Kasat Reskrim Polresta Bengkulu.

"Kalau kedaluwarsa karena perbuatan ini adalah ancamannya masa kedaluwarsanya 12 tahun. Dihitung satu hari sejak perkara dilakukan maka 19 Februari 2016 sudah kedaluwarsa," ujarnya.

Menurut Noor, tidak ada intervensi dari pihak lain terkait penetapan kasus Novel ini. "Kami meyakini sebuah proses yang setelah kami kaji, artinya memang dilimpahkan tapi oleh tim ada keraguan. Padahal harus yakin untuk melimpahkan ke pengadilan," ujarnya.

Saat ditanya lebih jauh maksud dari keraguan tersebut, Noor memaparkan, perkara Novel ini terjadi malam hari dan tentu dengan keadaan kegelapan. Kemudian juga tidak ada saksi yang melihat sebagaimana dirujuk dari berkas perkara.

"Jadi keraguannya, dari segi perbuatan ada fakta perbuatan tetapi bagaimana sisi pertanggungjawaban dalam perbuatan itu? Karena tidak ada saksi yang melihat. Semua memang berpulang pada petunjuk. Petunjuk ini yang akhirnya membuat ragu-ragu tim untuk membawa ke pengadilan," tuturnya.

"Salah satu di antaranya adalah proyektil (di kaki salah satu korban) dan dalam senjata yang dipakai itu dalam registernya itu registernya senjata itu adalah nama Polres Bengkulu. Padahal kejadiannya pada masa Polresta Bengkulu. Itu satu contoh saja," papar Noor menggambarkan satu contoh keraguan yang dimaksud.

"Bagaimana dengan kesaksian empat korban?" tanya wartawan lagi.
"Itu saya bilang bahwa perbuatannya ada, siapa yang nembak nggak ada yang tahu. Semua saksi korban nggak ada yang tahu siapa yang nembak," pungkasnya.

Surat SKP2 dengan nomor putusan B-03/N.7.10/EP.I/02/2016 itu ditandatangani Kejati Bengkulu hari ini, Senin (22/2).
"Dengan diterbitkannya surat ketetapan penghentian penuntutan ini maka penanganan perkara Novel Baswedan dinyatakan selesai," kata Noor.(dtc/ara)