Banyak Masjid di Indonesia Langgar Aturan Pengeras Suara?

Banyak Masjid di Indonesia Langgar Aturan Pengeras Suara?

RIAUMANDIRI.CO - Media massa internasional tengah menyoroti suara azan di Jakarta. 

Pasalnya, ada warga pengidap gangguan kecemasan (anxiety disorder) yang terganggu bising suara pengeras dari masjid. 

Sebenarnya bagaimanakah aturan pengeras suara masjid di Indonesia?


Pemerintah sudah punya peraturan kebisingan maksimal dari tempat ibadah. Aturan itu ada dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 48 Tahun 1996 tentang Baku Tingkat Kebisingan. 

Kepmen tentang Baku Tingkat Kebisingan ini diteken Menteri Lingkungan Hidup Sarwono Kusumaatmadja pada 25 November 1996.

"Kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan," demikian definisi kebisingan di Pasal 1.

Tingkat kebisingan diukur dengan satuan desibel (dB). Baku tingkat kebisingan adalah batas maksimal tingkat kebisingan yang diperbolehkan.

Baku tingkat kebisingan atau batas maksimal kebisingan diatur dalam lampiran Kepmen ini. Baku tingkat kebisingan dibagi-bagi berdasarkan kategori-kategorinya.

"Tempat ibadah atau sejenisnya 55 dB," demikian diatur dalam Kepmen ini.

Jadi suara bising dari tempat ibadah tidak boleh lebih dari 55 dB. Suara 55 dB tidak begitu lantang. 

Keputusan Menteri itu tidak merinci tingkat kebisingan tempat ibadah yang dimaksud, apakah hanya tingkat kebisingan di dalam ruangan atau tingkat kebisingan dari tempat ibadah yang terpancar ke luar ruangan.

Sebelumnya, media internasional menyoroti suara azan di Jakarta. Seorang warga yang menderita gangguan kecemasan terlalu takut untuk komplain.

Media internasional yang menyoroti suara azan di Jakarta adalah Agence France-Presse (AFP), agensi berita internasional yang berpusat di Paris, Prancis.

"Ketakwaan atau gangguan kebisingan? Indonesia mengatasi reaksi volume azan," demikian judul AFP.

Salah satu narasumber AFP adalah muslimah usia 31 tahun, dengan nama samaran Rina, pengidap gangguan kecemasan (anxiety disorder) yang tidak bisa tidur, mengalami mual untuk makan, dan takut menyuarakan komplain soal suara azan dari masjid di dekat rumahnya.

Selain itu, pada tahun 1978 Dirjen Bimas Islam, Kementerian Agama, telah mengeluarkan Instruksi Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Nomor Kep/D/101/1978 tentang Penggunaan Pengeras Suara di Masjid, Langgar, dan Mushalla. 
Dalam surat yang ditandatangani Kafrawi, Dirjen Bimas Islam saat itu, terdapat sejumlah aturan mengenai pengunaan pengeras suara di masjid, langgar, atau mushalla. Ini aturan-aturannya:
 
1. Perawatan penggunaan pengeras suara yang oleh orang-orang yang terampil dan bukan yang mencoba-coba atau masih belajar. Dengan demikian tidak ada suara bising, berdengung yang dapat menimbulkan antipati atau anggapan tidak teraturnya suatu masjid, langgar, atau musala

2. Mereka yang menggunakan pengeras suara (muazin, imam salat, pembaca Alquran, dan lain-lain) hendaknya memiliki suara yang fasih, merdu, enak tidak cempreng, sumbang, atau terlalu kecil. Hal ini untuk menghindarkan anggapan orang luar tentang tidak tertibnya suatu masjid dan bahkan jauh daripada menimbulkan rasa cinta dan simpati yang mendengar selain menjengkelkan.

3. Dipenuhinya syarat-syarat yang ditentukan, seperti tidak bolehnya terlalu meninggikan suara doa, dzikir, dan salat. Karena pelanggaran itu bukan menimbulkan simpati melainkan keheranan umat beragama sendiri tidak menaati ajaran agamanya

4. Dipenuhinya syarat-syarat di mana orang yang mendengarkan dalam keadaan siap untuk mendengarnya, bukan dalam keadaan tidur, istirahat, sedang beribadah atau dalam sedang upacara. Dalam keadaan demikian (kecuali azan) tidak akan menimbulkan kecintaan orang bahkan sebaliknya. Berbeda dengan di kampung-kampung yang kesibukan masyarakatnya masih terbatas, maka suara keagamaan dari dalam masjid, langgar, atau musala selain berarti seruan takwa juga dapat dianggap hiburan mengisi kesepian sekitarnya.

5. Dari tuntunan nabi, suara azan sebagai tanda masuknya salat memang harus ditinggikan. Dan karena itu penggunaan pengeras suara untuknya adalah tidak diperdebatkan. Yang perlu diperhatikan adalah agar suara muazin tidak sumbang dan sebaliknya enak, merdu, dan syahdu.

Instruksi tersebut juga mengatur tata cara pemasangan pengeras suara baik suara saat shalat lima waktu, shalat Jumat, juga saat takbir, tarhim, dan Ramadhan.