Rupiah Makin Loyo

Dolar AS Tembus Rp13.400

Dolar AS Tembus Rp13.400
JAKARTA (HR)-Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, semakin melorot. Pada perdagangan Senin (8/6), dolar sempat menembus Rp13.400, sampai akhirnya ditutup di kisaran Rp13.300.
 
Dari data di laman Bank Indonesia, menurut kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate, rupiah menyentuh level Rp13.360 per dolar AS,atau turun 0,54 persen jika dibandingkan pada penutupan pekan lalu pada posisi Rp13.288 per dolar AS. Di pasar spot, rupiah berada di level Rp13.366 per dollar AS atau turun 0,57 persen dari pekan lalu Rp13.290. Di bank-bank komersial, kurs beli satu dollar AS sudah melewati Rp13.500.
 
Pelemahan ini merupakan yang terdalam setelah krisis moneter tahun 1998. Ada berbagai penyebab melorotnya rupiah. Secara musiman, kurs rupiah cenderung merosot pada bulan Juni. Penyebabnya adalah kebutuhan pembayaran dollar AS yang cukup tinggi. 
 
Pada bulan ini, ada utang negara yang jatuh tempo dan dibayar dengan dollar AS. Selain itu, pada bulan Juni terjadi repatriasi aset. Perusahaan membayarkan dividen hasil kerja tahun 2014 kepada para investor, termasuk investor yang ada di luar negeri. Di sisi lain, indeks dollar AS semakin menguat setelah ada pengumuman data tenaga kerja AS yang positif. Indeks dollar AS naik 0,89 persen menjadi 96,30. 
 
Trian Fitria, analis dari BNI Treasury, memperkirakan, pada hari ini rupiah berpotensi bergerak dengan kecenderungan konsolidasi melemah. "Faktor belum adanya sentimen positif dari dalam negeri serta masih kuatnya sentimen positif dari beberapa indikator ekonomi Amerika pada akhir minggu kemarin, antara lain angka nonfarm payrolls di level 280.000 jauh melebihi ekspektasi di 226.000. Hal itu semakin membatasi gerak rupiah untuk keluar dari tekanan dollar," katanya.
 
Terkait kondisi itu, Gubernur Bank Indonesia Agus Martowadojo menilai, mengugatnya nilai tukar dollar Amerika Serikat sebagai dampak dari perkembangan ekonomi global.
 
"Kamu lihat, hari ini mata uang Korea, Malaysia, semua lebih dalam dari kita tekanannya. Tapi ini semua reaksi dari perkembangan risk on-risk off (risiko) di luar negeri. Jadi saya melihat bahwa kita memang harus menghadapi ini dengan baik dan waspada," ujarnya. 
 
Ditambahkannya, akan ada perang mata uang (currency war) dalam tiga tahun ke depan. Ini terjadi, bila bank sentral Amerika Serikat (AS) yaitu Federal Reserve (The Fed) menaikkan suku bunga acuannya.
 
"Seandainya program peningkatan bunga di Amerika akan berjalan secara berkala, itu pasti akan berdampak pada mata uang negara-negara lain, dan mata uang antara satu negara dan negara lain kan akan menjaga posisi kompetitif mata uangnya," jelas Agus Marto.
 
Sekarang, lanjut Agus Marto, memang tengah terjadi periode super dollar. Indonesia harus mewaspadai kondisi yang terjadi tersebut. BI sendiri, akan menjaga stabilitas pergerakan rupiah sehingga pergerakannya tidak liar.
 
Pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang dijaga adalah maksimal di kisaran 10 persen. 
"Tapi kami tidak tetapkan harus lebih rendah atau lebih tinggi dari 10 persen. Tapi volatilitas sekarang ada di kisaran 10 persen," tambah Agus.
 
Komentar senada juga dilontarkan Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro. Menurutnya, saat ini memang periode di mana dollar AA menguat, atau sering disebut dengan 'super dollar'. 
 
"Yang terjadi adalah, dolar AS menguat terhadap segalanya. Itu tidak terelakkan karena tingkat bunga AS (akan) naik, uang akan bergerak ke dolar AS," jelasnya.
 
Bambang menegaskan, pelemahan rupiah terhadap dolar AS tidak ada berhubungan dengan posisi defisit anggaran pada APBN-P 2015?. Karena sampai akhir tahun, defisit anggaran bisa masih dijaga pada level 2,2%-2,3%.
 
"Kami tegaskan, defisit APBN itu tidak ada masalah. Kalau pun melebar, kami masih bisa toleransi sampai 2,2-2,3%. Yang penting kita jaga fundamental ekonomi," tegasnya. (bbs, kom, dtc, sis)