Indonesia Diharapkan Perkuat Kerjasama Antar Negara Pasca G20

Indonesia Diharapkan Perkuat Kerjasama Antar Negara Pasca G20

RIAUMANDIRI.CO - Upaya Indonesia untuk menjadi tuan rumah dan juru damai dalam Presidensi G20 bisa jadi berujung tanpa ada kesepakatan bersama. Dengan begitu bisa dipastikan konflik geopolitik akan terus berlangsung, kian memperdalam persoalan ekonomi dunia.

“Tanpa adanya Komunike dalam leaders summit G20 maka yang harus dilakukan adalah Indonesia waspada karena perang mungkin akan terus berlanjut. Dengan ketidakhadiran Putin itu meniadakan kerjasama multilateral untuk menyelesaikan masalah perang dan krisis secara global,” tegas Direktur Eksekutif CELIOS Bhima Yudhistira, Senin (14/11/2022).

Dengan begitu harga komoditas dunia masih akan tinggi, yaitu energi dan pangan. Jika kerjasama multilateral tidak bisa menemukan kata sepakat, maka pemerintah diminta untuk memperkuat kerjasama bilateral antar negara.

“Misalnya, Indonesia punya kepentingan gandum dengan India dan Ukraina, ya berhadapan langsung dengan pemimpin negara itu, atau dengan yang berkepentingan,“ jelas Bhima.

Lalu Bhima mengatakan, komitmen investasi yang sempat tercetus dalam pertemuan G20, harus dikejar realisasinya, sehingga menjadi penahan atas tekanan eksternal. 

Kemudian tiga pokok besar yang diusung dalam presidensi G20, dua diantaranya memiliki peluang besar untuk diperdalam, yaitu digitalisasi dan transisi energi.

“Jadi Indonesia harus menyiapkan kerangka teknisnya untuk mempercepat inklusivitas digital dan transisi energi. Kelihatan ke depan transisi energi salah satu motor pertumbuhan ekonomi ini yang harus bisa dimanfaatkan,“ tandas Bhima.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan kemitraan sektor publik dan swasta (public-private partnership/PPP) yang didukung dengan pemanfaatan berbagai inovasi akan menjadi fondasi dalam memperkuat arsitektur ekonomi pasca pandemi.

Upaya tersebut juga diharapkan mampu menyediakan solusi bagi berbagai isu strategis mulai dari ketahanan pangan hingga transisi energi yang terjangkau dan adil.

“Pemerintah harus menunjukkan kepemimpinan dalam menanggapi tantangan di masa depan melalui kemitraan publik-swasta yang lebih kuat untuk menjadi aksi konkret dari kebijakan,” ujar Ketum Golkar itu dalam acara Business20 (B20) Summit yang diselenggarakan di Bali Nusa Dua Convention Center, Nusa Dua, Senin (14/11).

Skema PPP

Direktur Eksekutif Segara Research Institute Piter Abdullah Redjalam menilai skema PPP memang layak menjadi fokus. Sayangnya, realisasi skema tersebut tidak mudah.

"Secara konsep itu baik sekali. Itu sering jadi topik bahasan di forum-forum internasional, tetapi realisasi dari PPP itu tidak mudah," terangnya.

Menurut Piter, hambatan utama adalah pada upaya pengabungan dua entitas yang berbeda, yakni pemerintah dan swasta.

"Kenapa? Karena tidak mudah juga menggabungkan dua entitas yang secara karakter berbeda," tambahnya.

Piter menjelaskan konsep perusahaan yang di bawah pemerintah (BUMN) tidak boleh merugi dalam operasinya. Ketika merugi, terdapat kemungkinan untuk masuk dalam kategori merugikan negara.

"Perlu dipahami juga terkait, kalau publik/pemerintah itu kan tidak boleh rugi. Kalau rugi bisa dikategorikan merugikan negara. Bisa masuk kategori korupsi. Ini hambatan dalam realisasi PPP," tegasnya.

Meski demikian, skema PPP bukan tidak mungkin diwujudkan. Menurut Piter, hal pertama yang harus dilakukan adalah menyusun dan memperjelas aturan main terkait skema tersebut.

"Kalau air dan minyak itu tidak sebenarnya, tetapi harus diberikan kejelasan posisi dari perusahaan yang akan menjadi partner. Ini kan harus diwujudkan dalam bentuk kelembagaan kan? Lembaga yang akan dibentuk itu nanti seperti apa?" pungkasnya. (*)



Tags Energi