Harga Tiket Pesawat Mahal, Ini Saran Komisi V DPR RI

Harga Tiket Pesawat Mahal, Ini Saran Komisi V DPR RI

RIAUMANDIRI.CO - Tantangan dunia penerbangan saat ini bukan lagi dari pandemi Covid-19, namun harga tiket pesawat yang melonjak signifikan.

Banyak masyarakat mengeluhkan mahalnya harga tiket pesawat tersebut akhir-akhir ini. Tercatat kenaikan tiket pesawat saat ini ada yang mencapai 70 persen.

“Banyak laporan kenapa saat ini tiket pesawat mahal sekali?" kata Ketua Komisi V DPR RI Lasarus dalam RDP dengan Kementerian Perhubungan, di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (28/6/2022).

Dia menyadari penyebab kenaikan harga tiket pesawat itu karena jumlah permintaan lebih besar dari penawaran.

Saat ini masyarakat mulai bepergian ke berbagai tempat seiring pemerintah melonggarkan syarat perjalanan. 

Di sisi lain, terjadi peningkatan kebutuhan jasa penerbangan yang kemudian menjadi tidak seimbang dengan penawaran.

“Kita paham hal ini disebabkan karena jumlah pesawat yang sedikit tetapi permintaan banyak," katanya.

Seharusnya menurut dia, pihak maskapai terbuka menyampaikan pada pemerintah butuhnya apa sehingga harga tiket itu bisa kembali normal.

Lasarus menyebut Garuda menjadi salah satu penyebab harga tiket bisa mahal karena maskapai tersebut kekurangan pesawat akibat Covid.

"Semoga saja Garuda tidak jadi pailit kemudian segera tambah armadanya. Jangan sampai kemahalan tiket ini menjadi berlarut-larut,” tandas politisi PDIP itu.

Diberitakan sebelumnya, selain soal kapasitas maskapai, pemerintah menerapkan biaya tambahan atau fuel  surcharge untuk tiket pesawat sejak terjadi kenaikan harga avtur di dunia belakangan ini.

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan, kebijakan itu telah berlaku sejak April 2022 dan saat ini masih terus dikaji masa berlakunya.

“Kebijakan tersebut berlaku 3 bulan, yang akan berakhir pada Juli 2022. Tetapi, masih dilakukan evaluasi apakah akan diperpanjang atau dihentikan,” kata Budi.

Oleh karena kebijakan itu, Kementerian Perhubungan mengizinkan maskapai menaikkan harga tiket. Adapun kebijakan itu akan terus dikaji dan dievaluasi. (*)