Cerita Perburuan Harta Karun Sriwijaya, dari Siswa Rela Bolos hingga Cagar Budaya

Ahad, 13 Oktober 2019 - 11:42 WIB
(CNN Indonesia/Hafidz Trijatnika)

RIAUMANDIRI.ID, PALEMBANG - Desa Pelimbangan, Kecamatan Cengal, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan  kini menjadi tenar karena menjadi lokasi perburuan harta karun. Namun, dampaknya sejumlah pelajar banyak yang memutuskan bolos sekolah demi mengais peninggalan masa lampau setelah peristiwa kebakaran hutan dan lahan.

Kepala Bagian Humas Pemkab OKI, Adi Yanto, mengatakan banyak pemburu yang membawa seluruh keluarganya, bahkan anak-anak yang masih bersekolah, untuk ikut mencari harta karun. Orang tua mengizinkan anak-anaknya bolos sekolah untuk ikut membantu mereka mencari manik-manik dan serpihan emas yang bisa ditemukan di lokasi tersebut.

Bahkan beberapa di antaranya rela tidak melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi untuk mendulang emas.

Seperti yang dilakukan Reti (52). Warga Muara Sungai Kelese, Desa Simpang Tiga Induk, Kecamatan Cengal itu membawa anaknya, Ica (14), untuk berburu harta karun. Sejak lulus SD 2 tahun lalu, Ica mengatakan sudah berhenti sekolah untuk menemani ibunya melimbang harta karun.

Dia pun membantu ibunya saat menjual barang-barang temuan, sebab orang tuanya tidak mengerti hitung-hitungan dan khawatir ditipu.

Contoh lain adalah Sapri (40), warga Desa Talang Rimba, Kecamatan Cengal. Sapri membawa anaknya, Valen (6), yang masih duduk di bangku kelas I SD Talang Rimba untuk membolos dan mencari harta karun.

"Saya baru 3 hari nyari ini, ikut warga lain. Anak saya sengaja ikut, bolos itu dia hari in," ujar dia kepada CNNIndonesia.com, Selasa (8/10) lalu.

Tidak berdaya
Aktivitas perburuan harta karun bukan hanya merugikan ditinjau dari aspek arkeologi. Dari sisi kesehatan, merendam tubuh di dalam air dalam jangka waktu panjang berdampak buruk pada kesehatan.

Adi mengaku saat ini pihaknya belum bisa melarang dan mencegah warga untuk menghentikan aktivitas perburuan harta karun, karena lokasi pencarian belum ditetapkan sebagai cagar budaya.

"Sekarang kita hanya bisa persuasif dulu saja, karena kewenangan untuk melarang dan mencegah belum bisa," kata dia.

Di samping itu, banyak warga yang menjadikan perburuan harta karun sebagai profesi musiman bahkan sumber pendapatan utama. Namun, mereka mengaku tidak bisa membuat masyarakat beralih profesi tanpa bantuan Pemprov Sumsel dan pemerintah pusat.

Untuk menyelamatkan barang yang sudah ditemukan masyarakat dan memiliki nilai sejarah, pemerintah setempat belum bisa memberikan ganti rugi. Dia menyatakan kewenangan itu ada pada Balai Arkeologi dan Balai Pelestarian Cagar Budaya Jambi.

Adi menyatakan banyak lokasi yang sebetulnya bisa dijadikan cagar budaya tetapi berada di lokasi yang dikuasai oleh perusahaan.

"Seperti orang dari BPCB bilang, di Muko-muko Jambi ada perusahaan yang di lahannya ditemukan benda cagar budaya, langsung melaporkannya. Cagar budaya itu tidak apa-apa ada di lahan perusahaan asal mereka aktif melaporkan dan melindungi, jangan hanya diam saja. Diburu masyarakat jangan diam saja," kata dia.

Kepala Balai Arkeologi Sumatera Selatan, Budi Wiyana, mengatakan akan menginventarisir lokasi yang sudah menjadi titik penelitian untuk dilaporkan kepada Pemkab OKI.

Menurut dia, Pemkab OKI yang bertanggung jawab melindungi lokasi tersebut dari penjarahan.

"Untuk di OKI setidaknya ada tiga kecamatan, Air Sugihan, Cengal, dan Tulung Selapan yang sudah jadi lokasi penelitian kita. Untuk di lokasi yang baru ini di Pelimbangan memang masuk Cengal tapi belum, baru akan kita teliti tahun depan," ujar Budi.

Budi membenarkan banyaknya lokasi penemuan benda peninggalan yang berada di lahan yang dikuasai oleh perusahaan. Hal itu diyakini akan menghambat proses pelestarian cagar budaya.

Penelitian yang bakal dilakukan di masa mendatang pun tidak bakal mudah jika lokasi itu sudah ditanami.
 

Editor: AA Rahman

Terkini

Terpopuler