Muslim dan Imigran Makin Sulit Masuk AS

Kamis, 10 November 2016 - 07:45 WIB
Donal Trump merayakan kemenangannya dalam Pilpres AS.

JAKARTA (RIAUMANDIRI.co) - Donald Trump akhirnya terpilih sebagai Presiden Amerika Serikat ke-45. Hasil pemilihan umum di Amerika Serikat menunjukkan, Trump berhasil meraih 276 electoral vote, meninggalkan rivalnya, Hillary Clinton yang meraih 218 electoral vote. Dengan perolehan ini berarti Trump telah melampaui ketentuan 270 electoral vote yang harus direbutnya untuk memenangkan Pilpres Amerika Serikat.

Seiring dengan terpilihnya Trump, reaksi yang muncul pun beragam. Salah satunya, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada penutupan perdagangan Rabu (9/11) kemarin berada di level 5.414,32, turun 56,36 poin atau setara 1,03 persen. Begitu pula rupiah ditutup melemah di level Rp13.127 per dolar AS.

Masih terkait kemenangan Trump tersebut, pengamat politik dari Lone Star College, Houston, Daniel Cooper mengatakan, dengan terpilihnya Donald Trump menjadi Presiden AS, maka Muslim dan imigran akan semakin sulit pergi ke Amerika. Sebab Trump dikenal sebagai sosok yang antimuslim dan antiimigran.

"Hubungan antara Indonesia dan Amerika jadi kurang pasti. Muslim dari Indonesia masih bisa masuk ke Amerika kalau sekadar untuk bisnis atau liburan," ungkap Daniel Cooper di Jakarta, Rabu (9/11).

Namun Muslim dari negara-negara di Timur Tengah seperti Irak dan Suriah akan semakin sulit ke Amerika, meski hanya untuk liburan. Sebab Trump antiimigran dan anti-Muslim.

Sesungguhnya, ungkap Cooper, dengan terpilihnya Trump, Amerika kehilangan beberapa level kehormatannya. Bagaimanapun, dengan menangnya Trump, masyarakat dunia akan mengindentikkan orang Amerika dengan Trump.

Memang di Amerika ada orang-orang yang takut dengan muslim dan imigran. "Namun sesungguhnya jumlahnya hanya sedikit saja, masyarakat Amerika secara umum tak seperti itu," ujarnya

Kalaupun Trump menang, terang Cooper, ini hanya karena rakyat Amerika takut dengan Clinton. Clinton dinilai sebagai sosok yang korup dan suka bohong. Selain itu Clinton dikenal sebagai pendukung aborsi dan pendukung penikahan sesama jenis. Banyak orang yang takut dengan kebijakan tersebut.

Rakyat Amerika, memilih Trump juga karena mereka tak menyukai kebijakan ekonomi Presiden Obama. Sementara Hillary Clinton hanya dianggap kepanjangan tangan Obama, karena ia bekerja di kabinet Obama.

"Rakyat Amerika memilih Trump karena sesungguhnya mereka takut dengan Clinton. Mereka lupa kalau Trump pernah berbohong," ujarnya lagi

Partai Republik, terang Cooper, berharap bisa mengontrol Trump. Namun hal ini sepertinya sulit dilakukan karena Trump sepertinya senang menjadi sosok yang berkuasa dan berwenang. Asia Ikut Turun Tidak hanya di Indonesia, kemenangan Trump juga direspon negatif oleh pasar Asia. Seluruh pasar regional mengalami penurunan.

Nikkei 225 Jepang ditutup turun menjadi 5,4 persen sementara pasar Eropa dan AS diperkirakan turun setelahnya. Pasar lebih menginginkan Hillary Clinton menang.

Hang Seng di Hong Kong diperdagangkan lebih rendah 2,9 persen dan Shanghai Composite turun 0,3 persen, ASX 200 Australia turun 1,9 persen, sementara Kospi di Korsel berakhir di 2,7 persen lebih rendah. Dow Jones diperkirakan akan anjlok lebih dari empat persen. FTSE 100 London juga diperkirakan turun lebih dari tiga persen.

Koresponden BBC untuk Asia, Karishma Vaswani menilai kemenangan Donald Trump dilihat negatif oleh ekonomi Asia. Investor Asia khawatir dan respon pasar menunjukkannya. Sementara di nilai mata uang, yen Jepang menjadi mata uang kuat yang dinilai paling aman. Yen menguat tiga persen terhadap dolar AS.

Hal senada juga dilontarkan analis dari Samuel Aset Management, Lana Soelistianingsih. Menurutnya, pasar keuangan global lebih mendukung ke Hillary Clinton karena memiliki pendukung lebih besar di New York, di mana di sana ada Wall Street. Kemenangan Trump yang tidak sesuai ekspektasi pasar ini dinilai akan memberi sentimen negatif ke pasar keuangan global.

Untuk di Indonesia, dampaknya tidak hanya ke nilai tukar rupiah tapi juga terhadap perekonomian nasional secara luas. Menurut Lana, Bank Indonesia harus mewaspadai laju rupiah dan jangan sampai melewati batas amannya yaitu Rp 13.280 per dolar AS.

"Kalau secara teknikal, rupiah di angka Rp 13.280 itu masih oke. Akan tetapi, jika melewati angka tersebut harus ada kehati-hatian. Jadi potensinya akan mengkhawatirkan," ujarnya.

Lana berharap, BI akan menjaga kurs rupiah di level psikologis yang tidak berbahaya. Kalaupun terjadi pelemahan, ia nilai hanya akan terjadi dalam jangka pendek.

Sedamngkan Kepala Ekonom Bank Mandiri, Anton Gunawan menilai, kemenangan Trump berdampak kepada gejolak nilai tukar. Namun apabila masih ada tekanan,dan kondisinya tidak terlalu baik, akan berdampak ke mata uang global dan tidak mungkin cepat menguat.

"Ketidakpastian masih tinggi. Jadi volatilitas di pasar keuangan agak lebih besar harus berjaga-jaga, baik naik atau turun," ujarnya.

Jaga Hubungan Baik Sementara itu, Sekretaris Kabinet Pramono Anung meyakini, Trump tidak akan membuat kebijakan yang mengganggu hubungan Amerika dengan dunia Islam.

"Dalam hubungan internasional pasti ada penyesuaian antara sebelum dan sesudah terpilih. Sehingga kami tidak khawatir terhadap hal itu," ujarnya.

Donald Trump diketahui beberapa kali melontarkan pernyataan yang kontroversial mengenai umat Muslim. Presiden terpilih dari Partai Republik tersebut pernah berencana melarang Muslim masuk Amerika jika ia memenangi Pilpres.

Sebelumnya, Presiden Jokowi menyatakan Indonesia akan tetap berhubungan baik dengan Amerika Serikat siapa pun presiden baru yang terpilih. "Apapun yang menjadi pilihan rakyat Amerika kita hargai. Hubungan kita akan tetap baik," ujarnya di Istana Merdeka, Rabu (9/11).

Indonesia dan Amerika memiliki hubungan dagang dan investasi yang cukup kuat. Jokowi menyebut, negeri Paman Sam tersebut tercatat sebagai investor terbesar nomor lima di Indonesia. Ia meyakini, hubungan yang erat di bidang perdagangan dan investasi itu tak akan berubah. (bbs, rol, dtc, ral, sis)

Editor:

Terkini

Terpopuler