Tak Temui Pendemo, Sikap Jokowi Disayangkan

Senin, 07 November 2016 - 10:49 WIB
Presiden Jokowi memberikan keterangan pers beberapa saat setelah demo usai.

JAKARTA (RIAUMANDIRI.co) - Sikap Presiden Joko Widodo yang tidak berada di Istana Negara ketika Aksi Bela Islam Jilid II Jumat kemarin, masih terus mendapat sorotan dari berbagai kalangan. Umumnya, mereka menyayangkan sikap itu.  

Tak Temui Salah satunya dilontarkan anggota DPD AM Fatwa. Dalam surat terbuka kepada Presiden Jokowi, Minggu (6/11), Fatwa mengungkapkan kekecewaan masyarakat kepada Presiden dan pentingnya menangani kasus Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok dengan cepat.

Fatwa mengatakan, sepanjang sejarah Republik Indonesia, dan kesaksiannya terhadap gerakan-gerakan perubahan, sebagai aktifis politik sejak muda dan termasuk penggiat demonstran tahun 1966, 1978, dan 1998, belum pernah terjadi demo rakyat secara menyeluruh yang lebih besar dari aksi 4 November 2016. Khusus di Jakarta, belum pernah ada sebesar dan setertib ini.

Masalah tuduhan penistaan Alquran oleh Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, telah menjadi perhatian di seluruh tanah air dan dunia. Sehingga aksi demonstrasi menyebar luas ke berbagai daerah dan juga terjadi di berbagai negara.

"Sangat disayangkan bahwa Presiden Jokowi tidak merespons semestinya, malah meninggalkan istana untuk sekadar meninjau proyek KA di Cengkareng,'' tulis Fatwa.

Ia menilai, Presiden juga tidak sensitif dengan menugaskan anggota kabinet untuk menerima perwakilan massa yang lantas ditolak. Kemudian Presiden menugaskan kepada Wapres Jusuf Kalla, dan akhirnya perwakilan demo terpaksa menerima.

Padahal, semua orang tahu, sasaran yang dituju oleh demonstran adalah bertemu langsung dengan seorang Presiden. Hal tersebut menunjukkan sikap politik Presiden yang terlalu menganggap remeh masalah ini.

Ia memaklumi antara Wapres JK dan umat Islam tidak ada permasalahan. Yang ada ialah kecurigaan dari umat, bahwa antara Presiden Jokowi dan Ahok, terjalin kerja sama saling melindungi.

"Sikap Presiden yang tidak sensitif, tidak aspiratif, dan menghindar dari tanggung jawab dalam menghadapi demonstran menimbulkan ekses terjadinya kerusuhan sesaat di beberapa titik," ucapnya.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi VIII DPR Sodik Mudjahid menilai, Presiden Jokowi yang tidak berada di tempat saat aksi berlangsung, menegaskan bahwa blusukannya selama ini hanya pencitraan.

Sebab, mereka yang sudah bersusah payah datang dari berbagai pelosok dengan aksi yang damai dan tertib malah ditinggalkan. Harusnya Presiden menemui wakil demonstra. "Aspirasi mereka sangat bagus dan konstitusional, yakni penegakan hukum bagi penista agama dan perusak kerukunan umat beragama," ujarnya.

Politikus Fraksi Gerindra menambahkan, presiden selama ini sering blusukan mencitrakan diri aspriratif kepada rakyat, tapi entah kenapa, menurutnya, sekarang sulit menerima aspirasi rakyatnya. Jika aspirasi tidak ditindaklanjuti dengan serius, maka akan mengganggu sektor lain bahkan menjadi bom waktu.

Ia juga merasa takjub dengan jutaan demonstran yang datang dari berbagai pelosok. Apalagi, dengan kesadaran nurani yang dalam, tulus dan sabar datang membiayai sendiri perjalanannya ke Jakarta untuk menyampaikan aspirasinya langsung kepada presiden.

Sebelumnya, Seskab Pramono Anung, dalam keterangannya mengatakan, Presiden Jokowi sebenarnya berniat kembali ke Istana Negara saat aksi damai itu berlangsung. Namun, karena kondisi yang tidak memungkinkan, khususnya karena faktor lalu lintas yang tidak kondusif, ketika itu Presiden Jokowi disarankan untuk tidak merapat ke Istana Negara.

Namun menurut Wakil Ketua Umum Partai Demokrat, Roy Suryo, sebenarnya Presiden Joko Widodo bisa menggunakan helikopter untuk kembali ke Istana dan menemui perwakilan pedemo.

"Presiden bisa diterbangkan naik Helikopter Kepresidenan Super Puma langsung menuju Helipad di dalam Lingkungan Istana dan tidak perlu memberikan alasan macet atau jalan tertutup di mana-mana," ujarnya.

"Come on, di era Bung Karno saja Presiden bisa dengan cepat diterbangkan dari dan ke Istana, kenapa sekarang di era Jokowi malah tidak dimanfaatkan helikopter tersebut," tambah dia. Roy meyakini, jika Jokowi menerima perwakilan pedemo, kondisi bisa diredam dan kerusuhan pun tidak perlu terjadi.

Sebab, salah satu tuntutan pedemo adalah ingin bertemu dengan Presiden. Mereka, kata Roy, ingin menyampaikan langsung aspirasinya mengenai proses hukum terhadap calon Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama yang dianggap menistakan agama.

"Dimungkinkan demo selanjutnya tidak akan berlanjut panas seperti kemarin, karena Tokoh-tokohnya sudah bertemu Presiden," ucap Roy. Sedangkan Wakil Ketua DPR Fadli Zon, menilai, sikap Jokowi pada Jumat lalu sangat berbeda dengan citranya yang merakyat dan mau bertemu dengan semua kalangan.

Menurutnya, sikap Jokowi yang tidak mau menerima pedemo menjadi salah satu faktor yang memicu kerusuhan pada malam harinya. Sebagian demonstran kecewa karena tuntutannya untuk bertemu langsung dengan Presiden tidak terpenuhi.

Jokowi baru kembali ke Istana pada Jumat malam setelah kerusuhan berhasil diredam. Presiden lalu menyatakan bahwa kerusuhan ditunggangi aktor politik. Fadli menilai pernyataan Presiden tersebut hanya mencari kambing hitam.

"Presiden ini enggak mengerti cara merespons. Coba ya kalau dia kemarin menerima para ulama. Itu kan mereka jelas, orang-orangnya jelas, mewakili organisasi apa, dengan sejuta orang ada di belakangnya," kata Fadli. "Ini malah dicari cari seolah ada proyek yang mau ditinjau," ujarnya lagi. (bbs, rol, dtc, kom, ral, sis)

Editor:

Terkini

Terpopuler