Jaksa Farizal Langgar Etika Profesi

Jumat, 23 September 2016 - 07:56 WIB
Jaksa Farizal saat akan menjalani pemeriksaan di Gedung KPK.

JAKARTA (RIAUMANDIRI.co) - Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan Kejaksaan Agung RI,  menemukan adanya dugaan pelanggaran etika profesi yang dilakukan Jaksa Farizal yang bertugas di Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat.

Farizal dijerat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai tersangka dugaan penerimaan suap untuk mengurus perkara Direktur Utama CV Semesta Berjaya, Xaveriandy Sutanto yang diadili di Pengadilan Negeri Padang. Xaveriandy tersandung kasus peredaran gula tanpa label Standar Indonesia (SNI) dengan barang bukti sebanyak 30 ton.

Jaksa Agung Muda bidang Pengawasan Kejaksaan Agung telah memeriksa sejumlah pihak terkait dugaan pelanggaran etika profesi jaksa ini. Mereka yang diperiksa antara lain Asisten Kepala Kejati Sumbar, Asisten Pidana Khusus, Asisten Pidana Umum di Kejati Sumbar, rekan sesama jaksa dalam tim Farizal.

Dari pemeriksaan itu, ditemukan sejumlah fakta Jaksa yang mengindikasikan bahwa Farizal melanggar etik profesi jaksa. Berdasarkan keterangan yang diambil dari pejabat Kejati Sumbar dan pengakuan Farizal, hasilnya menyerupai dengan apa yang dituduhkan KPK kepadanya.

Sementara itu Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Muhammad Rum mengatakan, ada indikasi sejumlah penyimpangan perilaku Farizal. Pertama, Farizal tidak pernah sekalipun mengikuti sidang perkara di mana Xaveriandy menjadi terdakwa. Padahal, ia merupakan jaksa penuntut umum dalam kasus terkait distribusi gula yang diimpor tanpa Standar Nasional Indonesia (SNI) itu.

"Memang Farizal ini salah satu penuntut umum yang menyidangkan kasus Xaveriandy di PN Padang. Dia juga sebagai ketua tim jaksa tapi tidak pernah menghadiri sidang," ujar Rum di kompleks Kejaksaan Agung, Jakarta seperti dilansir kompas.com, Kamis (22/9).

Farizal juga disebut tidak informatif kepada sesama anggota tim jaksa penuntut umum dalam kasus itu, sehingga mereka berjalan tanpa koordinasi dengan Farizal.

Selain itu, Farizal juga membantu Xaveriandy dalam menyusun eksepsi. Perbuatan tersebut dianggap melampaui kewenangannya sebagai jaksa penuntut umum karena semestinya yang menyusun eksepsi adalah terdakwa bersama penasihat hukum.

Hal lain yang diakui Farizal adalah penerimaan sejumlah uang dari Sutanto. Rum mengatakan, Farizal mengaku menerima uang Rp60 juta dari terdakwa.  “Sementara dia baru terima Rp60 juta dalam empat kali penerimaan. Tapi ini belum final, mesih terus dikembangkan," kata Rum.

Sementara itu, KPK menuding Farizal menerima Rp 365 juta dari Sutanto untuk membantu perkara pidana di Pengadilan Negeri Padang. Kejanggalan sudah dirasakan sebelum perkara Xaveriandy disidangkan.

Sejak di tingkat penyidikan hingga persidangan, Xaveriandy hanya menjadi tahanan kota oleh Kejaksaan Tinggi Sumbar. Ia tidak diamankan di balik jeruji besi oleh kepolisian di Padang. Rum mengatakan, kewenangan penetapan seseorang bisa menjadi tahanan kota oleh Kejati Sumbar.

"Itu materi pemeriksaan kita kenapa bisa keluar dari kota. Harusnya tetap di kota dan harus minta izin," kata Rum.

Tak hanya itu, berdasarkan pengakuan salah satu pihak yang diperiksa Jamwas, terungkap bahwa jaksa penuntut umum tidak mencermati berkas perkara di tingkat penyidikan untuk dilimpahkan ke persidangan.

"Berkas tersebut P21 dengan tidak memperhatikan atau kurang teliti apakah memenuhi syarat formil atau materil," kata Rum. Namun, belum disimpulkan apakah Farizal memang melanggar kode etik jaksa. Rum mengatakan bahwa pemeriksaan oleh Jamwas belum final.

Masih akan ada pemeriksaan beberapa orang untuk menguatkan indikasi pelanggaran etik itu. Jika Farizal terbukti melanggarnya, maka sanksi ringan hingga berat menanti. "Sanksi terberat kepegawaian ya ada. Dipecat bisa. Tapi Farizal belum kita tentukan karena pemeriksaan masih berlanjut," kata Rum. (h/ald)

Editor:

Terkini

Terpopuler