Pemprov tak Pernah Belajar

Senin, 08 Desember 2014 - 05:14 WIB
Koor­dinator Fo­rum In­do­ne­sia untuk Tran­saparansi Anggaran (Fitra) Riau, Usman.
PEKANBARU (HR)-Pernyataan pihak Bank Indonesia Perwakilan Riau, yang menyatakan realisasi APBD Riau hingga triwulan III baru men­capai 27,27 persen, atau sekitar Rp2,25 tri­liun, membuat banyak pihak tersentak. Pa­sal­nya, temuan itu dinilai terlalu minim untuk APBD Riau 2014 yang jumlah totalnya mencapai Rp8,28 triliun lebih.
 
Kondisi itu menun­juk­kan aparatur Pemprov Riau di­ni­lai tak pernah belajar dari pe­nga­laman tahun-ta­hun sebe­lum­nya. Di ma­na sisa lebih peng­gu­naan anggaran (Silpa) selalu ada. Selain itu, hal ini juga menunjukkan, da­­ri awal Pemprov dan DPRD Riau dengan pe­­rannya sebagai fung­si budgeting, ti­­dak pernah me­ren­ca­nakan anggaran dengan se­baik-baiknya.
 
Penilaian itu dilontar­kan Koor­dinator Fo­rum Pemprov In­do­ne­sia untuk Tran­saparansi Anggaran (Fitra) Riau, Usman, Minggu (7/12). "Efek dari rendahnya pengawasan DPRD Riau juga memberikan dampak yang luar biasa terhadap rendahnya penyerapan APBD," ujar Usman.
 
Selain itu, lanjutnya, Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) ataupun Pemerintah Daerah (Pemda) juga terlalu banyak memasang pagu anggaran sehingga dia tidak bisa dilaksanakan secara maksimal. "Ini juga terkait dengan lambatnya pengesahan anggaran. Sayangnya, kondisi ini selalu terjadi hampir setiap tahun dan tak pernah diperbaiki," tambahnya.
 
Lebih lanjut Usman menyatakan kalau anggaran yang berhasil terserap sebesar Rp2,25 triliun atau sekitar 27,27 persen dari total alokasi Rp8,28 triliun, ditambah dengan biaya rutin menunjukkan memang ada persoalan yang selama ini tidak bisa diselesaikan oleh Pemprov Riau.
 
"Seharusnya berkaca dari pengalaman tahun-tahun sebelumnya. Pemerintah harus bisa belajar dari itu. Karena jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, penyerapan anggaran di tahun ini lebih parah," imbuhnya.
 
Usman juga menilai, kondisi ini terjadi karena SKP di lingkungan Pemprov Riau tidak bisa merencanakan kegiatan secara berkesinambungan. Melainkan hanya fokus pada program-program yang tidak memiliki dampak pada publik atau belanja pokok untuk masyarakat.
 
"Yang saya lihat, anggaran itu berputar pada sektor belanja rutin yang tentunya itu memang kewajiban negara untuk membiayai belanja aparatur, gaji dan sebagainya," pungkasnya.
 
Kinerja Lemah
 
Secara terpisah, Direktur Riau Corruption Watch (RCW) Mayandri Suzarman, mengatakan, rendahnya realisasi menunjukkan lemahnya kinerja Pemprov Riau dalam mengelola anggarannya untuk kegiatan pembangunan. Ia menilai Pemprov Riau gagal dalam membelanjakan APBD sehingga pembangunan jadi terhambat.
 
"Akibatnya masyarakat juga merasa rugi karena tidak dapat menikmati pembangunan," katanya.
 
Untuk itu, Plt Gubernur Riau, Arsyadjuliandi Rahman, harus berani dan tegas mengevaluasi SKPD yang serapan APBD-nya tidak maksimal. "Kalau perlu Kepala SKPD-nya dipecat," tegasnya.
 
Hal tersebut bukan tanpa alasan. Menurutnya, banyaknya anggaran yang tidak bisa direalisasikan akan dikembalikan ke negara. "Itu akan dikembalikan dalam bentuk silpa. Kita semua akan rugi," paparnya.
 
Menanggapi statemen Sekretaris Daerah Provinsi (Sekdaprov) Riau, Zaini Ismail, yang menyatakan pihaknya akan melanjutkan kegiatan tahun 2014 yang tertunda pada tahun 2015, Mayandri menyatakan hal tersebut harus ada dasar hukum yang jelas.
 
"Setahu saya, anggaran yang tidak bisa digunakan pada tahun anggaran harus dikembalikan ke negara dalam bentuk Silpa. Kecuali ada dasar hukum yang memayungi kebijakan tersebut," pungkasnya.
 
Sementar aitu, untuk realisasi anggaran di tahun 2015, Usman menyarankan agar Pemprov Riau harus bisa merencanakan keuangan daerah dengan sebaik-baiknya, dengan merencanakan pagu anggaran yang tidak terlalu besar sehingga bisa terukur.
 
"Apa kegiatan yang akan dilakukan, apa target akan ingin dicapai, serta apa indikator sukses yang akan direbut. Apabila itu bisa dilakukan, saya yakin pengelolaan anggaran kita akan baik pengelolaannya," pungkasnya.
 
Seperti dirilis sebelumnya, Bank Indonesia Perwakilan Riau dalam kajian ekonomi regional triwulan III-2014 menyatakan, realisasi belanja dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Perubahan tahun 2014 ini mencapai Rp2,25 triliun atau baru sekitar 27,27 persen dari total alokasi Rp8,28 triliun.
 
Ironisnya, realisasi anggaran paling rendah justru berada pada sektor infrastruktur yaitu komponen belanja jalan, irigasi dan jaringan, yang baru mencapai 3,34 persen. Realisasi belanja pada APBD-P 2014 lebih rendah dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu yang mencapai Rp3,4 triliun atau sekitar 40,35 persen.
 
Sejauh ini, simpang siur tentang realisasi APBD Riau tahun 2014, juga menjadi banyak sorotan. Terkiat hal ini, baru-baru ini Sekdprov Riau Zaini Ismail mengatakan, hingga awal Desember ini, realisasi serapan APBD Riau tahun 2014 sudah mencapai 50 persen. Pihaknya optimis, angka itu akan terus bertambah hingga tutup buku pada pertengahan bulan Desember ini. (dod)

Editor:

Terkini

Terpopuler