Abdullah Sulaiman Disebut Terlibat

Rabu, 21 Oktober 2015 - 09:55 WIB
Ilustrasi

PEKANBARU (HR)-Sidang kasus dugaan korupsi penyimpangan dana hibah Pemerintah Provinsi Riau untuk penelitian di Universitas Islam Riau kembali digelar di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Pekanbaru, Selasa (20/10) petang. Adapun terdakwa dalam perkara ini, yaitu Emrizal dan Said Fhazli.

Dalam persidangan kali itu, nama Abdullah Sulaiman, disebut terlibat dalam perkara tersebut. Bahkan, majelis hakim yang diketuai Amin Ismanto, memberi sinyal untuk menetapkan Abdullah Sulaiman sebagai tersangka. Majelis hakim, sebut Amin Ismanto, akan mempertimbangkan untuk memerintahkan Jaksa, guna menetapkan mantan Pembantu Rektor IV Universitas Islam Riau (UIR) tersebut sebagai tersangka baru.

Hal tersebut bermula dari keterangan yang disampaikan saksi Zulhayati Lubis alias Atiek Lubis yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Adhyaksa. Dalam keterangannya, GM Hotel Pangeran tersebut menerangkan kalau dirinya ada menerima permintaan maaf dari Abdullah Sulaiman yang tertuang dalam Surat Pernyataan yang diteken Abdullah Sulaiman di atas materai.

Dalam surat tertanggal 29 November 2013 itu, dinyatakan kalau Sulaiman Abdullah, yang saat ini merupakan Pembantu Rektor III UIR tersebut, mengakui kalau dirinya telah memalsukan tandatangan Atiek Lubis selaku GM Hotel Pangeran dalam Kwitansi Nomor Kas 1 April 2012, senilai Rp16.585.000.

Sebelumnya, telah terjadi perjanjian antara pihak Panitia Penelitian UIR dengan Universitas Kebangsaan Malaysia (UKM). Dalam kontrak pertama, dinyatakan kalau pihak Hotel Pangeran akan menyiapkan kamar dan sejumlah akomodasi lainnya untuk keperluan penelian senilai, selama 2 hari dan menginap selama 3 malam, senilai Rp16.585.000.

Beberapa hari berselang, Abdullah Sulaiman selaku Ketua Tim Penelitian mendatangani Sales Manager Hotel Pangeran, Lidya. Saat itu, Abdullah Sulaiman menyatakan adanya revisi kegiatan, dimana acaranya yang akan digelar itu, hanya satu hari dan menginap selama tiga malam. Dari kontrak pertama dengan revisi perjanjian terdapat selisih biaya sekitar Rp4 jutaan.

Belakangan diketahui, kalau Abdullah Sulaiman tetap memasukkan angka Rp16.585.000 di dalam Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) kegiatan, dengan bukti kwitansi yang tandatangan Atiek Lubis telah dipalsukannya.

"Satu hari saya setelah diperiksa Jaksa, dia (Abdullah Sulaiman,red) datang menemui saya. Kepada saya, dia mengakui memalsukan tandatangan saya. Dia minta maaf dengan dibuktikan dengan surat pernyataan," terang Atiek.

Menanggapi keterangan tersebut, terdakwa Emrizal melalui Penasehat Hukumnya Abdul Heris Rusli menyatakan kalau pihaknya ada melihat kopian surat pernyataan tersebut di dalam berkas perkara yang dipegangnya. "(Surat pernyataan) yang aslinya ada pada kami," sebut Atiek lebih lanjut.

Kemudian majelis hakim meminta saksi memperlihatkan surat keterangan yang asli, untuk dibandingkan dengan kopian surat pernyataan yang dimiliki oleh para pihak. Ternyata, hasilnya sama.

"Karena pemalsuan ini merupakan delik biasa dan bukan delik aduan. Kami memohon kepada majelis hakim untuk memerintah Jaksa untuk menetapkan Abdullah Sulaiman sebagai tersangka. Hal ini lazim ditemukan dalam perkara tipikor, termasuk di KPK," sebut Abdul Heris Rusli.

Terkait hal tersebut, Hakim Ketua Amin Ismanto, menyatakan hal tersebut akan menjadi bahan pertimbangan majelis hakim. "Nanti kita pikirkan dan pertimbangkan," tegas Hakim Ketua Amin Ismanto.

Terkait hal ini, JPU Adhyaksa kepada Haluan Riau usai persidangan menyatakan kalau pihak kejaksaan siap menjalankan perintah majelis hakim untuk menetapkan Abdullah Sulaiman sebagai tersangka baru dalam kasus ini. Meski begitu, sebut Kepala Seksi (Kasi) Penuntutan Kejati Riau tersebut, tentunya tergantung dari pimpinan kejaksaan.

"Hal seperti ini, biasa dalam kasus tipikor. Kalau ada perintah (majelis hakim), ada surat. Pasti dilaksanakan. Pimpinan akan memutuskan," tegas Adhyaksa.

Untuk diketahui, kasus yang menjerat dua terdakwa yakni Emrizal yang merupakan Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIR dan Said Fhazli yang merupakan Direktur CV Global Energi Enterprise (GEE), terjadi saat UIR mengadakan penelitian bersama Institut Alam dan Tamadun Melayu, Universitas Kebangsaan Malaysia (UKM) Tahun 2011-2013. Karena ketiadaan dana, UIR kemudian mengajukan bantuan dana ke Pemerintah Provinsi Riau. Ketika itu, Pemprov Riau memberikan hibah dana sebesar Rp2,8 miliar.

Seiring berjalannya waktu, Penyidik Kejati Riau menemukan penyimpangan dalam pertanggungjawaban bantuan dana
tersebut. Beberapa item penelitian sengaja di-markup. Sehingga mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp2.633.228.670. Angka miliaran rupiah tersebut berdasarkan hasil perhitungan yang dilakukan penyidik.***

Editor:

Terkini

Terpopuler