Diawali Dentumen Keras, Batu Besar Pun Berjatuhan

Senin, 14 September 2015 - 09:25 WIB
Crane di Masjid Haram yang roboh akibat diterjang angin dan hujan lebat, membuat beberapa bagian masjid ikut runtuh dan menimbulkan korban dari jamaah calon haji.

Makkah (HR)-Musibah robohnya crane di Masjidil Haram Jumat malam akhir pekan kemarin, membuat seluruh kaum muslimin di dunia jadi tersentak. Apalagi, korban jiwa dan luka-luka yang timbul akibat musibah itu, juga tidak sedikit. Mereka yang menjadi korban adalah para jamaah calon haji, yang sedang menunggu waktu melaksanakan puncak haji, yakni wukuf di Arafah.

Namun bagi dua JCH asal Bengkalis, Mulyadi dan sang isteri Mina Suryana, kejadian itu tak akan terlupakan seumur hidup.

Pasalnya, ketika musibah itu terjadi, Mulyadi yang Sekretaris Kecamatan Bukit Batu itu, sedang berada di tiang pintu nomor 14 Masjidil Haram, atau hanya sekitar 30 meter dari lokasi jatuhnya crane. Keduanya juga sangat bersyukur, bisa terhindar dari musibah itu.

Hingga saat ini, korban yang muncul akibat musibah itu terus bertambah. Menurut informasi dari Pemerintah Arab Saudi, jumlah korban yang meninggal sudah mencapai 107 orang dan ratusan lainnya luka-luka. Sedangkan dari Indonesia, dua orang dikabarkan meninggal dan sebanyak 33 orang mengalami luka-luka.

Seperti dituturkan Mulyadi, kepada Kasubbag Peliputan dan Dokumentasi Bagian Humas Setda Bengkalis, Adi Sutrisno, akhir pekan kemarin, sebelum musibah itu terjadi, Kota Makkah dilanda badai gurun dan disusul hujan lebat.

Hingga saat ini, para JCH yang berada di Masjidil Haram belum begitu panik, karena sebelumnya sekitar pukul 16.00 WAS, sudah ada badai pasir, sehingga Mulyadi dan jamaah lain menganggap kejadian itu sama seperti sebelumnya.

Namun kepanikan tiba-tiba muncul, ketika terdengar bunyi dentuman yang sangat kuat. Tak hanya itu, tiba-tiba batu-batuan besar berjatuhan.

“Waktu itu saya bersama isteri duduk mendengar dentuman sangat keras, awalnya saya pikir petir. Tak berapa lama batu-batu besar dari tiang pintu 17 berjatuhan,” tuturnya.

Posisi tempat duduk Mulyadi ketika itu, di tiang pintu 14 yang jaraknya lebih kurang 30 meter dari crane yang jatuh. Saat batu berjatuhan dan mengenai JCH yang berada di Masjidil Haram, jamaah yang ada panik dan histeris. Para jamaah berteriak keras sambil menyebut Allahu Akbar berkali-kali dan jamaah yang berlarian berusaha menyelamatkan diri.

Mulyadi dan isteri berusaha untuk tidak panik. Dia berusaha menyelamatkan diri dari hantaman batu-batu yang berjatuhan. Mulyadi dan Mina Suryana langsung bergegas menyelamatkan diri menuju lantai dua melewati bekas crane dan batu-batu yang berserakan dan berjatuhan.

Setelah sampai di pintu Babusalam, Mulyadi dan para jamaah tidak dibenarkan untuk keluar, karena di luar badai dan hujan masih lebat. Ketika berada di pintu Babusalam tepatnya tempat sai, Mulyadi dan isteri beserta jamaah lain berlindung di pilar-pilar tiang dan menyaksikan batu-batu besar terus berjatuhan, angin masih kencang dan air hujan masuk ke dalam.

“Hampir setengah jam berlindung di tiang-tiang di sekitar pintu Babusalam, badai dan hujan mulai reda. Kami dibolehkan keluar dari Masjidil Haram. Waktu itu, setahu saya, ada jamaah lain yang berada di sekitar tempat kejadian. Ada dari Rokan Hulu, Aceh dan Medan,” ungkap Sekcam Bukit Batu.
 
Saat peristiwa itu terjadi, kebanyakan JCH Bengkalis berada di Pemondokan, di Murjan Al Jawhara, Makkah, Arab Saudi.  

“Saat kejadian, sebagian besar jamaah kita semacam ada firasat, makanya sore itu kami tidak mengambil paket salat Ashar hingga Isya di Masjidil Haram. Rombongan langsung pulang ke pemondokan, kami mengerjakan salat Magrib dan Isa di musala terdekat dengan pemondokan,” ungkap Ketua Rombongan JCH Kloter II Bengkalis, Ismail Mahyudin.

Diceritakan Ismail Mahyudin, alasan tidak mengambil paket salat berjamaah dari Ashar hingga Isya di Masjidil Haram, karena sore itu JCH  melihat situasi jalanan menuju Masjidil Haram sangat padat dan macet. Jika JCH mengambil paket dari Asar hingga Isya, mereka khawatir mengalami kesulitan ketika hendak pulang ke pemondokan.

Ditambahkan Ismail, saat musibah itu terjadi, kondisi di sekitar pemondokan langsung berubah gelap dan mencekam. Dari balik jendela pemondokan nomor 601 dia menyaksikan badai menerbangkan material-material pasir bercampur sampah, triplek, kayu maupun material kecil lainnya. Tinggi material berterbangan melebihi tingginya bangunan pemondokan setinggi 14 lantai.

“Tidak hanya itu, ada salah satu kamar jamaah yang belum sampai ke pemondokan dan jendelanya tak ditutup, kemasukan sampah dan pasir. Pakaian yang dijemur ikut terseret badai,” tambahnya.

Menyikapi kondisi cuaca yang ekstrim di Makkah, Penjabat Bupati Bengkalis H Ahmad Syah Harrofie telah meminta seluruh petugas haji, agar selalu mengingatkan anggota regu atau rombongan yang dipimpinnya untuk senantiasa waspada.
 
JCH Kabupaten Bengkalis, baik itu yang tergabung dalam Kelompok Terbang (Kloter) 2 Embarkasi Hang Nadim Batam (asal Kecamatan Bengkalis, Bantan, Bukit Batu, Siak Kecil, Rupat dan Rupat Utara), maupun Kloter 07 Embarkasi Hang Nadim Batam (Mandau dan Pinggir), tidak ada yang menjadi korban tragedi crane itu.

“Alhamdulillah, semua JH kita tidak ada yang menjadi korban. Semuanya selamat (dari Nasrun, Mekkah),” ujar Kepala Bagian Kesejahtera Rakyat Sekretariat Daerah Bengkalis H Heri Kusuma Pribadi. (man)

Editor:

Terkini

Terpopuler