Buruh Bintan Khawatir Di-PHK Akibat Pelemahan Rupiah

Senin, 31 Agustus 2015 - 12:14 WIB
Ilustrasi

Tanjungpinang (hr)-Ribuan buruh yang bekerja di Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau khawatir kurs rupiah yang melemah mendorong perusahaan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK).

Ketua Serikat Pekerja Elektronik Elektrik Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (SPEE FSPMI) Bintan Parlindungan Sinurat di Tanjungpinang, Minggu (30/8), menegaskan buruh menolak jika perusahaan melakukan pemutuhan hubungan kerja.
"Kami melihat, hingga akhir Agustus 2015 belum ada tanda-tanda perusahaan-perusahaan akan melakukan efisiensi atau PHK akibat pelemahan rupiah. Kami tidak ingin itu terjadi," ujarnya.
Dia mengimbau pemilik modal asing jangan memanfaatkan situasi melemahnya rupiah terhadap dolar AS untuk melakukan PHK terhadap para pekerja.
Dampak melemahnya rupiah terhadap dolar AS harusnya tidak berpengaruh negatif terhadap PMA yang ada di Kabupaten Bintan sehingga tidak ada alasan melakukan efisiensi dan PHK terhadap pekerjanya.
Rata-rata PMA di Kabupaten Bintan menggunakan bahan baku produksi impor dan hasil produksinya dijual di luar negeri dengan harga dolar. Jadi Perusahaan yang melakukan ekspor dan usaha di sektor pariwisata tidak terpengaruh dengan pelemahan rupiah.

"Kami mengimbau kepada perusahaan agar semaksimal mungkin tidak melakukan PHK. Dan kalau memang ada kesulitan-kesulitan yang mendesak, bisa dikomunikasikan atau dikonsultasikan dengan Pemerintah Kabupaten Bintan (Disnaker)," katanya.
Dia meminta Pemerintah Kabupaten Bintan mengambil langkah-langkah antisipasi menampung buruh dari sektor riil atau UMKM yang terkena PHK. Disnaker Bintan menyiapkan pelatihan keterampilan di Balai Latihan Kerja (BLK) untuk kepentingan alih profesi sehingga bisa bekerja di perusahaan lain atau mandiri.

"Semoga saja pemerintah bisa segera mengambil tindakan nyata, untuk mencegah terus turunnya nilai tukar rupiah. Sehingga roda perekonomian membaik, tidak ada PHK, daya beli buruh meningkat dan pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bintan semakin membaik," katanya.
Hingga hari Jumat 28 Agustus 2015 kurs rupiah terus merosot hingga pada Rp14.256 per dolar AS.

"Efek pelemahan rupiah justru lebih terasa di sektor riil dan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) yang masih tergantung produk impor sementara hasil produksinya dijual domestik," tuturnya.
Parlindungan mengemukakan kenaikan harga barang impor akan buruk bagi industri yang berbahan impor, misalnya industri tempe dan tahu. "Hal ini pengusaha tempe dan tahu dapat mengakibatkan efisiensi, para pekerjanya di PHK dan pertumbuhan ekonomi juga terancam melambat karena daya beli masyarakat rendah," ujarnya. (Ant/dar)
 

Editor:

Terkini

Terpopuler