Manajerial Pemprov Dinilai tak Kredibel

Rabu, 12 Agustus 2015 - 13:28 WIB
ilustrasi

PEKANBARU (HR)-Masih rendahnya serapan APBD Riau 2015, yakni sebesar 22,66 persen, mendapat sorotan dari berbagai kalangan. Pasalnya, hal itu menempatkan Riau pada posisi keempat daerah yang realisasi APBD-nya rendah.  

"Ini membuktikan manajerial birokrasi Pemprov Riau tidak kredibel, tidak mampu melaksanakan mandat rakyat sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Pemerintah Daerah," lontar Triyono Hadi, Peneliti Kebijakan Publik dari Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Riau, Selasa (11/8).
Diterangkan Triyono, Pemprov Riau mendapatkan pendanaan dari berbagai macam unsur, baik dari sumber daya alam (SDA), pajak yang dibayarkan masyarakat dan yang lainnya. Untuk tahun 2015 ini, direncanakan mencapai Rp7,9 triliun.
"Untuk itu, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau tentu harus mendistribusikan
Manajerial
penerimaan-penerimaan dari rakyat, kemudian didistribusikan dalam bentuk program, kegiatan dan seterusnya yang berkaitan dengan kesejahteraan masyarakat," ungkap Triyono.
"Karena uang sudah diterima mereka (Pemprov Riau,red), tinggal membelanjakan aja sudah tidak bisa, melaksanakan. Kegiatan tidak bisa. Jadi, apa yang dilakukan mereka. Seharusnya mereka malu," sindir Triyono.

Tidak sampai di situ, Triyono menyatakan selaku aparatur pemerintah, pejabat di lingkungan Pemprov Riau telah mendapatkan gaji setiap bulan dari Januari sampai Agustus 2015. Sementara program-program tidak dilaksanakan oleh mereka. "Itu bisa dikatakan sebagai bentuk wanprestasi. Bisa juga disebut dengan makan gaji buta," tegasnya.

Sementara terkait, alasan yang menyebut faktor kehati-hatian akibat tingginya pengawasan, turut menyumbang lambatnya pergerakan realisasi anggaran di seluruh satuan kerja di lingkungan Pemprov Riau, ini juga disorot Fitra Riau.
Triyono menilai, alasan itu tidak tepat. Karena instrumen pengelolaan keuangan daerah sudah jelas. "Prinsip kehati-hatian dilakukan, tapi tidak sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Tentu tidak jalan programnya. Tapi sekarang kan instrumen sudah jelas, kewenangan pemerintah sudah jelas, juga berkaitan dengan regulasi baru tentang kewenangan pemerintah daerah, UU itu tidak berubah banyak berkaitan dengan fungsi dan peran Pemda baik di tingkat provinsi maupun tingka kabupaten/kota," ujarnya lagi.

Sementara itu, pengamat pemerintahan Riau, Roni Batista, menilai rendahnya serapan APBD Riau 2015 akibat  permasalahan internal dan eksternal.

"Apa yang terjadi saat ini, memang sangat jauh dari harapan. Seharusnya di bulan Juni dan Juli ini adalah periode serapan anggaran yang cukup besar dan harus meningkat," ujarnya.

Bila dilihat dari internal, Roni menilai, kondisi ini terjadi karena lemahnya pengendalian dan pengawasan dari Gubernur. Sehingga banyak program yang terbengkalai ditambah kepemimpinan atau karakter Gubernur yang dinilai kurang mampu mendorong dan memotivasi perangkat-perangkatnya.

"SKPD yang ada sekarang ini, saya fikir banyak yang mengabaikan atau kurang begitu yakin terhadap kepemimpinan Plt Gubernur sekarang ini," katanya.

Dengan demikian akan mempengaruhi juga terhadap persoalan eksternal, yaitu adanya ketakutan kepada perangkat akan terjadinya kriminalisasi dalam menjalankan program-program pemerintah.

Seharusnya, kata Batista, seorang pemimpin harus bisa meyakinkan seluruh jajarannya melaksanakan program- program kerja untuk mendorong roda pemerintahan. Karena tanpa serapan yang besar perekonomian menjadi lesu.
Ditambah dari sisi aparatur pemerintahan yang kurang mantap dan sigap dalam menterjemahkan instruksi yang diberikan pimpinan dalam rangka menerapkan program yang ditetapkan.
Disinggung apakah persoalan yang terjadi, ada hubungannya dengan pimpinan SKPD yang menjabat dari hasil assessment, Batista mengatakan meski begitu keputusan tetap di tangan Gubernur.

Capai Rp1,8 T
Di tempat terpisah, Kepala Biro Administrasi Pembangunan dan Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Riau, Indra SE mengatakan, terhitung hingga minggu pertama Agustus, kegiatan yang telah dilelang melalui LPSE Riau mencapai 357 paket proyek dengan nilai proyek mencapai Rp1,8 triliun.

Dari jumlah paket yang masuk, yang dalam proses pengerjaan namun dokumen sudah masuk ke LPSE (verifikasi) berjumlah 158 paket dengan total pagu sebesar Rp221 miliar. Sementara yang dalam proses pengumuman berjumlah sebanyak 51 paket.

"Dengan pagu tersebut, artinya pelaksanaan kegiatan disetiap SKPD sudah berjalan. Walaupun sedikit lambat, tapi dalam waktu dekat diharapkan akan ada pergerakan lagi," ujar Indra.

Dijelaskannya, bahwa dari 357 paket tersebut secara keseluruhan sudah selesai. Dengan rincian pengadaan barang sebanyak 104 paket, jasa konsultasi sebanyak 74 paket, konstruksi sebanyak 128 paket dan jasa lainnya sebanyak 51 paket. Sementara itu, yang masih dalam status verifikasi dokumen 124 paket.

Indra juga menambahkan, bahwa rendahnya capaian APBD 2015 disebabkan beberapa kendala. Di antaranya ada kegiatan yang tidak masuk kewenangan Pemprov Riau, adanya kegiatan fisik yang sejalan dengan kegiatan perencanaan.  Selain itu ada pula kegiatan fisik yang dijalankan tanpa ada perencanaan. Akibatnya, banyak satker yang tidak bisa melaksanakan kegiatan yang bukan menjadi kewenangannya.
"Itulah permasalahan yang banyak dihadapi oleh beberapa satker, yang dibahas Senin kemarin dengan dipimpin Asisten II dan dihadiri seluruh kepala satker," tutur Indra. (dod, her, nie)
 

Editor:

Terkini

Terpopuler